Chapter 22 Lelah

331 44 3
                                    

Lazuardi memakan snack seraya duduk di kursi santai sambil menonton televisi. Dia mengenakan pakaian kasual, kaos dan celana pendek berbahan katun.

Lana nyaris lupa bagaimana penampilannya saat bekerja.

"Papa bos, bagaimana snack Mawar, enak nggak?" Dengan senyum manis Mawar memijit-mijit lengan Lazuardi.

Melihat pemandangan itu, Lana menggelengkan kepalanya. Sekarang mereka bertingkah seolah-olah ayah dan anak.

"Tentu saja, kesayangan papa. Papa udah lapar banget dari tadi. Untung aja ada makanan Mawar."

"Papa bos tadi bawa es krim untuk Mawar. Jadi kita sama-sama untung," sahut Mawar.

"Siapa yang mengajarkan Mawar bicara soal untung, pasti mamanya." Lazuardi melirik ke arah Lana.

Lana tertawa. Setelah menceritakan tentang dirinya, bahkan soal Efran di masa lalu. Membuat Lana semakin terbuka pada pria itu. Lana belum tahu perasaannya untuk Lazuardi saat ini. Akan tetapi, saat dia mencintai seseorang. Lana akan bersikap sangat tulus. Bagaimanapun, itulah hakikat manusia yang sebenarnya.

Sekalipun pasangannya nanti mencampakkannya atau berbuat buruk padanya, Lana tidak akan menyesal. Karena setidaknya dia telah melakukan yang terbaik walaupun belum tentu dia mendapatkan yang terbaik.

Dia hanya berharap Lazuardi memanglah pria yang akan mengisi kehidupannya dan Mawar.

Lana menyiapkan makan malam, memasak tumis cumi hitam setelah sebelumnya Lana bertanya pada Lazuardi, apakah dia memakan menu itu. Karena beberapa orang tidak menyukai tinta pada cumi.

Pria itu berkata, dia jarang memakannya. Tapi, apapun masakan Lana, pasti akan dia makan.

"Mawar, apa Mawar pernah pergi ke luar negeri?" Lazuardi bertanya. 

Seketika mata Mawar berbinar, "papa bos mau mengajak Mawar ke luar negeri?"

"Kalau mama mengizinkan, boleh saja, kita pergi beramai-ramai."

"Lazu." Lana menjadi kaget mendengar ucapannya, mana bisa mereka pergi begitu saja.

"Mama, apa kita akan pergi ke luar negeri bersama papa bos?" Mawar bertanya dengan sumringah.

Lana menggelengkan kepalanya. "Jangan menjanjikan Mawar sesuatu semacam itu, nanti dia akan menagihnya."

"Aku serius. Lagipula, aku udah jarang liburan. Sekarang aku masih pengangguran."

"Pengangguran? Bukannya papa bos, bosnya mama?" Mawar memajukan bibirnya.

"Emang Mawar mengerti arti pengangguran?" Lana bertanya.

"Iya, Tante Rania yang bilang dulu itu. Katanya mama mau pergi sama Mawar. Mawar nggak boleh izinkan nanti mama berhenti bekerja dan jadi pengangguran."

Astaga! Rania pastilah menghasut Mawar agar mereka tidak jadi pergi waktu itu.

Lazuardi tertawa geli melihat wajah Lana. "Mawar anak yang cerdas, tentu saja dia mengerti."

Mawar memang sangat pintar, bahkan dia lebih banyak mengobrol dan bicara dengan Lazuardi. Cerdasnya lagi, Lazuardi kerap mencoba membuka kisah hidup mereka melalui Mawar. Menanyakan pada Mawar soal kepribadian Lana, kebiasaan mereka dan lain-lain.

Lana saja sampai terkejut ketika Mawar menjawab beberapa hal yang ditanyakan oleh Lazuardi, heran kenapa Mawar bisa menemukan kata-kata itu.

"Papa bos, tadi malam mama menangis di kamar." Mendadak Mawar berbisik di telinga Lazuardi.

Lana seketika terkejut mendengar itu. "Mawar jangan bilang begitu."

"Mawar nggak bohong."

Lazuardi menatapnya. Kemudian dia melihat pada Mawar lagi. "Kalau mama sedih, Mawar hibur, ya. Orang dewasa kadang memiliki masalah."

Pendar (Masa Lalu Berselimut Jelaga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang