Suhu kota sekarang menjadi sangat dingin. Angin berhembus dengan kencang, hujan pun turun serentak membasahi pohon dan jalanan.
Dua insan itu berteduh di sebuah halte bus. Kedinginan. Tangan dan kaki Alina gemetar, begitu juga dengan bibirnya.
Gadis tujuh belas tahun ini menyapu pandangan ke arah jalanan, di mana kendaraan berlalu-lalang dengan cepat. Alina melihat sepasang kekasih tengah bermain hujan dengan menggunakan jas hujan. Sejujurnya, ia juga ingin melakukan hal yang sama dengan Musa.
"Kenapa? Kamu mau?"
Alina menoleh menatap Musa yang berdiri di sebelahnya. Dengan ragu ia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Tapi nanti aku bakal dimarahin Pak Riko, sih. Ini aja kamu udah gemeteran, masa mau mandi hujan?"
Alina menghela napas pasrah. Benar kata Musa, kalau sampai Alina sakit, pasti Riko akan marah besar. Bukan pada Musa saja, tapi Alina juga akan ikut terseret.
"Sekali aja gak papa, 'kan? Aku janji gak bakalan sakit!" Alina memberi tatapan penuh harap. Matanya berbinar-binar sampai membuat mata Musa sakit karena melihatnya.
"Memang kamu pikir, kamu bisa ngatur tubuh kamu sendiri? Hah?" Musa memarahi Alina, berharap pacar kecilnya ini akan takut dan menurut padanya.
"Aku bisa!"
Oh, tidak. Sepertinya Musa lupa bahwa Alina sebenarnya adalah bocil yang pembangkang juga keras kepala.
Alih-alih menurut patuh, Alina malah berkacak pinggang dan mengangkat dagunya dengan angkuh. "Memangnya kamu pikir, aku gak bisa?"
Sontak Musa menepuk jidatnya tak habis pikir. Bagaimana bisa bocil ini menjadi lebih galak daripada dirinya?
"Orang udah janji juga, gak bakalan sakit. Kamu gak percaya? Kalo gitu kamu gak cinta sama aku!"
Karena Alina terus saja mengomel, Musa pun menangkup wajahnya. "Iyaa, Sayangkuu, Cintakuu ...," gemasnya.
***
Setelah pertengkaran kecil tadi, akhirnya Musa memenuhi permintaan kekasihnya untuk mandi hujan bersama. Namun, baru bermain beberapa menit saja, tiba-tiba hujannya berhenti membuat Alina kembali berceloteh kesal pada Musa.
Musa yang ikut kesal pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya untuk pulang.
Selama di perjalanan, Alina tak mau memeluk Musa karena masih marah. Wajahnya ditekuk, tangannya ia lipat di bawah dadanya.
Keheningan ini membuat Musa frustasi. Ia tak tahan untuk terus diam-diaman seperti ini.
"Iyaa, Sayang. Aku yang salah ...," cicit Musa seraya melirik ke spion motor untuk melihat wajah Alina. "Sini pegangan, biar gak jatoh."
Musa mencoba menarik tangan Alina, namun gadis itu malah menepis tangan Musa membuatnya tertawa gemas.
"Yaudah, kalo gak mau, mah. Nanti kalo jatoh, terus ditabrak tikus, jangan nyalahin ak--aww!" Musa meringis kesakitan manakala Alina memukul lengan kekarnya. "Sakit, ish!" sebalnya.
"Biarin!"
Musa terus melemparkan candaan, mulai dari membuat Alina kesal, sampai tertawa terbahak-bahak. Musa senang sekali melihatnya tersenyum seperti ini. Ia terlihat semakin cantik dan menggemaskan. Bagaimana bisa ada orang secantik itu?
Sementara Alina masih tertawa lepas, tawa Musa malah mereda setelah melihat Alina sebahagia ini. Musa berharap, ia akan melihat senyuman itu setiap hari. Ia juga berharap hubungan ini akan terus berjalan sampai ia mampu menikahi Alina.
Musa sadar, bahwa dirinya bukan pasangan yang sempurna. Begitu banyak kekurangan yang ada dalam dirinya, tapi ia akan berusaha menjadi yang terbaik bagi Alina. Musa sudah berjanji pada Riko untuk menjaga Alina, maka ia akan menepatinya. Musa akan menjaga senyum Alina, sebagaimana ia menjaga senyum Mamanya. Mereka berdua adalah orang spesial dalam hidup Musa.
Setelah melewati perjalanan yang menyenangkan, akhirnya mereka sampai di rumah Alina.
Alina turun dari motor Musa lalu melepas helmnya. "Makasih ya," katanya seraya memasang senyum manis.
"Sama-sama, Sayang."
Musa menyentuh pipinya sendiri dengan jari telunjuk, memberi kode agar Alina menciumnya. Tentu saja gadis itu langsung memahaminya dan langsung memberi kecupan singkat di pipi kanan dan kiri Musa.
Seketika wajah Musa merona. Ia menunduk malu mencoba menyembunyikan wajah salah tingkahnya.
Lagi-lagi Alina menyadari hal itu. Ia tertawa gemas melihat ekspresi lucu pacarnya ini dan berkata, "Lucu banget."
Di waktu yang bersamaan, Riko membuka pintu rumah dan melihat Alina yang tengah merapihkan rambut setengah basah Musa.
"Ekhem ... ekhem!"
Sontak Alina dan Musa melihat ke arah sumber suara. Tampaklah Riko yang bersandar ke pintu dengan tangan yang ia lipat di bawah dada. Riko menggeleng-gelengkan kepalanya, menatap kedua sejoli itu secara bergantian dengan tatapan tajam.
"Bagus ya, hujan-hujanan?"
Alina dan Musa saling menatap satu sama lain lalu kembali menghadap Riko. Mereka berdua memamerkan senyum tengil andalan membuat Riko semakin marah.
"Kalian berdua, ikut saya." Setelah mengatakan itu, Riko kembali memasuki rumah.
Sementara itu, Musa dan Alina saling menatap dengan mimik wajah cemas. Mereka takut Riko akan marah besar. Keduanya mulai menebak-nebak, apakah Riko akan merebus mereka hidup-hidup? Atau bahkan yang lebih kejam lagi? Aghhh ...!
"Kamu, sih! Dibilangin jangan hujan-hujanan, masih aja!" Musa menyalahkan Alina membuat gadis itu turut kesal.
"Loh, kok aku? Siapa suruh kamu ngebolehin?"
"Lah, orang kamunya marah! Pokoknya kamu yang salah!" Musa tak mau kalah rupanya.
"Pokoknya kamu!"
"SAYA BILANG MASUK!!"
"I-IYA!!"
Suara menggelegar Riko dari dalam rumah menghentikan perselisihan antara kucing dan tikus ini. Alina dan Musa saling memberi tatapan tajam. Sekarang mereka sudah seperti adu mata. Siapa yang berkedip, dia yang kalah!
Namun, pertandingan ini tidak adil karena Alina tiba-tiba menjentik dahi Musa kemudian berlari memasuki rumah seraya tertawa puas.
"Awas kamu ya!!"
..
.
Ribut mulu ni anakk
KAMU SEDANG MEMBACA
KETOS SCANDAL
Fiksi RemajaMenceritakan tentang Ali Musa Siregar yang merupakan Ketua OSIS mencintai Alina Gazza Novita, Adik dari salah satu Guru BK di sekolah. Memang terlihat mudah bagi Musa untuk mendekati Alina karena dirinya sangat disayangi oleh para Guru. Akan tetapi...