CHAPTER SEVEN
.
.
.Hatinya pundung. Kakashi tengah meratapi perbuatannya hari ini. Lagipula, bagaimana bisa dengan hanya melihat Iruka terluka membuatnya lepas kendali? Seharusnya, itu adalah hal yang biasa bagi shinobi.
Yang terpenting, permintaan maafnya seolah tak berguna. Bunga tulip itu sudah kotor dan entah mengapa Iruka tetap memegangnya. Bahkan beberapa kelopaknya sudah jatuh dan memebuat beberapa bunga menjadi tidak utuh. Pria ini henar-benar terlalu baik.
Terutama, dia tak mengerti mengapa Iruka repot-repot datang ke rumah sakit untuk menjelaskan kepada dokter disana dan meminta maaf kepada pencuri tersebut. Melihat Iruka hanya diam saja ketika disebut chunin rendahan oleh pencuri itu membuat kemarahannya datang lagi. Jika Iruka tidak mencegahnya, maka sudah dipastikan jika rumah sakit akan berantakan.
Sekarang, pria ini mengajaknya ke suatu tempat. Nampaknya mereka tengah menjauh dari desa.
Selama di perjalanan, Kakashi tengah menyusun kata-kata yang harus diucapkannya sebagai permintaan maaf. Tentu saja dia harus menyusunnya dengan hati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman. Ia terus berpikir sampai akhirnya menyadari bahwa jalan yang dilaluinya terasa tidak asing.
Ini adalah jalan menuju rumah masa lalu yang ditinggali oleh dirinya dan ayahnya dulu.
"Baiklah. Kita sudah sampai. Lihatlah, Yuki."
Hamparan rerumputan dengan berbagai bunga yang tumbuh di permukaannya. Berwarna-warni menghias rerumputan yang berwarna hijau. Tentu saja Kakashi tidak pernah lupa dengan pemandangan yang jelas tercetak di ingatannya tersebut. Ini adalah taman bermainnya dan tempatnya berlatih dengan sang ayah dimasa lalu.
Karena musim semi, bunga-bunga bermekaran. Mereka tumbuh menyebar di hamparan hijau rerumputan. Itu adalah pemandangan yang sangat indah. Tempatnya tersembunyi dari desa sebab pohon-pohon tinggi yang menghadangnya. Begitu juga dengan semak-semak tinggi yang menghalangi pemandangan dari desa. Hamparan yang tak begitu luas itu terbuka sebab tak ada pohon yang menghalangi cahaya matahari dari atas. Sehingga bunga-bunga yang bermekaran itu nampak sehat.
"Rumah itu ternyata masih ada disana. Kira-kira milik siapa, ya?" Iruka bergumam pelan.
Apa?
Kakashi spontan menoleh. Dia tak heran, rumahnya terletak di pinggiran desa jadi tak banyak orang yang tahu. Ditambah tidak ada orang yang tinggal disana selepas ayahnya meninggal. Dia bahkan lebih memilih apartemen di desa karena lebih memudahkan aksesnya. Selama ini, rumah itu diurus oleh seorang wanita yang ia bayar untuk bersih-bersih.
Dengan menggunakan tangannya untuk menghalangi silaunya cahaya matahari, Iruka menatap ke atas pohon.
"Wah! Nampaknya pohon ini sudah tidak bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Kunai itu tetap berada disana sejak terakhir kali aku melihatnya."
Kakashi ikut menatap ke arah yang Iruka lihat. Kunai itu miliknya. Itu adalah kunai yang ia tancapkan disana, tepat sehari sebelum masuk akademi. Itu adalah bukti bahwa dia adalah jenius.
"Baiklah. Ayo duduk."
Jam makan siang sudah terlewat. Siapa sangka mereka telah mengelilingi desa sampai lewat siang hari. Karena itu Iruka membeli onigiri serta beberapa camilan sebelum pergi ke tempat rahasianya ini.
Tempat itu adalah tempat yang pas untuk berpiknik. Udaranya selalu segar meski hari sudah siang. Seolah atmosfer disana menyaring panasnya sinar matahari dan mengurangi energi panasnya. Iruka tahu. Ia bisa merasakan bahwa sinar matahari yang meneranginya tidak terlalu terasa oanas. Tapi tetap saja, ia lebih memilih untuk berteduh di bawah pohon yang rindang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kakashi, The Doggo
Fiksi PenggemarBagaimana jadinya jika Kakashi berubah menjadi anjing karena kecerobohannya sendiri? Hatake Kakashi, salah satu jonin elite milik Konohagakure menghilang selepas menjalankan misinya. Namun, siapa yang akan menyangka jika dirinya menjadi anjing yang...