"Saya menyukai Alina, Pak. Sejak pandangan pertama." Musa menelan ludahnya kasar seraya menatap Riko dengan tajam.
Setelah mendengar jawaban dari Musa, perlahan senyuman mulai mengembang di bibir Riko. "Sudah saya duga," ujar Riko kemudian bangkit dari tempat duduknya dan pindah ke sebelah Musa.
Dirangkulnya Musa yang tampaknya masih sedikit gugup. "Saya akan mendukung hubungan kalian," ujar Riko membuat Musa yang mendengarnya pun turut senang.
"Beneran, Pak?" tanya Musa antusias.
"Iya, Mus. Entah kenapa saya merasa tenang kalau ternyata pasangan Alina adalah kamu, saya percaya sama kamu. Tolong jaga Alina ya, jangan biarkan dia menangis. Saya dan Ibu saya bersusah payah untuk membesarkannya, membahagiakannya, dan memberikan apapun yang dia mau." Riko tersenyum kala ia mengingat masa kecil Alina.
"Dia lucu. Rasanya baru kemarin saya bermain lari-larian dengannya. Sekarang dia sudah besar, Mus. Saya juga tidak bisa selalu menempel padanya karena pekerjaan. Jadi, tolong kamu gantikan posisi saya, ya? Jaga Alina, cintai dia." Mata Riko berkaca-kaca, saking sayangnya ia pada Alina.
Musa yang melihatnya pun merasa tersentuh. Musa merasa memiliki tanggung jawab atas Alina sekarang. "Saya janji, Pak, akan selalu menjaga Alina."
Di saat Musa dan Riko sedang berbicara serius, Alina keluar dari kamarnya membuat Musa dan Riko beralih menatap padanya. Alina tampak cantik dengan mengenakan kaos crop dan celana longgar, rambutnya juga ia biarkan terurai.
Riko melirik pada Musa yang tampak menatap Alina dengan mata yang berbinar-binar. "Segitu tertariknya kamu sama Adik saya?" tanya Riko membuat Musa langsung mengalihkan pandangannya dari Alina.
Musa tersenyum kikuk, matanya juga melihat kemana-mana. "M-maaf, Pak."
Riko hanya tertawa melihat tingkah Musa. "Gak papa, gak perlu canggung," ujar Riko seraya menepuk pelan pundak Musa.
Riko dan Musa berdiri saat Alina turun menghampiri mereka.
"Ayo." Musa mengulurkan tangannya sedangkan Alina malah ragu untuk meraihnya.
Alina melirik pada Riko seakan meminta izin, apakah boleh? Riko mengangguk pelan seraya tersenyum tipis. Setelah mendapatkan persetujuan dari Kakaknya itu, Alina langsung meraih tangan Musa.
Musa tersenyum pada Alina kemudian beralih melihat Riko. "Kami pergi dulu, Pak."
"Hati-hati, Mus. Jam sepuluh kamu harus bawa Alina pulang, mengerti?"
"Mengerti, Pak."
Riko pun mengantar Musa dan Alina sampai keluar, melihat mereka menaiki motor dan pergi. "Saya harap Alina bahagia sama kamu, Musa."
***
"Kita mau kemana?" tanya Alina saat di perjalanan.
"Kita ke alun-alun, mau?" tawar Musa dan langsung diangguki oleh Alina.
"Mauu!" serunya dengan semangat.
Sesampainya di alun-alun. Musa dan Alina menghampiri tempat di mana banyak anak-anak bermain. Ada yang bermain mancing-mancingan, masak-masakan, melukis, dan lain-lain.
Awalnya Alina malu untuk mengajak Musa ke sana, tapi Musa meminta Alina untuk mengatakan apa saja yang Alina ingin lakukan. Alina pun langsung mencoba semua permainan yang ada di sana. Ia bahkan sempat mengobrol asyik dengan para anak kecil.
Alina tertawa lepas saat melihat seorang anak mewarnai wajah kartun dengan warna ungu. "Ahahaha kayak krisna!"
Musa hanya menatap Alina dari kejauhan. Musa senang melihat Alina tertawa seperti itu, seakan beban di pikirannya hilang begitu saja. Wajah Alina yang cantik membuat mata Musa sejuk, suaranya seperti alunan melodi di telinga Musa.
"Cantik," gumam Musa.
Saat Musa sedang menikmati keindahan Alina, seorang pria paruh baya datang menghampiri Musa dengan membawa dagangannya. Sepertinya ia ingin menawarkannya pada Musa.
"Mas," sapa pedagang itu.
"Eh, iya, Pak?"
"Silahkan dipilih kalungnya, Mas. Ada macam-macam bentuknya. Ada bintang, kupu-kupu, dan juga bulan. Kali aja Masnya pengen beli buat keluarga atau buat pacarnya. Silahkan, Mas."
Mendengar ucapan pedagang itu membuat Musa langsung memandang ke arah Alina yang sibuk mewarnai kanvas. "Ya, saya mau satu."
***
Setelah Alina puas bermain, Alina berlari menghampiri Musa seraya tersenyum lebar.
"Gimana, seru?" tanya Musa.
"Seruuu banget!" Alina tertawa senang. "Tadi gue nangkep ikan banyaak banget, terus gue bikin kue sama anak-anak di sana, terus--" Alina tidak melanjutkan ucapannya saat menyadari bahwa dirinya terlalu bersemangat menceritakan semuanya pada Musa.
"Terus?" tanya Musa mengulangi ucapan Alina.
Alina hanya tersenyum kikuk. "Ah, nggak."
Alina menggigit bibir bawahnya, dengan tatapan yang seolah kehilangan arah. Alina sadar saat ini Musa menatapnya sangat intens. Terlalu lama dilihat membuat wajah Alina memerah. "Emm ... pulang yuk!" ajak Alina karena tidak ingin berlama-lama mengalami situasi seperti ini.
"Kita beli bartabak manis buat Pak Riko, habis itu pulang," ujar Musa lalu diangguki oleh Alina.
Alina dan Musa pun pergi mengendarai motor, berkeliling mencari orang yang berjualan martabak manis. Setelah menemukannya, mereka pun berhenti untuk membelinya.
"Mas, martabak manisnya dua porsi ya." Musa berbicara seraya tersenyum ramah.
"Siap, Mas! Tunggu ya," jawab pedagangnya dengan semangat.
Musa pun beralih menatap Alina di sebelahnya. Alina terus saja menggosok kedua telapak tangannya karena kedinginan membuat Musa khawatir. "Dingin?" tanya Musa lalu dibalas dengan anggukan oleh Alina.
Musa pun melepas jaket hitamnya kemudian memakaikannya pada Alina. Sekarang Musa hanya mengenakan kaos putih longgar dengan kalung berwarna hitam yang ia keluarkan. "Lain kali, kalo keluar malem jangan pake kaos tipis kayak gini ya," ujar Musa lalu membelai rambut Alina gemas.
Alina hanya menatap Musa dengan perasaan yang berkecamuk. Alina merasa wajahnya semakin memanas jika Musa terus saja memperlakukan dirinya dengan manis seperti ini. Alina bingung apakah ... apakah dirinya menyukai Musa?
"Mas, martabaknya," ujar penjual martabak membuat Alina dan Musa saling mengalihkan pandangan mereka.
"Iya, Mas." Musa mengambil alih dua plastik putih yang disodorkan penjual kemudian mengulurkan selembar uang.
Penjual tersebut menerima uang Musa. "Terima kasih, Mas."
"Sama-sama."
Musa pun mulai menaiki motornya disusul Alina yang juga naik. Kali ini Alina langsung memeluk Musa tanpa harus diminta. Musa tersenyum karena perlahan Alina mulai menerima keberadaannya.
Tidak disangka, Musa yang sama sekali tidak berani mendekati Alina dan memilih memendam perasaannya, sekarang sudah sangat dekat dengan Alina. Meski sebelum-sebelumnya gadis pujaannya ini sempat mau direbut oleh pria lain, pada akhirnya Musa lah pemenangnya. Ah, tidak, belum menang. Ia bisa dikatakan pemenang jika sudah mempunyai hubungan yang jelas dengan Alina. Minimal sebagai ... seorang pacar?
.
.
.ALOOOO SEMUANYAA MABOK SALTING GAA
Alina Gazza Novita - Ali Musa Siregar
KAMU SEDANG MEMBACA
KETOS SCANDAL
Ficção AdolescenteMenceritakan tentang Ali Musa Siregar yang merupakan Ketua OSIS mencintai Alina Gazza Novita, Adik dari salah satu Guru BK di sekolah. Memang terlihat mudah bagi Musa untuk mendekati Alina karena dirinya sangat disayangi oleh para Guru. Akan tetapi...