08

46 3 0
                                    






Dilapangan Lebak Bulus, Tjitji sudah berdiri bersama dengan para penghibur lainnya di pesta rakyat hari ini. Tjitji hari ini memakai kulot cutbray berwarna coklat tua dengan blouse bunga-bunga setali. Rambutnya yang hitam berombak dibiarkan tergerai memanjang, selalu tidak lupa hiasan jepitan bunga matahari. Sepatu pantofel coklat keluaran terbaru hadiah dari Kokoh Budi.


Meskipun dirinya cemas, namun dia berusaha menampakkan wajah yang sumringah, tidak ingin mengecewakan Nyonya Letjen Suardi yang khusus mengundang Tjitji selama dua hari di pesta rakyat kali ini. Tidak ada yang tau kejadian kemarin, kecuali dirinya dan Hilmar. Lelaki muda itu kemarin menjadi pahlawan dihidupnya. Dia tidak akan lupa kebaikan Hilmar untuk seumur hidupnya.



Ngomong-ngomong soal lelaki bernama Hilmar, dirinya kemarin menjanjikan akan datang melihat penampilan Tjitji dihari ini. Namun sejak tadi dia tidak kunjung terlihat dimata Tjitji. Mungkin lelaki itu tidak bisa datang, pikir Tjitji. Dia orang yang sibuk macam Kokoh Budi nya, seorang penerus perusahaan keluarga, tidak mungkin hanya tinggal diam duduk dirumah. Pasti saat ini lelaki itu sudah berkelana ketempat usahanya berada.



Untunglah Tjitji hari ini tidak sendirian, dia telah insyaf untuk bepergian sendiri. Takut mengalami hal seperti kemarin, hari ini dia ditemani oleh Mba' Ninik, juga seorang sopir Mang Ujang pekerja setia dirumahnya.


Dirinya asyik merenung diri, bahkan sampai-sampai tidak sadar dia berusaha menggigit kulit jemarinya. Kebiasaan buruk dirinya dikala kuatir akan sesuatu. Ketika ingin menggigit kembali jemarinya seseorang menegur dirinya dengan suara yang lembut tapi berat, terdengar sangat maskulin ditelinga Tjitji.


"Jangan dikelopek jarimu Tji. Kalau nervous, kamu makan kembang gula ini saja. Nanti jarimu berdarah"


Seketika Tjitji berbalik kearah orang yang menegurnya. Dilihatnya lelaki muda yang sedari tadi dia tunggu kedatangannya. Senyum menghiasi wajah pemuda itu, meski terdapat peluh didahinya tapi tidak meluruhkan ketampanan diwajahnya.


Berbalut kemeja coklat muda yang dua kancing atasnya sengaja terbuka dan stelan celana coklat tua, dan sepatu kulit hitam mengkilat. Tatanan rambut disisir kebelakang, sangat berkesan dandy dan parlente dimatanya. Diam-diam Tjitji terkesima dengan pemuda yang pernah bertengkar dengannya itu. Gagah gentle kesannya disore hari ini.



"Tji, kamu baik-baik saja kan? Kaki kamu sudah baikan? Tidak keseleo lagi? Kenapa memakai pantofel hak tinggi, nanti kaki kamu susah digerakkan".



Terdengar nada kuatir didalam kalimat Hilmar yang dia sampaikan barusan. Bagaimana dirinya tidak kuatir, setelah melihat dengan mata kepala sendiri, ada seseorang hampir dilecehkan, tentu saja dirinya akan sangat cemas dengan keadaan gadis itu.



"Ini lagi, memakai blouse setali, apa tidak ada pakaian lain dirumah kamu Tji. Kalau tidak, nanti minggu depan aku ke Belanda, aku akan belikan kamu beberapa pakaian yang pantas, jangan baju yang mengundang nafsu seperti ini."


Terdengar suara ketawa Tjitji. Dirinya senang, ada seseorang yang khawatir kepadanya. Dia pun memukul pelan bahu Hilmar, seraya memperbaiki letak kerah kemeja Hilmar.


"Hahaha, kamu khawatir yah. Terima kasih. Baju aku banyak dialmari. Belum lagi masih ada beberapa yang dijahit dimodiste. Ini namanya gaya Hilmar, toh aku juga punya coat. Tapi dipegang oleh Mbak Ninik, kan aku sebentar lagi akan tampil dipanggung."


Sambil berbicara, Tjitji juga sempat mengambil sapu tangan di tas kecilnya. Dilapnya bekas keringat yang berada di dahi Hilmar. Pelan dan lembut. Membuat keduanya merasakan detak jantung yang berdegup kencang. Belum lagi, mata mereka beradu pandang. Jarak mereka sangatlah dekat, bila dilirik oleh siapapun, pasti mereka dikiranya akan berciuman.



"Ah maaf, aku lancang" Tjitji meminta maaf ke Hilmar yang telah lancang menghapus keringat didahinya tanpa meminta izin kepada Hilmar.



"Jangan minta maaf. Aku suka" Hilmar menjawab dengan mata yang tidak lepas dari wajah Tjitji.


Merona merah pipi Tjitji, panas seketika wajah manisnya. Dirinya langsung tertunduk malu. Tersipu-sipu menahan gejolak yang teramat aneh yang belum pernah Tjitjti rasakan.


"Ah. Sepertinya sudah waktu aku untuk tampil. Aku kesana dulu"


Baru saja Tjitji hendak melangkah, namun Hilmar dengan cekatan memegang tangan Tjitji. Ditariknya Tjitji hingga hampir saja mereka berpelukan. Tjitji pun kaget dan tidak bisa lagi menutupi pipi yang merona merah diwajahnya itu.


After LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang