Priang!
Jevan langsung menggapai pergelangan tangan istrinya yang baru saja menjatuhkan sebuah botol kaca. Meletakan Harin di kursi, tadi Harin berniat untuk menemui suaminya di lab rumahnya, tapi ia tak sengaja menyenggol sesuatu.
"Tanganmu terluka! Sudah kukatakan untuk tidak melakukan apapun," ujar Jevan membalut luka Harin dengan kain kasa.
"Beberapa hari lagi anak kita akan lahir, jad...."
"Hahaha, Jevan aku lelah selalu tidur jadi aku ingin menemuimu." Harin usap punggung tangan Jevan yang masih terlihat sangat khawatir. Harin tersenyum berusaha meyakinkan Jevan.
Tanpa suara, Jevan menunduk untuk membersihkan beling dan cairan yang tertumpah di lantai. Jevan terkejut, langsung berlari ke meja dan menyemprot telapak tangannya dengan cairan. Jevan raih masker dan sarung tangan, ia raih semua alat yang bisa melindungi tubuhnya. Hal itu membuat Harin bingung.
"Jevan, kenapa kau begitu berlebihan? Itu hanya beling."
"Memang hanya beling, tapi cairan ini adalah virus."
"Harin cepat mandi, dan pakai cairan itu. Ini berbahaya dan setelahnya kita ke rumah sakit."
Jevan adalah seorang dokter bedah dan seorang profesor. Selama menjadi dokter, Jevan sudah berhasil mendirikan tiga rumah sakit besar. Hari itu, Jevan bereksperimen untuk menggabungkan gen dari beberapa virus. Hingga hari ini virus itu lepas oleh Harin yang memecahkan botolnya. Jevan merutuki dirinya yang bodoh, kemarin Jevan berniat menelitinya di rumah, tapi karena ceroboh Jevan meletakkannya di meja.
Petugas lab memandang ngeri pada atasannya yang menatap sinis padanya. Semua bentuk pemeriksaan sudah Harin lalui, kini keduanya siap menerima hasil.
"Tuan Jevan, Nyonya Harin. Berat untuk menyampaikannya, virus ini mudah memasuki tubuh nyonya karena adanya luka kecil. Sedangkan tuan Jevan tidak terkena karena tidak memiliki luka dan langsung mencuci tangannya."
"Bisakah kau membuat obatnya?"
"Maaf tuan Jevan, kau adalah orang yang melakukan percobaan ini. Siapapun tidak akan tau obat dan sakit seperti apa yang akan ditimbulkan."
Jevan menatap sendu pada istrinya yang terdiam, tangan keduanya tak henti mengusap perut besar Harin. Semuanya sudah terjadi, Jevan sudah membuat vaksin. Tapi virus masih belum terkalahkan.
"Maaf kecerobohanku."
"Maaf karena tidak mendengarkan ucapanmu," Harin menangis di pelukan suaminya. Sekarang ia takut, takut untuk bertahan hidup.
"Bagaimana jika anak kita...."
"Tidak, semuanya akan baik-baik saja. Aku akan mencari semua cara untuk menemukan vaksin lain."
Jevan sudah siap dengan pakaian putihnya, dengan hati yang sedikit senang Jevan berjalan menuju dapur. Jevan bingung saat melihat meja makan yang kosong, Harin juga tidak ad di sana. Kenapa Harin tidak membuatkannya sarapan?
Jevan melihat Harin yang terduduk di depan televisi, televisinya itu menyala itu artinya Harin sedang menonton. Jadi apa alasan Harin tidak membuat sarapan? Jevan tidak menuntut Harin untuk melayaninya, tapi Jevan hanya heran melihat Harin yang berubah.
Jevan mendekat dan duduk di samping istrinya, Jevan memandang siaran televisi itu sebentar dan berniat menonton bersama. Jevan sedikit terkikik melihat adegan lucu yang ada di televisi.
"Hahaha, sayang lihat pemeran itu, dia...." Jevan menghentikan ucapannya melihat Harin yang menoleh ke arahnya. Tatapan kosong dan horor berhasil membuat Jevan terkejut. Jevan meraih tubuh Harin, Jevan sedikit terperanjat merasakan tubuh Harin yang kaku dan keras. Jevan mengusap ruam-ruam merah yang ada di leher Harin.
"Kau sakit?" Harin diam.
"Ayo ke rumah sakit," Harin hanya diam, tanpa pikir panjang Jevan menggendong Harin untuk ia bawa ke rumah sakit.
Jevan menghembuskan napasnya kasar, setelah memeriksa kondisi Harin. Virus sudah menyerang semua bagian tubuh istrinya. Harin menjadi aneh dan diam, memandang Jevan dengan tatapan yang sangat horor. Manik kelam dan menyedihkan.
" J Jevan!" Jevan menoleh mendengar Harin memanggilnya.
"Kenapa? Ada yang sakit? Katakan padaku."
"N napasku sulit, kepalaku sakit, pandanganku buram, seluruh tubuhku sakit seperti terbakar," Harin berucap dengan sangat sulit. Jevan menyadari satu hal, penyakit yang Harin derita sama dengan penyakit yang ditimbulkan beberapa virus itu.
"Tenanglah aku ak...."
" J Jevan, s sakit!"
"P perutku sakit," Jevan panik, Jevan menggendong Harin keluar dari ruangan itu sambil memanggil dokter-dokter. Jevan dapat melihat air ketuban yang mengalir dari tubuh Harin. Hidung dan telinga si cantik mengeluarkan darah, Harin menggenggam erat leher suaminya.
"Tolong persalinan istriku!" seru Jevan di depan ruang operasi. Semua dokter hanya diam, mereka takut untuk menyentuh Harin. Semuanya tau apa yang terjadi, virus itu bereaksi dengan cepat dan tidak ada penangkalnya untuk sekarang ini.
"Apa yang kalian tunggu, siapkan ruang operasinya!" Jevan memandang tak percaya pada semua dokter dan suster yang berada di depannya. Tidakkah mereka sadar bahwa Jevan adalah pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja?
"M maaf Tuan, kami takut."
"Brengsek, KELUAR DARI RUMAH SAKITKU!"
"Kami memilih tidak memiliki pekerjaan dari pada menangani hal ini," Jevan tersentak mendengarnya. Ucapan dokter perempuan itu sangat menusuk. Jevan memandang istrinya yang terus merintih kesakitan.
"Kalian berdua bersiap untuk ope...."
"Maaf tuan, kami memilih untuk tidak bekerja," saat itu juga, air mata Jevan jatuh mendengar penuturan suster yang cukup terpercaya.
"J–Jevan, bayi kita! Bayi kita."
"Tenang ya, tunggu aku sebentar." Jevan baringkan tubuh istrinya di kursi tunggu. Jevan memandang sinis pada semua pekerjanya, mereka hanya bisa menunduk membiarkan pemilik rumah sakit itu berlari sekuat tenaga.
To be continued~
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐼'𝑚 𝑁𝑜𝑡 𝐻𝑎𝑟𝑖𝑛
RomanceSetelah beberapa bulan kematiannya, Harin kembali bangkit. Jevan berhasil membangkitkan Harin dengan medisnya. Setelah dua tahun menyembunyikan keberadaan Harin, Jevan kembali memampangkan istrinya itu di depan semua orang. Semuanya tercengang melih...