• 16. Loker Anetta Fatiniantri •

241 15 0
                                    

Selamat malam~

Kebagian malam mulu ya up-nya😂✌

Semoga tidak bosan dengan Anetta ini yaw🤭

Happy reading~

Happy reading~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
















Anetta menatap datar sang sepupu yang berada di hadapannya. Gadis berambut pendek itu hanya menampilkan deretan gigi putihnya pada Anetta. Tak berani berkutik, karena ia tau dirinya salah.

"Sekarang lo mau gimana?" tanya Anetta tak tahan melihat Diyara yang setia cengengesan, entah merasa bersalah atau tidak padanya.

"Gue udah pesen tukang kunci, Net, tapi kayaknya dia gak dateng," cicitnya sambil menatap sepatunya, tak berani menatap netra coklat gadis di depannya.

Anetta berdecak, ia tak bisa menyalahkan Diyara sepenuhnya. Sebab loker itu tak jadi dibuka di luar rencananya.

"Gue tungguin deh kang kunci itu. Lo pulang aja duluan," ucap Diyara yang mendapat gelengan dari Anetta. Gadis itu tak bisa meninggalkan Diyara seorang diri, ia hafal gadis itu takut akan kegelapan. Terlebih lagi hari sudah semakin sore.

"Gak ada pilihan lain." Diyara mengernyit, tak paham maksud sepupunya itu. "Lo tunggu di luar."

"Jangan bilang mau ngerusakin loker?" Mata gadis bertahilalat di dagu itu memelotot, tak percaya bahwa Anetta akan merusak lokernya sendiri.

"Udah sana, lo lihatin ada penjaga yang lewat apa gak," usir Anetta mendorong Diyara agar keluar dari kelas.

Diyara manut saja, berjalan keluar kelas. Tak lupa ia menutup pintu itu, dan berjaga di depannya. Seraya menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan sedang tak ada orang yang berpatroli.

Anetta tersenyum melihat tingkah lucu gadis itu. Ternyata ada gunanya, meski tak jarang memancing emosinya. Anetta mengalihkan pandangannya, kini menatap tasnya yang tergeletak di atas meja. Ia membuka benda tersebut, mengambil sesuatu dari dalamnya. Sesuatu yang dapat membantunya membuka lokernya. Sesuatu yang terbuat dari besi dengan bentuk ujung yang lancip dan memiliki gagang berbahan anti konduktor.

Anetta tidak tau namanya, tetapi saat ia mencarinya di internet siang tadi, ia jadi tau bahwa namanya adalah obeng. Gadis itu tak peduli apa pun namanya, hanya saja ia beruntung mengenal alat yang sering ia gunakan di kehidupannya dahulu untuk membuka gerbang kerajaan saat ia kabur kala itu.

Namun, sepertinya benda ini di kehidupan sekarang sudah dimodifikasi sedemikian rupa, tidak seperti pada kehidupannya dulu. Jika dulu ia selesai menggunakan benda ini, tangannya habis merah oleh darah. Untungnya ia tidak terluka di banyak tempat, hanya luka robek di tengah telapak tangan.

Anetta menggeleng pelan, mengingat masa lampaunya membuat ia fokus. Hampir saja benda itu terlepas dari tangannya dan mengenai kakinya. Gadis itu ber-puh lega, lantas kembali fokus pada gembok yang mengunci loker itu.

Suara gesekan besi itu terdengar jelas, hampir memenuhi langit-langit ruangan yang remang-remang. Sumber  cahaya hanya berasal dari luar ruangan, di mana matahari sore itu sudah hampir tenggelam.

Bibir gadis itu tertarik begitu saja kala pintu loker itu terbuka. Menimbulkan suara berdebum yang memancing perhatian Diyara di luar kelas.

"Udah kebuka, Net?" seru Diyara yang tak meninggalkan posisinya meski penasaran dengan apa yang ditemui Anetta.

Anetta tak menjawab, tangannya beralih membuka pintu loker itu lebar-lebar. Alisnya bertaut saat menemukan hal yang berada di luar dugaannya.

"Botol?" Anetta tak mengerti, tetapi ia tetap mengambil botol itu. Segera memasukkanya ke dalam tas. Lalu kembali melihat isi loker dengan seksama.

"Gak ada tanda-tanda ada buku diary," gumamnya setelah menilik isi loker itu. Ada beberapa kertas berisi ujaran kebencian di sana. Entah ditujukan kepada siapa, Anetta tak tau. Tak hanya kertas, ada beberapa pulpen dan sebuah sarung tangan.

Anetta mengernyit, "Benda-benda ini aneh bukan?"

"Lo nemuin apa?" tanya Diyara menerobos masuk, sebab tak ada suara dari Anetta.

Anetta hanya menunjuk ke dalam loker. Membiarkan Diyara membenahi isinya. Sementara ia duduk di atas meja dekat tasnya, memperhatikan gadis berambut pendek itu bersama aktivitasnya.

"Gak ada yang gue temuin, Net. Apa artinya sepupu gue gak pernah nulis diary?"

Anetta mengangkat bahu, ia tak tau. Kemungkinannya kecil jika gadis seperti Anetta Fatiniantri tidak memiliki curhatan hati. Terlebih kisah mereka berdua sama. Sama-sama berada dalam lingkup yang menumbuhkan sifat tamak dan obsesif.

"Kita pulang dulu, Ra. Kita bahas di rumah, karena sebentar lagi mau malem."

Diyara mengangguk, ia juga tak bisa berlama-lama di sekolah. Sebenarnya perutnya sedari tadi sudah berdemo minta diisi.

Anetta melompat turun, lantas memasang tasnya di punggung. "Kali ini gue yang nyetir ya," katanya seraya mengedipkan sebelah matanya genit.

Diyara mendelik, tetapi tak ayal menyerahkan kunci mobilnya pada gadis berkuncir kuda itu. Lalu berjalan beriringan dengannya sampai menuju parkiran.

***






Diketik : 697 kata



Vote and comment yawww, aing doain kuotanya unlimited kayak cinta dia ke kamu avv😍

Btw makasi udah mampir, semoga hari-harimu terus bahagia. Kalo kamu galau, mampir sini aja, terbuka untuk umum😌👍

Transmigrasi : Anetta's Journey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang