Rasanya Floryn ingin merusak wajah angkuh Zello yang saat ini tertuju padanya. "Berapa kali gue bilang, kalau gue lagi kerja jangan suruh-suruh gue!"
Zello terkekeh, tampak menikmati pemandangan seorang gadis pemarah dihadapannya. Ditambah piyama kebesaran yang gadis itu kenakan membuat Zello sekuat mungkin menahan tawa gelinya.
"Duduk, Blo." titah Zello santai.
Floryn menggeleng tegas. "Lo mau nyuruh gue apa? Langsung aja!"
"Duduk, Blo. Gue nggak akan ngomong tujuan gue apa, kalau lo masih berdiri sambil marah-marah kayak gitu."
Terpaksa Floryn menurut, duduk berjarak dari Zello. "Cepet, apa?"
Zello merasa Floryn seperti kekasih yang sedang merajuk, melihat rentang jarak duduk diantara keduanya, belum lagi wajah Floryn yang ditekuk. Cemberut. Sangat manis dimata Zello.
"Nggak ada," jelas Zello, tersenyum.
Floryn mengumpulkan tenaga untuk mengamuk. "Jauh-jauh gue ke rumah lo, dan lo bilang nggak ada?! Hell, pergi lo ke neraka!"
Masih belum terlalu malam untuk beristirahat dan bukan itu yang membuat Floryn marah. Jam berapapun, Zello memang sering menyusahkannya, menelponnya, memerintah dan bukan hal baru jika Zello memintanya untuk datang tanpa tujuan. Namun tetap saja Floryn marah, kali ini karena Floryn sedang menyelesaikan pekerjaannya.
"Lo ada tugas? Kirim file-nya gue kerjain di rumah. Bye, gue mau balik." Floryn beranjak dari duduknya, berniat pergi, tetapi Zello berhasil menahannya.
"Bunda nanyain lo, kangen katanya sama anak ceweknya." pernyataan Zello cukup membuat kaki Floryn lemas, tak mampu melangkah lagi.
"Dia nggak ada di rumah," tembak Floryn langsung.
"Bunda dinas siang hari ini, bentar lagi pulang."
Floryn menghalau rasa tak karuan dihatinya, lalu berbalik badan. "Jangan jadiin bunda lo alasan, sialan." nada bicaranya kembali meninggi, seolah kembali mendapat energi. Meski Zello menangkap seperti bergetar.
Zello pun beranjak, menarik Floryn duduk disampingnya. Floryn yang sedikit berontak dan tidak mempengaruhi Zello yang lebih kuat menahan Floryn disisinya.
"Just sit, Floryn." mendengar namanya disebut dengan suara rendah membuat bulu kuduk Floryn berdiri.
Tidak. Floryn tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki yang selalu membuatnya darah tinggi itu. Lengan kanan Zello yang mampir di pinggangnya membuat Floryn tak bisa bergerak, membeku di tempat.
"You're close to Timothy, huh?" Zello perlahan melilit perut Floryn dengan sebelah tangannya, semakin membatasi gerak Floryn.
"Timothy?" Floryn tak merasa punya kenalan bernama itu.
Astaga. Floryn mati-matian menahan rasa gugupnya saat Zello menjatuhkan kepala di bahunya, tampak sengaja membuat Floryn berdesir tak nyaman karena hembusan napas Zello terasa di lehernya.
"The guy you met on a blind date," terang Zello, kali ini menambah tangan satunya untuk ikut merangkum tubuh Floryn yang lebih kecil darinya. Memudahkannya menguasai.
Beruntung Floryn tak sampai hilang akal karena kedekatan serta sentuhan dari laki-laki yang mendekapnya dari samping itu. Ingatan Floryn memutar kejadian saat kencan buta fakultasnya hari itu dan berkata, "Tommy, bodoh."
Kenyataan sederhana bahwa Floryn mengingat nama laki-laki itu saja menbuat Zello geram. "Dia yang bodoh, Blo."
"Kenapa? Karena deketin gue? Karena gue bukan cewek cantik yang pantas buat dideketin?" Entah kenapa Floryn kesal, juga tak betah. Tangannya coba menyikut dada Zello berharap laki-laki itu mundur atau melepasnya meskipun tahu akan sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
TACHYCARDIA
Romance"Lo nggak mau naik level dari babu jadi pacar gue gitu?" "Ogah." Kala benci menjadi sesuatu yang dinanti, amarah yang bertukar dengan rasa nyaman, keinginan untuk bersama lebih banyak dibanding yang dipikirkan. Raga yang terikat dengan cinta tidak b...