**
Mata bulat Hazki terbuka secara perlahan saat sinar matahari menyusup malu-malu dari jendela kamar kecilnya. dengan perut yang tidak karuan, Hazki segera beranjak bangun dan mengambil handuknya. Pergi turun ke lantai bawah untuk membersihkan diri. beruntung hari ini sekolah di liburkan satu hari sebelum besok, hari pengembalian rapot tiba.
"Heh," Suara berat Farel menyapanya dari arah dapur. Hazki menoleh sebentar, menatap kakak ketiganya itu heran.
"Noh, gue beli sarapan. makan. gue tau lo gak makan tadi malem." Farel menunjuk bungkusan nasi yang tergeletak di atas meja. Hazki dengan polosnya mengangguk, langsung kembali melanjutkan langkah menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri.
setelah selesai dengan acara mandinya, Hazki kini sudah terduduk nyaman di meja makan. tanpa ada satupun keluarganya yang menemani, Hazki memakan sarapan yang Farel belikan dalam diam. sampai lima belas menit berlalu, Hazki baru bisa melihat Kenan yang melangkah keluar dari kamar dengan setelan rumahannya.
Hazki tidak berani berucap apapun. rasanya canggung. apalagi saat Kenan menatap wajahnya yang tengah menunduk dengan tatapan dingin, Hazki tetap tidak mau mendongak dan membalas Pandangan kakak sulungnya itu.
"Tadi malem, bisa sendiri, kan? Abang tau kamu gak semanja itu. sekarang, tolong jangan ganggu waktu Abang sama Kael. Dia juga butuh sosok Abang, dan kamu harus bisa ngertiin." Kenan berujar seraya ikut duduk di sampingnya. Hazki mendengar itu semua, hatinya sedikit berdenyut nyeri. Hazki hanya bisa tersenyum tipis, sambil terus melanjutkan makannya. karena kini, perutnya terasa semakin tidak karuan.
"Iya, Abang. Aci minta maaf kalau semalem.. Aci ganggu waktu Abang sama Adek. Aci cuma takut doang, kok, tadi malam. hehe."
Kael punya semuanya. Kael punya Papa, Mama, Kakak, Mas, Bahkan sekarang, Kael punya Abang. lantas, Hazki harus bersama siapa lagi setelah ini? Apa Hazki harus terus berjuang sendiri untuk tetap mempertahankan kehadirannya disini? Hazki juga butuh pelukan, butuh tempat pulang.
"Lagian, kamu masih bisa telepon Mama, kan?" Tanya Kenan sinis. Hazki terpaksa mengangguk lagi. tidak mau mencari ribut pagi-pagi.
Saat Papanya turun bersama Kael yang masih nampak mengantuk di dalam gendongannya, Hazki segera menunduk. buru-buru menyelesaikan acara makannya dan langsung beranjak dari meja makan. Tepat ketika Hazki ingin menginjak anak tangga pertama untuk kembali ke kamarnya, suara berat Jio mengagetkan anak itu.
"Siap-siap. kita mau pergi keluar. jangan berpenampilan seperti anak orang miskin. saya malu."
**
Di sinilah Hazki sekarang. dengan sweater hitam milik Kenan dan celana pendek berwarna senada, duduk di bangku toko gelato di tengah mall. menunggu Jio yang sedang membeli satu cup untuk Kael. Hazki menyisir pandangan ke sekitar, Tidak mau memandangi Ayahnya yang seolah sangat bahagia hari ini.
Dulu, Hazki pernah berada di posisi Kael. dan Hazki tahu seberapa membahagiakannya hal-hal kecil seperti itu. Mata Hazki mulai memanas. ia bahkan tak mampu menatap Jio dan Kael yang kini duduk di meja yang sama dengannya sambil tertawa-tawa riang. Hazki melirik Kenan dan Devan yang memilih tidak peduli dan terus fokus pada ponsel masing-masing.
"Papa, Terimakasih!" Jio sontak mengangguk karena merasa gemas. ia mengecupi berkali-kali surai lebat Kael. meski bukan putra kandungnya, Rasa sayang Jio pada Kael tidak pernah mempunyai batas.
"sama-sama, sayang."
Oke. Hazki akui ia tidak bisa. sesegera mungkin tangan kecil Hazki menghapus air mata yang mulai mengalir deras dari matanya sambil menunduk dalam. Hazki berusaha untuk tidak lagi fokus pada ayah dan adiknya, Namun, sepertinya, hal itu juga adalah pilihan yang salah.
"Mama.."
**
"Brengsek!"
Tubuh ringkih Hazki terseret-seret tak kuat mengikuti langkah besar Jio. pria itu terlihat jelas tengah marah. rahangnya mengetat dengan banyaknya umpatan yang sedari tadi bibirnya lontarkan. dan sebabnya, hanya karena Hazki yang menghampiri Mama di mall tadi.
"Mama.."
Hazki perlahan bangun, tidak mengindahkan tatapan tajam dari Jio sama sekali. ia terus melangkah mendekati Zafira yang nampaknya tengah menggendong Leo, adik tirinya.
"Mama.. A-Aci kangen.."
Zafira memandang Hazki kaget, segera wanita itu menyentak lengannya karena Hazki yang memegangnya erat. matanya mendelik, ia dengan emosi mendorong Hazki, tak peduli akan Leo yang menangis keras di gendongannya, Wanita itu langsung melenggang pergi. meninggalkan Hazki yang kini terduduk mengenaskan di lantai Mall dengan banyaknya mata yang menatap aneh kearahnya.
Jio bangkit, pria itu menarik tangan Hazki kasar agar putranya berdiri. membawa Hazki keluar dari sana dengan cepat, membiarkan Kenan dan Devan yang mengambil alih Kael.
Tubuh Hazki di jatuhkan di lantai ruang tamu, beruntungnya, Kael tadi sudah di bawa masuk ke kamar oleh Vanya, Kenan, dan Devan. Jadi, anak itu tidak melihat kejadian mengerikan ini sekarang.
"DENGAR!" Jio mencengkeram dagu Hazki kencang, membuat mata Hazki mau tak mau langsung menatap netra elang milik Ayahnya. Hazki mulai terisak saat Jio menampar pipinya pelan.
"Saya dan Dia.. sudah tidak punya hubungan lagi! kalau kamu mau ikut dengan wanita itu, silahkan! saya dengan senang hati memberikan kamu pada dia! Tapi, jangan seperti tadi, bodoh! saya malu!" Jio berujar panjang lebar. ia berteriak frustasi saat Hazki hanya menanggapinya dengan tangisan keras.
grep!
Lengan Hazki di cengkeram,
"Kamu tahu?" Jio menatap Hazki datar.
"SEHARUSNYA SAYA TIDAK MENGAMBIL HAK ASUH KAMU SEJAK AWAL! SIALAN!"
bugh!
Perut Hazki di tendang keras. tubuhnya jatuh ke atas dinginnya lantai hingga Hazki memejamkan mata merasa napasnya mulai memberat. Jio terkekeh puas, pria itu berjongkok, menyamakan tingginya dengan Hazki, lalu berbisik tepat di telinga putra keempatnya.
"Saya menyesal mempunyai anak seperti kamu. dasar pembawa sial."
setelahnya, hanya hening yang dapat Hazki dengar. telinganya berdengung, Hazki terbatuk-batuk beberapa kali. napasnya benar-benar sesak. tetapi, untuk sekedar bangun dan mengambil inhaler di kamar saja, Hazki tidak bisa. jadi,
Hazki memutuskan menuruti kemauan tubuhnya untuk memejamkan mata. sejenak, menghindari sakit dari lukanya yang semakin terbuka. Hazki pergi ke alam bawah sadar, berbahagia tanpa sedikitpun merasa kesakitan di sana. sebelum nanti, kembali lagi untuk menghadapi semuanya bersama dengan rasa sakit disini.
**
Hazki terbangun tepat pada pukul dua belas siang. rintik hujan terdengar dari luar. Hazki berusaha sekuat tenaga mendudukkan diri, menatap ke sekitar yang tidak ada sama sekali kehadiran keluarganya.
Jemari Hazki bergerak spontan meremat kaus bagian dadanya. Hazki masih merasa sedikit sesak, maka, anak itu bangkit. Dengan usaha kerasnya menaiki puluhan anak tangga untuk menuju ke kamarnya di lantai dua. setelah mengambil inhaler miliknya, Hazki berjalan kembali keluar kamar untuk menghampiri Abangnya. Hazki.. ingin menangis.
Langkah kaki Hazki Berhenti di depan pintu ruang kerja Kenan di lantai dua. Hazki membuka pintunya dengan pelan, melihat Abangnya yang tengah memijat Keningnya sambil menyandarkan kepala ke sandaran kursi. Hazki menghela napas takut. Inhaler di tangannya ia remas kuat-kuat.
"Abang.. Aci capek.." suara lirih Hazki membuat pergerakan Kenan mendadak terhenti. pemuda itu mengepalkan tangan.
"bisa tolong jangan berisik? keluar! ganggu."
Senyum hambar Hazki mengembang. maka dengan rasa takutnya akan bentakan sang Kakak, Hazki kembali keluar. meluruh dan terduduk lemas di balik tembok ruang kerja Kenan sambil menyandarkan kepala. menenangkan dirinya di sana. Tangisnya mengudara, senantiasa di temani oleh suara petir dan derasnya hujan.
"Abang.. Sakit."
**
Huh... Aci... :(
satu part lagi..
KAMU SEDANG MEMBACA
HAZKI ; Danendra's Little Angel [✓]
Teen FictionAsyavino Hazki Danendra, Putra bungsu dari seorang pengusaha kaya raya, Jionathan Danendra. yang perlahan kehadirannya terlupakan, dengan kata lain, tergantikan oleh bungsu Danendra yang baru-- Mikael Kenzio Danendra. ** "Papa, Aci mau itu.." "iya...