• 24. Dikira Pura-pura •

149 8 0
                                    

Hahahahaiiii

Siapa yang kangen nihhhh???

Semoga ada yg komen🤣

Yuk, happy reading~

Yuk, happy reading~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Anetta?"

Gadis yang dipanggil itu mengerjap pelan, kemudian memfokuskan indera penglihatannya sebelum benar-benar menoleh ke arah suara.

"Lo baik-baik aja 'kan? Ada yang sakit?"

Gelengan menjadi jawaban pertama gadis itu. Ia masih tidak menyangka bahwa orang pertama yang menyambutnya bangun adalah Jeffryan. Sosok yang teramat mirip dengan putra Marquess Jyranv.

"Ke mana Diyara?" tanya Anetta, suaranya parau. Khas suara ilang bangun tidur. Ia mengubah posisinya menjadi duduk.

"Lagi beli makan ke kantin," jawab Jeffryan yang hanya diangguki Anetta.

"Lo mau makan apa? Biar gue beliin," tanya pemuda itu tak ingin kehilangan kesempatan melayani Anetta dengan sepenuh hati.

Anetta tersenyum, ia menggeleng. Tak mau apa pun. Ia hanya ingin ditemani, tetapi sayangnya bukan seseorang yang ia mimpikan.

Jeffryan yang melihat ekspresi Anetta merasakan bahunya merosot. Ia peka. Ia tahu bahwa Anetta tak menginginkannya, sebab hanya Liovando yang mengisi hati gadis itu.

"Gue keluar bentar ya," ucap Jeffryan tak bisa menahan dirinya untuk terlihat kuat di depan gadis itu.

"Mau ke mana? Kalo ke kantin, tolong suruh Diyara cepet ke sini ya," pinta Anetta yang ditanggapi anggukan oleh pemuda itu.

Jeffryan bangkit dari duduknya, pergi meninggalkan Anetta yang mulai termenung. Memikirkan bunga tidur yang merupakan garis takdirnya.

Sebenarnya, Anetta tak percaya dengan semua itu. Namun, ia bisa merasakan sendiri bahwa itu adalah hal yang pernah ia alami di kehidupan lalu. Lebih tepatnya, kehidupan pertamanya sebelum menjadi seorang putri.

"Susah juga ya," gumamnya menatap pintu yang tertutup rapat.

Gadis itu menghela napas pelan, lantas merebahkan dirinya kembali. Mengamati langit-langit ruang UKS yang kosong.

"Lio gak mungkin jenguk aku 'kan?" monolognya sembari tersenyum tipis. Seolah membenarkan bahwa Liovando tak akan pernah menemuinya, meski dirinya sakit sekalipun.

Entah mengapa Anetta berharap Liovando datang. Walau hanya lewat, ia berharap melihat laki-laki itu. Ia kepikiran bagaimana Liovando bisa melindunginya tepat waktu, dan mengapa Liovando bisa tahu jika Bona itu jahat?

Anetta meletakkan telunjuknya di dagu, mengetuk-ngetukkan pelan. Memikirkan rencana selanjutnya yang harus ia susun agar tidak menemui jurang kematian seperti takdir yang pernah ia lewati. Ia harus mengubahnya, setidaknya ia harus memperbaiki sifat buruknya pada kehidupan ini.

Gadis itu menoleh begitu suara pintu terdengar. Pun segera bangkit, karena mengira itu adalah Diyara. Namun, ....


"Lo pura-pura ya dari tadi?"

Anetta mengernyit, apa maksud Liovando? Pura-pura pingsan?

"Nyesel gue ke sini, ternyata lo cuma pura-pura," ketus Liovando seraya berbalik. Namun, sebelum mencapai pintu, Anetta lebih dulu menarik tangannya.

Liovando menatap tajam gadis itu, "Lo mau apa? Gak capek nyusahin gue?"

Anetta memutar bola matanya, sebenarnya malas berhadapan dengan Noren versi remaja ini. Terlebih lagi, nada suaranya yang selalu ketus itu membuat Anetta ingin sekali menampar wajahnya. Sayang seribu sayang, Anetta terlanjur jatuh hati pada pemuda itu. Sehingga tak sampai hati ia melukai Liovando barang sedikitpun.

"Kalo gak ada yang mau lo omongin, gue—"

"Lo suka sama gue kan?" potong Anetta membuat laki-laki itu terdiam. Merasa Liovando tak akan menjawab kalimatnya, maka ia melanjutkan. "Hm, dari ekspersi lo sih emang gak suka sama gue. Tapi hati gak ada yang tau. Bisa aja lo lagi suka sama gue."

Liovando mendecih, ia merasa Anetta terlalu percaya diri dengan omongannya.

"Kenapa? Bahkan lo gak jawab. Artinya, lo suka sama gue."

Lagi, Liovando menggeleng pelan seraya terkekeh sinis. Bisa-bisanya gadis itu mengira ia menyukainya. Selama ini bagian mana sifat Liovando yang terlihat tertarik pada gadis ini?

"Gue gak tau, tapi gue punya firasat kalo lo suka sama gue. Yah, gue gak bakal ngejar lo, karena gue pengen lihat seberapa jauh lo tahan dengan gak ada gangguan dari gue lagi," ucap Anetta tak memberi ruang pada Liovando untuk menyanggah.

"Lo—"

"NETTA!"

Seruan itu memotong ucapan Liovando. Sontak kedua orang itu menoleh ke ambang pintu, di mana berdiri Diyara dengan kantong plastik di tangannya.

Gadis mendekat ke arah Anetta, memeriksa tubuh sepupunya itu. Memastikan tidak ada luka barang sedikitpun. "Lo gak apa-apa? Mana yang sakit?" tanyanya khawatir.

Anetta tersenyum tipis, menggeleng pelan. "Gak ada, Ra, gue aman kok."

"Aman gimana? Lo pingsan dua jam anjir! Apanya yang aman hah?!" kesal Diyara melihat sepupunya itu terlalu santai.

"Santailah, itu efek capek aja kali. Maklum, kan gue belajar sampai larut, jadi tidur gue kepotong," ucap Anetta seraya melambai singkat, menunjukkan bahwa ia tak apa-apa.

Diyara berdecak, baru hendak membalas, ia tak sengaja menoleh ke arah Liovando yang masih berdiri kikuk. "Lo ngapain?" ketusnya menatap tak suka laki-laki itu.

"Dia nemenin gue tadi," sahut Anetta menarik tangan Diyara untuk mengikutinya ke arah ranjang UKS.

"Gak mungkin, Net. Dia yang ngajak lo ke gudang tadi, padahal dia tau kalo lo trauma sama yang—"

Anetta menggeleng, "Gue gak tau, Ra. Lio juga gak tau."

"Net, dia—" Ucapan Diyara tertentu kala Anetta menggeleng lagi. Kini menoleh pada Liovando yang diam membisu.

Laki-laki itu mengernyit, seolah meminta jawaban atas pernyataan Diyara barusan.

Diyara melengos, menyibukkan diri membuka bungkus makanan yang ia beli di kantin tadi. Sementara Anetta hanya tersenyum simpul membalas tatapan Liovando tersebut.

"Lo ... kenapa?" tanya Liovando, tak bisa menahan rasa penasarannya.

"Gak ada urusannya sama lo, mau Anetta sakit kek, patah tulang kek, hilang ingatan kek. Lo gak akan pernah peduli!" cetus Diyara tanpa melihat sang lawan bicara.

Liovando tak bisa membalas perkataan gadis itu. Sebab, hal itu benar. Ia tak pernah benar-benar peduli pada Anetta. Ia hanya bisa menjadi ladang sakit bagi gadis bermata hazel itu.

"Lo udah selesai? Gue harap lo gak lupa letak pintunya," seloroh Diyara menunjuk ke arah pintu. Tentu dengan tatapan tak bersahabatnya.

Liovando melengos, berlalu dari sana. Membuat Diyara tersenyum puas, lantas menoleh pada Anetta.

"Net, lo masih cinta sama dia?" tanyanya karena melihat wajah sepupunya itu menyendu.


***


.

Diketik : 927 kata

.

Diharapkan meluweskan jari untuk menekan bintang dan berkomentar yang baik dan sopan. Terima kasih atas kunjungannya. Semoga selalu bahagia.

.








Transmigrasi : Anetta's Journey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang