Chapter 4 Penasaran

328 48 0
                                    

Gio datang dengan tergopoh-gopoh ke kantor Lazuardi. Sekalipun demikian dia berusaha tetap tenang, sudah bertahun-tahun terakhir Gio mencoba menahan diri agar emosinya tidak terlihat oleh orang lain.

Adiknya, Lazuardi, tengah menikmati espresso sambil mengecek beberapa berkas untuk ditandatangani.

"Oh, Bang Gio." Tadinya Lazuardi meminta agar mereka bicara di rumah saja, dia tidak sabar dan dia segera menemui Lazuardi sesaat setelah landing dari ibukota.

"Lazu, bagaimana keadaan anak-anak?  Abang benar-benar minta maaf. Benar-benar nggak mengira kalau bus itu akan berusaha untuk mengejar lampu hijau." Gio menggelengkan kepala.

"Abang mau minum?"  Lazuardi juga berusaha tetap tenang. Pasca peristiwa yang melibatkan abangnya, juga saat dia bertemu dengan anak Lana, Lazuardi mendadak penasaran dengan sosok Lana.

Apa dia memiliki anak di luar nikah? Itu adalah analisa yang tepat, mengingat Lana saja masih berstatus belum kawin di kartu identitas penduduknya. Lazuardi sampai mengeceknya. Atau dia berbohong? Dia sebenarnya sudah menikah.

Tetapi Lana tidak menutupi siapa Mawar sebenarnya, saat mereka bertemu waktu itu, Lana segera berkata kalau Mawar adalah anaknya. Kalau memang Lana berbohong agar diterima bekerja, dia pasti tidak akan mengatakan kalau Mawar anaknya.

"Lazu?"

Suara Gio menyadarkan lamunannya. "Oh, maaf, Bang, aku memikirkan sesuatu. Semua baik-baik saja, maksudku beberapa orang tua marah karena mengetahui pihak yang terlibat yaitu abang pergi begitu saja. Tapi, semua bisa dikendalikan dengan baik. Lagipula nggak ada korban."

"Abang bukannya nggak bertanggung jawab, tapi proyek ini bukan main-main, Lazu. Abang juga sudah memastikan kalau nggak ada korban."

"Aku tau."

"Rencananya besok abang akan pergi ke sekolah para murid TK itu. Abang akan membelikan mereka mainan atau bahkan mengajak mereka tamasya, itu bisa abang lakukan untuk menebus kesalahan abang."

Lazuardi mengangguk, itu hal baik untuk dilakukan.

"Udah makan siang? Ayo kita makan siang sama-sama." Gio menawarkan pada adiknya.

"Boleh juga, kebetulan aku nggak terlalu sibuk saat ini." Dia jelas bohong, Lazuardi benar-benar sibuk di kantor. Namun, dia sangat malas mengerjakan pekerjaannya.

Lazuardi bukannya tipe pria yang betah di kantor sekalipun dia berotak cerdas. Itulah yang membuat ayahnya selalu marah padanya, karena Lazuardi terlalu santai dengan hidupnya.

"Sebenarnya dalam insiden kemarin, ada keluarga karyawan kantor yang terlibat, Bang."

"Benarkah?" Gio menarik nafas.

Lagi-lagi Lazuardi memikirkan Lana, wajahnya sepucat kapas. Tapi hangat saat memeluk anaknya. Kenapa perempuan itu sangat aneh? Dia bukan tipe Lazuardi sama sekali, perempuan itu galak, meremehkan dan tidak ada manis-manisnya sebagai seorang perempuan.

"Kamu melamun lagi, Lazu. Sungguh amat jarang."

"Masa? Sepertinya aku kelelahan bekerja, Bang."

"Stop bersantai dengan hidupmu, Lazu. Kamu tahu tahu papa dan mama memiliki harapan besar terhadapmu."

Lazuardi tertawa, "aku sudah melupakan itu sejak lama, Bang. Sejak abang jadi bagian keluarga kita, sudah tanggung jawabmu sebagai anak tertua untuk menanggung beban adikmu juga."

Mereka kemudian tertawa.

"Oh ya, mumpung kita bertemu, abang ingin bertanya lagi soal Nara. Lusa akan ada pesta amal perusahaan, papa bilang saat itu beliau bakal mengumumkan pertunangan kami."

Pendar (Masa Lalu Berselimut Jelaga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang