10

43 3 0
                                    






Sekitar sepuluh menit berlalu dengan berbasa-basi, Tjitji pun memutuskan untuk menyudahi perbincangan dengan beberapa pemuda kenalan Ibu Letjen Suardi. Beliau pun sedikit terheran, karena baru kali ini Tjitji meminta permisi cukup cepat tidak seperti biasanya menemani Ibu Letjen sampai selesai.


Tjitji pun melangkahkan kakinya ke arah Hilmar. Dilihatnya Hilmar sedang bersedekap tangan sambil menatap tajam Tjitji yang terburu-buru berjalan kearahnya.



"Hilmar, maaf lama. Aku harus menemani Ibu Letjen Suardi bercakap dengan kenalannya. Gimana nyanyianku tadi? Kamu suka?" tanya Tjitji




"Merdu, membuai hati siapapun yang mendengarkannya" balas Hilmar



"Aelah gombal anda bung" Tjitji pun memekul ringan bahu Hilmar, yang tidak tahan akan kegombalan lelaki indo-jepang itu.


"Ngapain gombal sih Tji. Kamu g kalah kok dengan para biduwan-biduwan tanah air. Suara kamu emang merdu. G bohong aku" kata Hilmar


"Loh. Bung Hilmar, anda berada disini juga toh rupanya." Tiba-tiba Ibu Letjen datang menghampiri Tjitjti dan Hilmar.


"Iya Ibu Letjen Suardi. Aku diundang khusus oleh biduawan Ibu. Sebagai seorang gentleman, aku harus datang. Sesibuk apapun itu." jawab Hilmar dengan senyuman menawan menatap Tjitji.


"Apaan sih Hil. Ngaco. Aku g undang khusus yah kamu. Aku kan bilangnya kalau aku bakalan nyanyi lagi disini, terserah kamu mau datang atau g." Tjitji menyanggah ucapan Hilmar.




"Eh, kalian saling kenal toh. Wah, ada apa ini Tji." Ibu Letjen terheran melihat keakraban Tjitji dengan Hilmar.



"G ada apa-apa Bu. Kami berdua boleh dikata baru aja berkenalan dan entah mengapa bisa akrab gini. Iya g Hil?" Sanggah Tjitji cepat-cepat.



"Akur Bu." Hilmar menahan tawanya setelah mendengarkan ucapan Tjitji.



"Bung Hilmar tau tidak, yang bulan lalu aku minta bertemu di Anyer, tapi kamu menolak alasan Bung Hilmar lagi berpelancong ke Surabaya. Sebenarnya aku ada keinginan memperkenalkan Bung ke Tjitji. Tjitji ini dah ku anggap seperti adik aku sendiri. Usia sudah matang tapi belum ada kupu-kupu yang datang. Tapi nyatanya sekarang malahan kalian berdua sudah asyik bersenda gurau. Wah, keduluan". Ucap Ibu Letjen terkesan dengan alur cerita yang disuguhkan Tuhan lewat Hilmar dan Tjitji.



"Itu namanya takdir Bu. Mungkin jalannya saya dan Tjitji berkenalan bukan dengan Ibu tapi dengan secangkir kopi panas. Iya kan Tji?" Ledek Hilmar ke Tjitji yang kini melotot kaget, antara malu dan g percaya dengan ucapan Hilmar.



"Kapan-kapan saya harus mendengarkan cerita kalian. Sekalian kita minum kopi dan keik. Bung Hilmar pasti belum tau, keik buatan Tjitji g ada saingannya. Juara 1 se Batavia. Bung Hilmar harus maksa Tjitji minta dibuatin keik, apalagi keik kukus coklat. Andalan Tjitji itu."



"Bagaimana kalau minggu depan aku menyelenggarakan pesta teh dirumahku, undangan khusus untuk Bung Hilmar dari aku dan Tjitji. Anda setuju Bung?" Ucap Ibu Letjen.


"Aku sangat setuju dengan rencana anda. Ibu kirimkan saja surat undangannya kerumah. Dengan senang hati aku pasti akan datang untuk menikmati kue keik coklat buatan biduwan cantik Tjitji." Hilmar dengan sengaja mengedipkan matanya kearah Tjitji yang saat ini melotot tidak percaya akan kelakuan terang-terangan Hilmar.




"Hahaha, oke kalian berdua saya tinggal dulu. Bung Hilmar tolong jagain Tjitji yah. Tji, Ibu pulang dulu. Kamu hati-hati dijalan. Sampai bertemu lagi dua sejoli". Ibu Letjen melangkah pergi menyisakan dua anak muda beda gender itu mematung, sebenarnya yang canggung itu hanya Tjitji, sedangkan Hilmar asyik menatap wajah Tjitji yang merona menahan malu.



"Tji. Lihat aku dulu. Besok kamu ada waktu g? Aku ada warung kopi yang seduhan kopinya enak. Kalau mau, kita janjian besok. Gimana?"



"Aku g bisa janjiin. Aku kalau g ada show, sulit keluarnya. Tapi aku usahain yah Hil. Tapi g janji loh aku."



"Baiklah. Aku tunggu kamu disana. Kamu datang atau g, tetap aku tunggu." Ujar Hilmar memastikan Tjitji.



"Aku pulang duluan yah Hil. Maaf g bisa berlama-lama. Papi aku bakalan g izinin aku keluar lagi kalau aku kelamaan pulang. Aku usahain datang besok." Jawab Tjitji




"Iya, kamu pulang duluan. Aku antar ke mobil kamu yah."



Sesampainya di parkiran mobil, Tjitji yang hendak memasuki mobilnya melihat kearah Hilmar yang tersenyum kepadanya. Seraya dirinya mengucapkan Jangan kuatir, besok kita pasti bertemu lagi Tji.




After LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang