PoL 4. Resemblance

1K 209 18
                                    

Happu reading:)

****

Air muka kebingungan terukir jelas di wajah mungil Lisa, dengan alis yang sedikit berkerut dan bibir terlipat, tercipta guratan kecil yang menandakan rasa heran akibat ekspresi kliennya. Jennie, yang selalu membawa pulang semangat ceria, hari ini menyiratkan kelelahan melalui wajahnya yang terkesan muram. Senyumnya redup bersembunyi di balik bayangan kekhawatiran atau beban yang belum terungkap akibatnya.

“Maaf aku agak telat.” Jennie berkata tanpa menoleh dan langsung membuka pintu begitu saja, mempersilakan Lisa masuk.

“Iya nggak papa, Kak.” Dalam diam dan ketenangan, Lisa melangkah mengintili Jennie menuju dapur.

“Aku cuma ada ayam panggang, nggak papa, ya?”

“Iya, Kak.” Lisa hanya bisa menurut, selain makanan sudah tidak perlu membayar, ia juga takut terlalu banyak omong ketika Jennie sedang dalam suasana hati buruk begitu. Salah-salah bicara sedikit saja bisa kena semprot.

Pantat tipis tersebut menemukan tempatnya di kursi kayu mengkilap di sekitar meja makan. Seperti biasa, Lisa meletakkan ransel di bangku sebelah dan duduk di depan kursi yang biasanya dihuni oleh Jennie agar mereka bisa berhadapan.

Lisa yang biasanya selalu memutar tubuh ke belakang untuk menonton Jennie menyiapkan makanan pun kali ini hanya membeku di tempat seperti patung. Tidak salah lagi, ada sesuatu buruk terjadi pada Jennie selama di kantor tadi. Kemudian Lisa terpikir, di saat seperti ini, apa yang akan papa Jennie lakukan untuk menenangkan anaknya?

“Aku ganti baju dulu.”

“Iya.” Barulah Lisa berani memandang Jennie lagi karena hanya terlihat bagian belakang tubuhnya saja dari kejauhan. Perempuan itu naik ke kamarnya yang terletak di lantai dua dan meninggalkan Lisa dalam penuh kepercayaan di dapur sendiri.

Terkadang, Lisa berpikir juga. Bukankah Jennie terlalu mempercayainya? Dikenalkan beberapa sudut rumah dan sering ditinggal di dapur sendiri, bagaimana jika ia mencuri sesuatu? Padahal mereka belum mengenal lama. Atau mungkin ini perilaku orang kaya yang tidak takut barangnya dicuri karena bisa membelinya lagi? Hm, menarik.

Sekitar lima menit kemudian, Jennie turun dengan pakaian lebih santai dan rambut dicepol. Sepertinya Jennie memang sangat menyukai rambut dicepol begitu, lagi pula rambutnya panjang sehingga kurang nyaman dibiarkan tergerai saat makan.

Suasana tetap sunyi. Jennie yang biasanya cerewet menceritakan segala hal kepada Lisa sekarang hanya diam mengecek microwave.

For f*ck’s sake, Jennie!”

Mendengar umpatan penuh penekanan itu Lisa refleks melengok ke belakang dan menemukan Jennie mengepalkan tangan di meja dapur. Astaga, ada apa ini? Kenapa Jennie sampai mengumpat segala?

“Kak, kenapa?” tanyanya hati-hati.

I forgot to press start,” jawab Jennie membuang napasnya kasar. Jengkel oleh keteledorannya sendiri Jennie tetap memencet start dan duduk di kursi menenangkan diri.

Ludah di tenggorokan Lisa seketika tidak tahu cara menggelincir turun, tertahan begitu saja di kerongkongan bersamaan dengan kekakuan sistem untuk merespons. Sementara itu, di depannya, Jennie menunduk menyokong kepala dengan tangan, pandangan tertuju ke meja. Jari-jarinya memijat pelipis dan dahi, menggambarkan tingkat frustrasi yang tak terucap.

Apakah masalah yang terjadi sedarurat itu?

“Kak.”

Jennie melirik ke depan tanpa mengangkat kepala, mata mencari-cari penjelasan tanpa menyuarakan rasa ingin tahu secara jelas.

Plate of Love ➳ JENLISA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang