• 26. Nama Aslinya •

144 7 0
                                    

Hai, ada yang nungguin cerita ini tah?👀

Btw, happy 8k viewers, thanks yang udah mampir🙌

Btw, happy 8k viewers, thanks yang udah mampir🙌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










"Lo tau sesuatu 'kan?"

Nino menggeleng pelan. Meski ada yang ia ketahui, ia tidak berhak memberitahu Diyara. Sebab, hanya Anetta lah yang pantas mendengarnya sendiri dan memberitahukan hal itu pada orang-orangnya.

"Gue gak yakin lo gak tau apa-apa. Lo mata-mata kan di keluarga Hermanio?"

Nino mendecih, "Lo pikir gue sepengaruh itu di keluarga lo, heh?"

"Ya siapa tau kan, karena bokap lo udah lama kerja di sana. Jadi pasti tau secuil informasi pentingnya." Diyara mengangkat bahu, tidak salah hanya karena ia menebak.

Nino menghela napas pelan. Ia tak tau apa yang dipikirkan oleh sepupu Anetta ini. Namun, ada sesuatu yang sedang mengganggu pikirannya.

"Kenapa lo? Lo mau ngaku tau sesuatu?"

"Bukan. Tapi ada sesuatu yang kayaknya gak perlu diketahui sama Nona Anetta."

Diyara mengernyit, hal yang tidak perlu diketahui itu seperti apa?

"Nona Anetta gak boleh tau kalo dia sendiri anak angkat," ucap Nino membuat Diyara ber-hah. Seolah meminta Nino mengulang kalimatnya.

"Gak boleh bocor ke telinga Nona Anetta." Nino menekan kata bocor pada kalimatnya. Kali ini Diyara tak ber-hah lagi, tetapi menanggapi dengan gelengan pelan.

"Dia udah tau bahkan sebelum  lo ngajak gue ketemu." Gadis itu menghela napas pelan, hal itu bukan untuk disembunyikan dari Anetta. Hanya saja, karena mereka tidak tau keluarga Anetta, maka pilihan tepatnya  memang tak pernah membahasnya.

"Terus, bagaimana tanggapan Nona Anetta?"

***

Taman bermain yang tidak terlalu ramai itu menjadi tujuan Anetta dan Pandu. Kini keduanya duduk di salah satu kursi taman yang berada tak jauh dari arena bermain. Lurus, tepat menghadap kolam ikan yang keruh. Terdapat tumbuhan eceng gondok mengapung di permukaannya.

Lima menit berlalu, tetapi Anetta masih diam setelah menjelaskan fakta bahwa ia adalah anak angkat dari keluarga Hermanio serta menjadi penerus keluarga tersebut.

Tak hanya Anetta, Pandu bahkan diam setelah mendengarkan dengan seksama. Laki-laki itu tak pernah mengira bahwa Anetta akan mengatakan hal seperti itu padanya. Terlebih lagi, ia tau jika Anetta masih menganggapnya orang asing. Namun, hal ini justru memperkuat argumennya. Timbul satu keyakinan bahwa Anetta memang seseorang yang dicarinya selama ini.

"Apa cerita gue bisa diterima?" tanya Anetta sambil menatap laki-laki itu dari samping.

Pandu menggeleng, "Gue bingung, tapi gue mau nanya satu hal ke elo."

"Nanya apa?"

Pandu memperbaiki posisi duduknya, kini ia menghadap Anetta. Lantas menatap netra coklat gadis itu. "Lo ... gak inget nama asli lo?"

Anetta mengernyit, maksud dari pertanyaan Pandu itu ... apakah nama aslinya dari kehidupan terdahulunya atau bagaimana?

"Oke, karena gue udah agak yakin. Gue mau kasih tau lo bahwa gue punya saudara namanya Anetta, sama kayak elo. Tapi gue gak bisa mastiin kalo lo adalah Anetta yang gue kenal."

"Maksud lo, gue adalah adek lo?" tanya Anetta memastikan. Ia kini dibuat bingung dengan pernyataan Pandu tersebut. Jangan-jangan ....

Anetta melebarkan matanya, "Apa gue—"

"Iya. Gue ngerasa lo adalah Anetta yang gue kenal. Anetta Gerlyana."

Anetta menganga kecil, ia tak salah mendengar kan jika nama lamanya disebut oleh laki-laki ini? Anetta Gerlyana? Bukankah itu memang dirinya?

"Sebenarnya, siapa lo?" tanya Anetta sebelum benar-benar mempercayai apa yang dikatakan laki-laki itu.

"Ya gue Pandu. Siapa lagi?"

Anetta menggeleng. Bukan. Bukan itu yang ingin ia dengar.

"Gue kan udah bilang kalo gue punya adik namanya Anetta," ucap Pandu lagi.

Anetta ingin menjawab, tetapi kepalanya tiba-tiba terasa pusing. Entah apa lagi yang akan terjadi padanya. Rasa-rasanya keadaan ini sama halnya dengan di perpustakaan kala itu. Apakah ada ingatan penting yang ia lupakan seperti sebelumnya?

"Lo kenapa?!" Pandu segera menarik Anetta yang hampir jatuh dari kursi taman. Ia memegangi kedua lengan gadis itu, menahannya sambil menatap gadis itu dengan khawatir.

"Gu-gue ...."

"Kenapa? Lo sakit? Cepet kita ke rumah sakit!" Pandu dengan cepat meraih tubuh gadis itu. Membawanya lekas ke mobil.

Sementara itu, Anetta tak sepenuhnya pingsan. Ia masih bisa mendengar suara langkah kaki Pandu yang bergegas. Ia bisa merasakan degupan jantung tak berirama milik Pandu. Sebelum akhirnya, kesadarannya benar-benar hilang.

***



Diketik: 644 kata

Silakan vote dan komentarnya, wahai pembaca budiman.

Next?


Transmigrasi : Anetta's Journey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang