Hai, happy reading~
"Jadi lo mau diajarin cara main ponsel?" Anetta mengangguk, memangnya apa lagi?
"Net, lo harusnya pakai ingatan sepupu gue aja. Gak usah sok lo gak tau cara main ponsel." Diyara melemparkan tatapan kesal pada Anetta yang sedari tak berekspresi. Gadis yang mengaku bukan sepupunya itu terlihat serius membuka ponselnya.
"Andai gue tau, gue gak bakal minta tolong. Tapi berhubung gue gak tau, lo harus ajarin gue. Gak mungkin kan pas orang main ponsel, cuma gue yang duduk cengo?"
Diyara mendecak, ia masih tak percaya bahwa di hadapannya ini adalah putri bangsawan yang bereinkarnasi. Masalahnya, Anetta itu terlalu fasih dalam pelafalan kalimatnya. Terlihat ia tak kesulitan dengan bahasa dunia ini.
"Ini terus gimana? Gue udah coba tadi cara nelepon orang," kata Anetta seraya menunjukkan hasil belajarnya.
"Buset, lo telepon siapa itu woi!" Diyara terkesiap melihat log panggilan Anetta. Tidak hanya satu-dua orang, melainkan seluruh isi kontaknya. "Njir, ternyata gue juga lo teleponin."
Diyara menepuk jidat, ternyata Anetta satu ini lebih memusingkan daripada Anetta yang lain. Benar-benar definisi manusia kuno.
"Memangnya kenapa?" tanya Anetta dengan polos, tak merasa bersalah sedikitpun.
Baru saja Diyara hendak menjawab, sebuah panggilan masuk pada ponsel Anetta. Gadis itu mengernyit, lantas menyodorkan ponsel itu pada pemiliknya.
"Lo tau dia siapa?" tanya Anetta yang seketika mendapat gelengan dari Diyara.
"Liovando."
Diyara terbelalak, sejak kapan Anetta bertukar kabar dengan Liovando via telepon?
"Pasti karena gue teleponin semalem." Akhirnya Diyara paham, ternyata bukan karena laki-laki itu ada rasa. Lagipula mana mungkin Liovando bisa berubah dalam semalam.
"Gue gak suka nama kontaknya, sepupu lo itu kayaknya tergila-gila banget sama nih orang. Cegil banget!" gerutu Anetta masih memandangi layar yang menampilkan panggilan itu.
"Gue no comment ya, Net, sekarang itu angkat dulu." Diyara merasa lebih khawatir pada ponsel itu. Ia berpikir, mungkin sedang ada hal penting sehingga Liovando menelepon Anetta.
Anetta mendecak, mau tak mau mengangkat telepon tersebut. Tentu di dahului oleh laki-laki di seberang sana.
"Siapa?"
Anetta tak langsung menjawab, ia melirik Diyara yang mengangguk, mengiyakan.
"Gue."
"Gue gak tau siapa lo, tapi kenapa lo nelepon?"
"Kepo." Anetta memutar bola matanya malas, "Lo gak bakal tau gue, bye!"
Belum sempat orang di seberang membalas, Anetta lebih dulu mematikan sambungan. Ia malas berbicara dengan orang yang ia benci. Ralat, sedikit benci.
"Lo yakin udah gak suka sama Liovando?" tanya Diyara mengambil alih atensi Anetta.
Anetta mengangguk, ragu. Ia tak benar-benar yakin. "Dia bukan orang yang sama."
Diyara membuang napas, entah mengapa ia yang merasa frustrasi dengan kehidupan gadis di hadapannya. Terlalu dramatis yang ditaburi dengan bumbu magic. Bahkan sampai sekarang ia menolak percaya.
"Lo mau ngapain sekarang?" tanya Diyara lagi setelah diam beberapa saat.
"Gue belajar otak-atik nih ponsel. Gue harus bisa dalam semalam." Anetta berkata mantap.
Diyara hanya mengangguk, "Lo lanjutin aja. Kalo ada hal yang sulit, bangunin aja gue jam empat. Gue ngantuk."
Anetta bergumam mengiyakan. Ia membiarkan Diyara mulai tidur di sampingnya. Sementara ia bangkit dari ranjangnya menuju meja belajar kamarnya. Mulai melakukan aksinya pada ponsel tersebut.
"Ini yang namanya foto kan? Tapi versi soft file?" Anetta terkikik geli menyadari dirinya sudah melampaui tingkat perbendaharaan kosa-katanya. Ia bahkan tak ragu jika berucap seperti pertama kalinya.
Selesai membongkar galeri dan aplikasi lainnya pada ponsel itu, Anetta tersenyum simpul. Ternyata tak sesuai perkiraannya, karena sebelumnya ia memang mengenal icon-icon tersebut. Tak sulit jika sudah mahir dalam menggunakan laptop atau komputer, karena memiliki icon aplikasi yang hampir sama.
Ia menutup ponselnya, membuat layarnya menggelap. Lantas beralih mengisi dayanya. Setelahnya beranjak ke arah rak yang berisi buku bermacam jenis. Lebih dominan tentang pelajaran sekolahnya. Ia mengambil salah satu buku, kemudian duduk di kursi samping rak. Mulai tenggelam dalam bacaannya.
Di tengah bacaan, Anetta melirik jam dinding. Masih ada 2 jam lagi sebelum jam 4. Sepertinya malam ini ia harus melakukan aktivitas yang tak membuatnya mengantuk. Ia tak berniat begadang, hanya saja ia takut memejamkan matanya. Sebab begitu ia terhanyut dalam tidurnya, maka perlahan kenangan-kenangan kehidupannya di masa lampau akan menjadi bunga tidurnya. Tentu itu sangat menyakitkan dan menumbuhkan lebih banyak penyelasan dalam hidupnya.
Ting!
Anetta menoleh ke arah meja belajarnya. Seingatnya, ia sudah mematikan ponsel itu. Lantas kenapa ponsel itu bisa menyala?
Demi mengenyahkan rasa penasarannya, Anetta melangkah ke arah meja belajar. Ia mengecek ponsel tersebut.
Mati. Tidak menyala seperti tadi.
Anetta mengernyit, ia tak mungkin salah lihat. Ia yakin tadi ponsel itu menyala.
Anetta ...
"Siapa?"
Tak ada sahutan. Namun, sebuah cahaya biru terlihat berpendar di langit-langit kamar.
"Yers?"
***
Diketik : 736 kata
Diharapkan menekan bintang dan meluweskan jari untuk berkomentar yang baik dan sopan; Terima kasih.
See u chap esok~
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi : Anetta's Journey
Fantasía[ Follow Sebelum Baca! ] Setelah perjalanan panjang menemani kisah Reylia dan Redinal, kini kisah sang antagonis-Anetta Gerlyana-itu berakhir. Itu yang sebelumnya terpikirkan oleh Anetta Gerlyana. Namun, siapa sangka kejutan dari peri mungil itu me...