Permintaan maaf tanpa perubahan adalah kebohongan. You can say sorry every time you make mistake. But if your apology is for the same mistake, it will mean nothing. You promised to change, but you didn't make any change. It's bullshit! Off course.
Tidak semua orang yang meminta maaf itu tulus. Permintaan maaf tidak selalu datang dari hati, sebab sebagian besar diantaranya hanya formalitas. Tidak ingin kembali memulai pertengkaran, atau karena sebuah kepentingan mengharuskannya untuk menjaga hubungan baik dengan seseorang.
Aku memandang Kael dengan ekspresi wajah yang datar. Meski dia sedang menangis tersedu-sedu, aku sudah tidak merasa kasian. Aku sudah terlalu lelah untuk mendengarkan curhatannya — yang lagi-lagi untuk masalah yang sama
Jadi rasanya sudah tidak ingin berempati karena masalah itu sebenarnya dia pertahankan sendiri."Gue harus gimana, Lin?"
Aku menghela napas lelah. Memberikan segelas air putih yang sedari tadi aku pegang pada Kael, lalu menarik kursi yang ada di sebelahnya. "Maafin kalau lo masih sanggup."
"Tapi saran gue, putusin." Lanjutku.
Bukannya tidak mendukung hubungan sahabatku, aku hanya mencoba bersikap realistik. Kesalahan yang dilakukan oleh Samuel terlalu banyak, dan sepertinya dia tidak benar-benar ingin memperbaikinya.
"Gue takut makin sakit kalau gak bareng dia." Jawabnya setelah meminum air yang aku berikan. Lalu meletakkan gelasnya di atas meja di antara kami.
Aku tau betul bahwa tidak mudah melepaskan seseorang yang sudah terlanjur kita sayang. Apalagi jika posisinya seperti Kael, maka aku yakin bahwa kesulitan itu akan semakin besar. "Everything got a price, El."
"Betul kalau emang lo bakal ngerasa sakit kalau mutusin Samuel. Tapi apa dengan lo pilih bertahan, lo gak ngerasa sakit?"
"Tetep sakit kan?" dia mengangguk lemah.
"Beneran gak ada pilihan lain?"
Diam-diam aku sedikit bersyukur. Sepertinya otak Kael sudah sedikit jalan, sebab dia mulai mempertimbangkan opsi putus untuk pasangannya yang toxic itu.
"Menurut gue gak ada sih. Dia udah gak bisa diselamatkan." Berkali-kali sudah Kael memberi kesempatan pada Samuel. Tapi berkali-kali juga dia tidak menggunakan kesempatan itu dengan baik. Lalu apa yang harus dipertahankan? tidak ada.
"Gue tau gue gak berhak buat nyuruh-nyuruh lo, El. Tapi gue sayang sama lo, makanya gue selalu mencoba kasih pandangan dari sisi gue."
"Coba lo pikirin gimana hubungan kalian ke belakang. Apakah lo lebih bahagia sama dia? atau justru lo jadi terbebani karena keberadaan dia."
"Gue tau manusia itu tempatnya salah dan lupa. Tapi permintaan maaf tanpa adanya perubahan itu juga gak ada makanya."
"Kali ini kesalahannya bahkan fatal. Dia bohong sama lo demi nganterin cewek lain pulang." Aku semakin kesal ketika mengingat kesalahannya yang kali ini. Jika sebelumnya dia mengomentari apapun yang ada di diri Kael, sekarang tingkahnya sudah semakin agak laen. Dia berani berbohong untuk perempuan lain. Bukankah itu tanda-tanda adanya bibit perselingkuhan?
"Gue bingung, Lin."
"Bingung gimana?"
"Setelah dipikir, semua yang lo omongin bener." Ujarnya. "Jujur gue masih sayang banget sama dia. Tapi lama-lama sikapnya semakin gak bisa gue tolerir."
"Gue rasa omongan lo ada benernya. Cuma gue takut, takut kalau putus itu bukan pilihan terbaik."
Aku mengangguk. Mencoba mengerti dengan memposisikan diri seperti dirinya. "Gue ngerti, El."
"Emang gak mudah buat mengakhiri hubungan. Apalagi yang udah jalan bertahun-tahun."
"Take your time. As long as you want." Aku mengelus pelan bahunya. Dia masih terlihat menyedihkan, meski sudah tidak menangis. "Yang harus lo tau, jodoh itu gak bakal ke mana."
Edisi friendship dulu yaa
Biar Kael juga bisa bahagia
KAMU SEDANG MEMBACA
Alinea
Novela JuvenilDidedikasikan untuk mengapresiasi orang-orang yang masih bertahan dengan skripsinya!