📓Moodnya sudah hancur, El tiba di rumahnya sekitar pukul 6 sore, ia memasuki kamarnya yang berada di lantai 2 dan sedikit membanting pintu kamar. Tas, jas dan seragamnya ia buka dan lempar sembarang arah, membuat semuanya berantakan di lantai. El bukanlah orang yang berantakan, namun kali ini hatinya yang menyuruhnya untuk serampangan.
Tubuhnya ia bating pada ranjang yang empuk, El pada langit-langit kamarnya yang putih dan sedikit gelap karena kini sudah menjelang sore hari. Lintasannya teringat tentang Canda yang mengungkapkan perasaannya pada Nathan, melihat bagaimana Nathan tersenyum lebar pada Canda dan mendengar semua pernyataan Canda, membuatnya mengepalkan kedua tangannya.
Matanya kini mulai berkabut, pelupuk sayu nya mengeluarkan air mata yang semakin El ingat wajah Nathan yang tersenyum, semakin air mata itu terjatuh. Ingin sekali rasanya senyum manis Nathan tertuju hanya untuknya, namun Nathan sudah mendapatkan pengganti dirinya. Lalu ia bisa apa? Merebutnya kembali? Apa dengan El merebut Nathan dari Canda, ia bisa menjanjikan kebahagiaan untuk Nathan? Bahkan ia juga tidak tau.
Tok.. tok.. tok..
"El, turun yuk kita makan malam"
Suara Mama Hira menyadarkan lamunanya, El terbangun dan terduduk di tepian kasur. Ada bekas garis air mata yang sudah mengering di wajahnya, tubuhnya berantakan dan rambutnya tak kalah acak-acakan. Tak tau mengapa El menjadi sangat moody malam ini, bahkan makan saja El tidak selera.
El beranjak dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi, membasuh wajahnya sedikit agar terlihat lebih segar. El melihat pantulan dirinya dalam genangan air di westafel, samgat terlihat kacau. Ini bukan kali pertama El merasakan sakit hati, namun mengapa kali ini jauh lebih sakit.
Kini El sudah mengganti pakaian seragamnya menjadi kaus hitam polos dan celana pendek, pakaian santai karena ia akan makan malam dan segera kembali ke kamarnya untuk istirahat. Seperti biasa, El, Mama Hira dan Papa Ken bercengkrama hangat, menceritakan kesibukannya hari ini. Papa yang sibuk dengan urusan kantor dan clientnya, Mama yang sibuk di toko kue, dan El yang sibuk belajar -dan penyesalannya-
"Gimana sayang sekolah kamu? Ada yang buat kamu gak nyaman?" Ternyata Mama menyadari tingkah El yang sedikit tak bersemangat untuk makan malam.
"Nggak ma, El nyaman aja kok.." jawabnya dengan sendok yang masih saja ia mainkan di atas piring berisikan nasi dan lauk pauk penyanding.
"Di betah-betahin ya El, setaun lagi kamu lulus kok" Papa ikut kedalam percakapan tersebut.
"Oh iya, tadi Mama terima amplop lagi, udah mama taro di meja, kamu udah baca?"
Ada lebih dari puluhan amplop yang berisikan undangan masuk perguruan tinggi dari berbagai negara di seluruh penjuru dunia, hanya untuk El. Mudah saja bagi El memilih universitas bergengsi manapun yang ia mau, mau itu di dalam atau di luar negeri sekalipun. Namun saat ini El sepertinya masih belum menepatkan pilihannya, atau mungkin sudah?
"Iya ma, aku udah liat tadi. Masih sama, undangan.."
"Jadi kamu mau pilih yang mana El?"
"Hmmm..." sebetulnya El sudah menentukan dimana dia akan berkuliah. Hanya menunggu moment untuk memberitau kedua orang tuanya.
"Tokyo university? sama kaya S1 papa? atau Manchester? Sama kaya S2 papa?"
"Kayanya El mau belajar di Belanda aja Pa..." pilihannya jatuh pada salah satu Universitas di Belanda.
"Belanda? Boleh, bagus juga Belanda El.."
Namun berbeda dengan Mama, ada sedikit kekhawatiran Mama akan berjauhan dengan anak sematawayangnya ini.
"Kamu yakin? Gak mau cari yang disini aja sayang?"
"El belum tau Ma, tapi El tertarik buat belajar di Belanda" ada maksud lain bagi El ingin belajar di Belanda, yaitu menghindari Nathan.
"Yaudah kalo kamu emang maunya ke Belanda, Mama dukung apapun buat kamu ya sayang.."
"Makasih Ma, Pa.. El ke kamar dulu ya, mau istirahat"
"Jangan belajar terus kamu El"
"Iya Pa..."
El beranjak dari kursinya dengan piring dan gelas yang ia bawa dan mencucinya di dapur, setelah ia cuci bersih, lalu El naik ke lantai 2 dan bergegas istirahat. Ia masuk ke dalam kamarnya yang gelap dan dingin, ingat dengan surat dan undangan yang berantakan di atas mejanya, El tarik kursi mejanya lalu menyalakan lampu meja, ia merapihkan beberapa kertas agar tak memenuhi mejanya yang selalu terlihat rapih. Setelah menurutnya kertas-kertas itu tapih tersusun sesuai ukuran, El pun mengambil box di ayas lemari pakaiannya yang memang khusus El punyabuntuk menyimpan kertas-ketas ujian ataupun brosur dari sekolah.
Box berwarna abu-abu itupun ia ambil, lalu El taruh di atas kasurnya. Sebelum El membuka box tersebut, ia menyalakan lampu utama, agar ia bisa merapihkan lagi isinya. Namun ternyata setelah El membukanya, ia melihat beberapa kertas warna warni khas sticky notes berserakan di dalam box tersebut. El terdiam dan memandangi beberapa kertas yang memiliki memori yang besar baginya. Ada lebih dari 100 sticky notes mungkin dalam kotak itu, El mengambil salah satu dari beratus-ratus kertas.
"Rise and shine! El, semangat ya latihan baseball nya! Nanti Nana sama temen-temen Nana dateng buat semangatin El! Fighting!
Nana, ❤️"
Sticky notes tersebut ternyata adalah notes yang selalu El terima setiap harinya dari Nathan. Selama ini El tak pernah menerima pemberian makanan dari Nathan, namun sticky notes nya selalu El simpan dengan rapih di dalam kotak ini. Ada banyak alasan El selalu tak menerima pemberian makanan dari Nathan.
El tak suka susu melon, namun bagaimana ia memberi tau Nathan soal itu? Maka dari itu El selalu menolaknya mentah-mentah bahkan memberinya pada Barra. El tak terbiasa dengan hadiah, baginya itu hanya membuang-buang uang Nathan, namun El tak tau bagaimana cara menegurnya, El takut Nathan menjadi sakit hati, jadi ia bersikap acuh padanya.
Ada banyak sekali notes yang El simpan, tak tau alasannya namun El sedikit merasa senang. El mengambil dan membaca ulang beberapa notes yang Nathan tulis untuknya, El tersenyum membaca tulisan Nathan, terlihat sangat ekspresif dan ceria. Seketika El terbayang wajah Nathan yang selalu tersenyum ketika ia bertemu dengannya. Lucu dan manis.
Sedetik kemudian senyumnya sirna, tak akan ada lagi senyum manis itu untuknya, senyum itu sudah menjadi hak milik Canda. El bergegas memasukan kembali sticky notes itu dan menyimpannya di atas lemari. Tak sepantasnya El masih memikirkan Nathan yang sekarang sudah menjadi kekasih dari teman sekelasnya.
El lempar surat-surat yang sebelumnya ia rapihkan itu ke atas meja belajarnya lagi. Lalu ia naik ke atas kasur untuk segera tidur, melupakan semuanya yang terjadi hari ini. Berharap esok hari ia tak bertemu dengan Nathan, El takut, hatinya semakin tak rela melepas Nathan.
Semoga saja dengan dirinya memantapkan diri untuk berkuliah di Belanda, hati dan pikirannya akan melupakan Nathan.
=== To Be Continued ===
.
Mii 🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH | minsung
Teen Fiction୨୧ Sulit bagi Nathan (Han Jisung, 17) mengejar cinta selama 2 tahun kepada Elvano (Lee Know, 17) yang ia temui pertama kali di dalam Kereta antar kota yang mengantarkan mereka ke Sekolah tercinta. Hingga suatu hari Nathan (Han Jisung, 17) mencurahka...