Lana menyemprotkan parfum pemberian Lazuardi, dia tertawa geli. Sebenarnya gaji Lana juga sudah cukup lumayan saat bekerja di perusahaan. Namun, dia berhemat. Hal-hal yang tidak dia hemat adalah ketika menyangkut keperluan untuk Mawar, seperti pendidikan yang baik dan lainnya.
Untuk dirinya, Lana lebih memikirkan kebutuhan ketimbang keinginan, sekalipun Lana paham kalau pekerjaannya sekarang menuntut prestise.
Lana tidak membeli mobil, dia juga tidak membeli rumah. Lana mengontrak sebuah rumah minimalis sederhana untuknya dan Mawar tinggal. Dia juga membayar seorang pengasuh sehingga pengeluarannya sudah cukup banyak, dia menabung dan menabung untuk mempersiapkan diri. Seandainya terjadi sesuatu di kemudian hari, Lana harus melawan seseorang yang ingin mengambil anaknya. Maka dia telah mapan. Tabungan yang tidak boleh diganggu gugat.
Lana dulu bisa bergantung pada ayahnya, sekarang, sejak ayahnya berada di dekat wanita itu. Lana tak bisa berharap banyak.
Ah ya, soal parfum. Lazuardi benar, wanginya sangat mirip. Lazuardi luar biasa. Sebagai seseorang yang sudah lama tidak mendapat perhatian dari lawan jenis, Lana jelas menghargai effort pria itu, sekalipun hal itu dilakukan hanya untuk menahan Lana agar tetap bekerja di perusahaan.
Perubahan sikap Lana terhadap Lazuardi bukan hanya karena pria itu telah datang ke rumahnya dan menawarkan perdamaian dengan baik. Akan tetapi, Lana menyadari kalau dia sebenarnya pria cerdas dan memiliki empati yang tinggi. Di balik sikap acuhnya, Lazuardi begitu memperhatikan sesuatu dengan detail.
Lazuardi mendapatkan cukup banyak proyek untuk perusahaan. Dia juga memperhatikan kesejahteraan karyawan. Karyawan biasa yang tadinya hanya mendapat perawatan kesehatan di kelas tiga naik ke kelas dua, termasuk Lana yang sekarang naik ke kelas satu. Padahal dulu, kelas satu hanya dimiliki oleh pegawai dengan jabatan manajer.
Uang lembur mereka jadi proporsional tidak flat seperti biasanya. Lazuardi menginisiasi agar karyawan dengan keluarga kecil yang sudah bekerja cukup lama bisa mendapatkan subsidi untuk DP rumah. Dia juga jelas menggunakan privilege-nya dengan baik. Tadinya Lana pikir dia hanya akan bermalas-malasan.
Lana memasuki ruangan kantor, seperti biasa belum terlalu ramai. Hanya ada dua orang rekan sekantornya di sana, mereka tengah membahas sesuatu yang sangat serius bahkan nyaris berbisik-bisik. Saat Lana masuk, mereka tersenyum.
"Ada apa, nih? Ada sesuatu yang rahasia, ya?" Lana bertanya.
Departemen mereka selalu terbuka terhadap satu sama lain, karena itu Lana memang sangat nyaman di sana. Tidak ada kompetisi kotor seperti perusahaan lain ataupun bahkan di departemen yang lain dalam perusahaan yang sama.
"Kamu tau nggak? Ada kabar baru kalau Pak Lazuardi berhasil memenangkan proyek untuk satu tahun ke depan."
"Proyek dengan PT. Fox?" Lana tahu itu, proyek untuk satu tahun yang jelas-jelas mereka butuhkan.
Berganti manajer tidak pernah ada yang berhasil memenangkan proyek itu. Bagaimana Lazuardi bisa?
"Pak Lazuardi luar biasa, kayaknya dia jenius." Mereka saat ini selalu memuji Lazuardi, sangat berbeda ketika di awal dulu. Mereka bergosip, mengatakan kalau Pak Lazuardi hanyalah bocah ingusan yang tidak tahu apa-apa yang mendapatkan posisi itu hanya karena orang dalam.
"Apa salahku menjadi orang beruntung?" Lazuardi bertanya pada Lana, membuat Lana menghela nafas.
Kehidupan manusia ini memang sudah ditakdirkan sejak awal, Lana juga tidak pernah menyangka kalau dia akan menjadi karyawan penuh waktu yang bekerja keras untuk mendapatkan gaji bulanan. Dulu, dia selalu berpikir kalau dia akan menggantikan ayahnya sebagai pimpinan perusahaan keluarga mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendar (Masa Lalu Berselimut Jelaga)
RomanceMenjadi orang tua tunggal karena mantan pacar yang tidak bertanggung jawab juga memiliki ibu tiri yang kejam, kehidupan Lana seperti ditakdirkan sial. Satu-satunya hal baik dalam kehidupannya adalah memiliki anak seperti Mawar. Ketika direkomendasi...