Jevan terdiam melihat peti mati yang terpajang di rumah keluarga Han. Kabar duka kembali menyelimuti keluarga Han. Belum sampai tiga bulan kematian Harin, luka yang diberikan belum pulih tapi Tuhan menambahkan luka baru di hati mereka. Takdir Tuhan tidak bisa diubah dan tidak bisa ditebak. Kematian bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan dalam keadaan apa saja. Semuanya tidak menyangka akan kehilangan sosok cantik itu secepat ini.
Yuna Han meraung dan terisak di dalam pelukan Hanzo. Pria tua itu ikut menangis menyaksikan kematian putrinya. Harin baru saja pergi, sekarang mereka berdua harus dihantam batu besar, menelan fakta bahwa Floryn sudah menyusul adiknya.
Yuna dan Hanzo tidak terima melihat kedua putrinya yang pergi secara tragis. Yuna bisa merelakan kepergian Harin tapi tidak dengan Floryn. Gadis cantik itu pergi dengan keadaan yang tidak baik. Floryn jadi korban tabrak lari. Tidak ada gaun indah yang membaluti tubuhnya, hanya ada plastik yang membaluti tubuh setengah hancur Floryn Han.
Semuanya terjadi dengan sangat mudah, hari ini Floryn mendatangi rumahnya, dia sangat merindukan Yuna dan Hanzo. Floryn memberikan kabar bahwa ia akan pulang malam nanti. Jevan akan pergi ke Canada karena rumah sakit yang ia buka di sana sudah selesai. Yuna dan Hanzo sudah tau soal itu, karena Jevan sudah berpamitan lebih dahulu. Di perjalanan pulang Floryn dikabarkan terlindas mobil teronton tepat di bagian atas. Kematian datang begitu saja.
Jevan mengusap lengan ibu mertuanya yang memeluk batu nisan Floryn. Pria itu beranjak menuju tanah hijau yang ada di samping Floryn. Jevan berjongkok untuk memeluknya, Jevan ingin menangis tapi hatinya berkata lain. Terlalu sakit untuk meneteskan air mata setelah tiga bulan terakhir.
"Sayang, aku datang lagi. Tanpa sengaja aku menemuimu. Aku merindukanmu, sudah beberapa hari ini aku tidak datang, aku sibuk sekali." Suara Jevan sangat kecil, Yuna dan Hanzo yang tak jauh dari dirinya saja tidak mendengar ucapan Jevan, apalagi mereka terus terisak.
"Aku akan pergi dari sini, aku akan datang dalam waktu yang lama."
"Jika kau tau apa yang aku lakukan kau pasti akan marah padaku, aku terlihat sangat brengsek."
"Aku akan menikah."
"Maaf, aku tidak berniat menduakan cinta kita. Aku terlalu mencintaimu, hingga berbuat hal sebodoh ini. Terlalu sakit bagiku untuk tidak melihatmu sehari saja. Terlalu sakit untukku bisa menerima orang lain selain dirimu, tapi aku terpaksa melakukan hal ini."
"Satu hal yang harus kau tau, aku sangat mencintai. Aku harap kau selalu ada di setiap langkahku, menemaniku tanpa aku tau. Terima kasih sudah berjuang sejauh ini bersama, terima kasih untuk ingatan terindah yang pernah kau ukir di dalam pikiranku."
"Terima kasih sudah melahirkan Jexian ke dunia, pemberian terindah yang kau berikan padaku. Terima kasih untuk semuanya, dan maaf karena aku melakukan hal ini."
"Aku mencintaimu Harin Lee," Jevan melepas cincin nikahnya dan ia masukan ke dalam kotak kecil. Tangannya berusaha membuat lubang kecil di atas tanah milih Harin. Mengubur cincin itu di sana dan berlalu pergi.
Jevan memandang wajah cantik Floryn yang terbaring tenang di kasurnya. Senyum miring tercetak di wajahnya saat mengusap pipi lembut Floryn. Gadis itu terlihat sangat tenang di bawah pengaruh bius. Jevan duduk di birai kasur untuk bisa mengusap rambut-rambut Floryn dengan lebih nyaman.
Dengan sikap pahlawannya Jevan menarik gadis itu untuk turun, gadis itu menangis di dalam dekapan Jevan. Jevan membawa tubuh kecil itu untuk duduk di bangku, Jevan memberikan gadis itu air dan berusaha meredakan tangisannya.
"Kau masih terlalu muda untuk mati, apa alasanmu seperti ini? Masih ada jalan keluar dari semua masalah."
"T tuan, kau tidak tau masalahku jadi diam saja."
"Aku juga punya masalah, mari kita melompat berdua."
"Kenapa kau ingin melompat ke sana? Itu tinggi."
"B boleh aku bercerita padamu?" Jevan mengangguk dan menggeser tubuhnya untuk dijadikan sandaran sang gadis.
"Orang tuaku punya banyak hutang, aku hampir tidak waras melihat orang tuaku tersiksa. Aku ingin mati saja, aku tidak kuat melihat itu semua."
"Itu? Kau bisa bantu kerja untuk mendapatkan uang."
"Aku ingin mati saja, tidak hanya itu. Masih banyak masalah yang membuat kewarasanku hilang."
"Aku bisa melunaskan hutang kedua orang tuamu."
"Benarkah?"
"Tentu saja semuanya tidak kau dapatkan percuma. Aku bukan orang baik seperti yang kau pikirkan nona!"
"Apa permintaanmu?"
"Kau ingin mati?" gadis itu mengangguk.
"Baiklah, aku akan memberikanmu uang. Tapi kau harus tetap bunuh diri," gadis itu menyeringit mendengar penuturan Jevan, apa yang pria itu maksud?
"Cukup tabrakan dirimu dengan mobil teronton telat di kepala kalau bisa semua badanmu hancur." Gadis itu takut sekarang, Jevan terlihat sangat menyeramkan.
"Aku akan membayarkan hutang orang tuamu serta memberikan orang tuamu uang untuk keperluan berusaha."
"Kenapa harus tepat di kepala? Itu menyeramkan."
"Baiklah kalau tidak mau." Jevan ingin beranjak tapi pergelangannya ditarik oleh sang gadis, Jevan tersenyum miring. Gadis itu mengangguk pelan sambil menangis, demi orang tuanya ia rela. Ia pikir Jevan adalah orang baik, tapi nyatanya dia adalah seorang bajingan.
"Apa alasanmu?"
"Aku suka melihat orang lain tersakiti, jadi mari kita ambil uangmu. Dan jangan libatkan aku dengan hukum, kita buat perjanjian dulu. Hitam di atas putih, kau atau keluargamu tidak bisa menuntut."
Sudah dua Minggu lebih Jevan terus mendatangi tempat ini, jembatan. Tempat kasus bunuh diri terbanyak yang ada di daerahnya. Jevan selalu duduk di bangku pinggiran sungai, menunggu seseorang untuk melompat. Dan Jevan tidak menyangka malam ini adalah malam terakhir ia menunggu.
To be continued~
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐼'𝑚 𝑁𝑜𝑡 𝐻𝑎𝑟𝑖𝑛
RomanceSetelah beberapa bulan kematiannya, Harin kembali bangkit. Jevan berhasil membangkitkan Harin dengan medisnya. Setelah dua tahun menyembunyikan keberadaan Harin, Jevan kembali memampangkan istrinya itu di depan semua orang. Semuanya tercengang melih...