Buat dirimu senyaman mungkin untuk menikmati cerita ini. Selamat membaca-!^^
Malam ini, Anetta dan Diyara benar-benar mengadakan pajamas party. Itu usul dari Diyara karena merasa bosan, yang padahal Anetta memiliki rencana lain. Namun, karena ia kalah suara dari orang tuanya yang mengingkan dia mengadakan pesta baju tidur membuat Anetta terpaksa mengiyakan.
Kini ia menatap malas sang sepupu yang asik menabur bubuk putih pada wajahnya. Tak lupa dengan senandung riang yang keluar dari bibir merahnya.
Anetta menghela napas pelan. Rencananya untuk menanyai Diyara gagal total. Ia tak mungkin merusak kesenangan gadis itu sekarang. Bisa-bisa ia mengamuk karena ini waktunya quality time berdua.
"Net, gue gak pernah lihat lo main ponsel sekarang. Lo lagi nolep ya?" tanyanya seraya menelengkan kepalanya ke arah Anetta.
Anetta menggeleng, bukan karena ia ia nolep atau apalah itu istilahnya. Melainkan Anetta tidak mengetahui prosedur penggunaannya. Ia hanya bisa menggunakan komputer atau laptop, karena ia pernah belajar saat berada di dunia Reylia, si gadis modern kesayangan Redinal.
Sayangnya ia tak belajar cara menggunakan ponsel juga, karena kala itu ia merasa menjadi nyamuk di antara dua orang yang tak jarang menunjukkan sisi keromantisannya. Daripada enek duluan, Anetta memilih untuk tidak ikut belajar. Akan tetapi, kini ia menyesalinya. Salah dirinya juga karena merasa terlalu gengsi untuk bertanya pada Diyara.
"Kok diem? Ponsel lo mana?"
Anetta menunjuk ke arah meja belajarnya. Di sana sebuah benda pipih berbentuk persegi panjang tergeletak tak berdaya kehabisan baterai.
"Ini yang lo sebut ponsel? Mati total anjir!" Diyara menunjukkan ponsel yang kini ada di tangannya. Sedikit mirip melihat nasib benda mahal itu sekarang.
"Lo charger gih, gue mau buka masker dulu." Diyara melemparkan ponsel itu ke atas ranjang, tepat di samping Anetta.
Anetta berdecak, "Katanya mahal, tapi malah dilempar," sungutnya yang tentu tidak didengar oleh Diyara karena sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi.
Anetta bangkit dari duduknya, beranjak ke arah meja belajarnya guna mencolokkan kabel charger ke stop kontak. Jika bagian ini ia paham, karena alasannya sama seperti tadi bahwa ia sering mengamati Reylia yang bermain ponsel di kala sedang sendiri.
Setelah itu, ia kembali duduk. Bersamaan dengan keluarnya Diyara dari kamar mandi. Kemudian mengambil posisi di samping Anetta.
"Gue yakin ada yang mau lo tanyain," ucap Diyara tiba-tiba setelah menarik selimut sampai dadanya.
Anetta mengangguk polos, ia memang sedang memikirkan ini. Sesuatu yang sebenarnya hanya dirinya yang bisa menjawab, tetapi tidak ada salahnya untuk meminta pendapat orang lain sebelum ia benar-benar yakin dengan jawabannya.
"Lio ada hubungan apa sama Bona? Terus kalo gue ada hubungan apa sama Jeff?" tanyanya, dua sekaligus.
Diyara menatap langit-langit kamar, seraya berpikir. Sampai saat ini, ia tau bahwa Liovando hanya melindungi Bona dari serangan Anetta. Tidak tau pasti, tetapi ia bisa merasakan bahwa ada yang aneh dengan tingkah Bona itu.
"Sepengamatan gue, Liovando gak ada tanda-tanda suka ke Bona. Murni kayak ngelindungin Bona dari elo," jawab Diyara seraya menoleh ke arah Anetta.
"Gak ada orang yang rela ngelindungin seseorang hanya karena kasihan, Ra. Lo gak pernah lihat tatapan Lio pas natap gue? Tajam buset!" Celetukan pertama yang berhasil membuat Diyara mengangguk pelan, seolah mengatakan, "Iya juga ya."
"Terus menurut lo?" Diyara melempar balik pertanyaan Anetta, membiarkan Anetta yang menjawabnya kali ini.
"Seperti yang gue bilang tadi. Gue nyangkanya Lio suka sama Bona. Jujur, gue gak nyangkal kalo gue cemburu, apalagi wajahnya mirip—"
"—maksud gue, dia tipe gue banget." Anetta buru-buru memotong kalimatnya sendiri. Hampir keceplosan menyebut tentang kehidupan lampaunya.
"Gue paham sih, tapi apa lo gak berniat buat si Bona itu kapok? Minimal ada ancaman supaya dia gak deket-deket sama Liovando."
Anetta menjentikkan jarinya, "Gue ada cara baru kali ini." Tak lupa dengan senyuman yang terkesan seram di mata Diyara. Membuat gadis berambut pendek itu bangkit dari posisinya, kini duduk tepat menghadap sang sepupu.
"O-oke, apa cara baru lo itu?" Bahkan gadis itu sampai gugup bertanya. Ia benar-benar merasakan ada aura berbeda dari Anetta.
"Sini gue bisikin," ucap Anetta yang lagi-lagi menampilkan senyum smirik-nya.
Diyara menarik diri begitu Anetta selesai membisikkan rencananya. Tak absen bibir merahnya menggumamkan kata wow yang juga terselip umpatan.
"Lo ciusan mau menghindar dari Liovando?" Anetta mengangguk, itu satu-satunya cara untuk hidup tenang. Lagipula ia ingin berusaha melupakan cinta lamanya.
"Gue gak habis pikir, lo mau berhenti menindas orang?" Anetta mengangguk lagi, itu akan ia kurangi secara perlahan, tapi pasti. Sebab jika ia tiba-tiba menjadi baik, maka ia yakin tidak akan ada yang percaya. Image buruknya sudah terlampau buruk karena tingkah pemilik tubuh yang asli.
"Lo bisa kan bantu gue untuk gak ketemu sama Lio?"
Giliran Diyara yang tersenyum lebar, "Bisaa! Bisa banget!"
"Caranya?"
"Lo harus deket sama Jeffryan," kekeh Diyara yang seketika itu mendapat pukulan bantal dari Anetta.
'Benar-benar tidak membantu!' sungut Anetta dalam hati, melihat sang sepupu kini terbahak-bahak.
Namun, ia menimang saran itu. Tidak ada salahnya kan jika ia mulai menjalin pertemanan dengan Jeffryan?
***
Diketik : 798 kata
Diharapkan menekan bintang dan meluweskan jari untuk berkomentar yang baik dan sopan; Terima kasih.
Senang bertemu denganmu, see you di chapter selanjutnya-!^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi : Anetta's Journey
Fantasía[ Follow Sebelum Baca! ] Setelah perjalanan panjang menemani kisah Reylia dan Redinal, kini kisah sang antagonis-Anetta Gerlyana-itu berakhir. Itu yang sebelumnya terpikirkan oleh Anetta Gerlyana. Namun, siapa sangka kejutan dari peri mungil itu me...