3. Kelahiran

6 1 0
                                    

Jevan kembali dengan pakaian seteril, mendorong Harin dengan di atas bangsal rumah sakit untuk masuk ke dalam ruang operasi. Sebelum memulai operasinya, Jevan mengecup singkat bibir istrinya yang terus merintih.
Beberapa menit kemudian Jevan tak mendengar rintihan Harin lagi. Pada dasarnya operasi persalinan tidak dilakukan dengan bius total membuat Harin bisa melihat Jevan bekerja.

"Aku dulu sangat ingin ikut operasi dengannya, dan sekarang aku benar-benar ikut bersamanya."

Harin berkedip mendengar suara alat-alat yang membelah perutnya. Senyum manisnya tersungging melihat suaminya yang terlihat sangat tampan. Jika tau seperti ini, Harin akan mengikat Jevan di rumah. Harin tidak rela pandangan indah ini dinikmati orang lain. Harin cemburu, padahal Jevan adalah dokter bedah bukan bidan melahirkan.

Jevan memandang semua alat yang melekat di tubuh Harin ketika napas istrinya tersekat-sekat. Jevan memandang Harin dengan lekat, istrinya mengangguk sebagai sinyal agar Jevan melanjutkan semuanya.

"ARGH!" Harin berteriak merasakan sakit yang menyerangnya tadi. Sial, bius tidak berfungsi pada virusnya. Jevan panik melihat hidung Harin yang mengeluarkan darah. Pandangannya terbagi, di sisi lain ia ingin melepaskan semuanya dan membantu Harin. Tapi di sisi lain ia sudah bisa melihat wajah putranya yang meringkuk di dalam perut Harin.

"B bayi kita, c cepat Jevan."

Mendengar kesulitan Harin, Jevan menangis. Ia tidak sanggup melanjutkan semuanya. Nyawa Harin sedang di pertaruhkan. Jevan tau cepat atau lambat ia tidak bisa menahan kepergian Harin. Dengan cekatan dan air mata yang tak tertahan Jevan menyelesaikan operasi. Mengeluarkan anak mereka dan meletakkannya begitu saja di bangsal lain.

Harin menoleh dan tersenyum melihat anaknya,rasa sakit di tubuhnya bisa terbalas melihat putranya lahir ke dunia. Jevan menggenggam tangan Harin dengan kuat. Jevan meraih semua alat yang akan ia gunakan, tapi Harin lebih dulu bersuara.

"J Jevan, putra kita. Ak aku v virus!" Seakan mengerti Jevan menimang putranya untuk ia bersihkan. Melihat tangan Harin yang bergerak Jevan mendekat, Harin mengusap tubuh merah putra mereka dan tersenyum.

"J Jexian, Jexian Lee!" Jevan mengangguk dan membawa putra mereka keluar. Semua mata menuju ke arahnya. Bayi yang masih berlendir itu ia timang, Jevan terus aja menangis menatap malang nasib bayinya. Jevan sedikit senang melihat hasil tes, Jexian Lee bebas dari virus.

Dengan berbalut sebuah kain, Jevan membawa tubuh rapuh itu kembali ke ruang operasi. Harin pasti senang melihat anak mereka yang terlihat sangat senang. Jevan masuk, tangan Harin terkulai lemas di luar bangsalnya. Matanya terpejam dengan tubuh kaku. Jevan meletakan Jexian di bangsal kecil.

"H Harin?"

"Hariiin...." Jevan merinting menumakan sebuah fakta. Harinnya pergi.

Bugh! Bugh!

Jevan menangis sambil memukul dirinya sendiri sambil menyalahkan dirinya. Bodoh, Jevan bodoh. Karena dirinya Harin pergi. Virus itu yang membuat Harin pergi, Jevan bodoh dalam melakukan operasi. Semuanya salah Jevan.

Keluarga Harin datang karena Jevan baru mengabari mereka saat membersihkan Jexian. Melihat kehancuran menantunya, Hanzo langsung menahan Jevan agar tidak menyakiti dirinya sendiri. Suara tangisan mengisi seluruh penjuru ruangan.

Mendengar tangisan Jexian, Floryn menggendongnya. Bayi ini sangat malang. Semuanya menangis, tidak ada yang tidak bersedih. Jevan bahkan terduduk di lantai dengan pilu.

"Semuanya salahku. Brengsek, aku bajingan. Aku membunuh Harinku."

Grep!

Jevan pinsan di dalam pelukan Yuna karena suster suruhan Hanzo untuk membiusnya. Semuanya pulang, menyiapkan pemakaman Harin yang akan diselenggarakan. Tidak ada seorangpun yang datang, hanya ada keluarga inti dan para pelayan rumah. Semuanya takut, takut tertular.

Jevan terhenyak di teras rumah, tubuhnya tersandar di tiang teras. Pemakaman sudah selesai, bayangan wajah cantik Harin saat di dalam peti tidak henti berputar. Gaun pernikahan mereka yang indah ikut terkubur di dalam sana. Jevan menatap kedua tangannya, tangan itu yang menggendong Harin untuk masuk ke dalam peti.

Bibirnya yang terus berdoa, serta matanya yang tak bekerdip melihat kepergian Harin untuk selama-lamanya. Semua yang ada di tubuhnya terlihat menjijikan sekarang. Jevan tidak akan pernah bisa menerima semuanya. Menerima kenyataan bahwa dirinya yang bodoh.

"Jevan, sedih itu sudah pasti. Tapi kau harus merelakan semuanya."

"Ntahlah kak, semuanya seperti mimpi. Aku takut tidak bisa merawat Jexian."

"Masih ada aku dan Mama. Tenang saja, aku pasti membantumu."

"Aku tidak bisa kak, aku tidak bisa merelakan semuanya."

"Aku juga tidak rela Harin pergi dengan cepat. Biarkan Harin tenang."

"Boleh aku ikut dengannya kak?"

"Kau tidak iba melihat Jexian? Dia lahir dan kehilangan ibunya, haruskah dia ikut kehilangan ayahnya?"

"Tetaplah hidup untuk Jexian."

"Aku tidak tau cara merawat bayi."

"Aku akan mengajarimu, aku akan disini sampai kau bisa."

"Kau tidak sibuk kak?"

"Tenanglah, itu bisa diatur. Aku tak ingin anak adikku tidak merasakan apa itu ibu. Biar aku yang menjadi ibunya."

"Boleh Jexian memanggilku Mama?"

"Tentu, dia juga anakmu."

To be continued~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued~

𝐼'𝑚 𝑁𝑜𝑡 𝐻𝑎𝑟𝑖𝑛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang