Bakso Pak Asep

753 58 5
                                    

Bawahan Pak Bowo akhirnya selesai bekerja. Mereka saling tersenyum dan berterima kasih karena sudah bekerja keras beberapa hari ini.

"Duh, capek banget tubuh ini." Keluh Rizky sambil merenggangkan tubuhnya yang kaku.

Agung mengangguk setuju. "Padahal hanya duduk mendengarkan pembicaraan, tapi ini juga cukup melelahkan."

Disisi lain, Rajif memeriksa jam tangannya sebentar. "Hm udah jam segini." Dia bergumam sebentar dan menatap Rizky dan Agung bergantian. "Kalian istirahat dulu."

Teddy sendiri tengah sibuk dengan handphonenya, mengirim pesan pada Nafla yang kemungkinan besar handphonenya mati.

"Lagi istirahat ya?" Ucap Teddy pelan dan menyimpan handphonenya kembali di dalam saku.

"Pak Teddy mau pulang dulu atau―"

Teddy lalu berbalik. "Ah, saya juga mau janjian sama seseorang."

"Hati-hati pak Teddy!" Agung berujar dan duluan pergi mencari makan. Disusul dengan Teddy dan Rizky. Kini hanya tersisa Rajif yang berdiri sebentar, menunggu pesan dari Liam masuk. Mereka harus membicarakan beberapa hal.

•••

"Lah? Teddy?!" Kaget Nafla melihat pria berkemeja putih itu kini berada di depan pintu rumahnya. "Ngapain kemari?!"

Teddy membuang wajah canggung, sepertinya dia terlalu khawatir pada wanita di depannya. Lihatlah dia, menggunakan baju santai namun dengan kompres yang masih menempel di dahinya.

"Itu.. mau ngecek aja." Balas Teddy sambil berdehem menyembunyikan rasa canggungnya. "Kamu.. ekhm, kamu udah baikan?"

Wanita itu mengangguk. Untungnya Liam segera memberikannya obat dan menyuruhnya untuk beristirahat setelahnya.

"Kalau gitu mau tidak, kita.. makan bakso.." tanya Teddy ragu-ragu. Kenapa malah dirinya yang gugup seperti ini. Padahal dia hanya berhadapan dengan Nafla, bukan dengan presiden.

Senyum Nafla seketika melebar. Teddy benar-benar penyelamatnya hari ini. Sungguh, dia dari kemarin ingin sekali makan bakso namun dilarang keras oleh Liam yang membuatnya kesal dan ngambek pada kakaknya itu hingga pagi.

Setelah berganti pakaian, Nafla kemudian menarik Teddy menuju tempat makan bakso langganannya sejak dulu.

"Pak Asep!" Sapa Nafla girang pada sang penjual bakso.

"Eh neng Nafla. Lama gak ketemu!" Balas sang penjual dengan ramah. "Pesan kaya biasa?"

Nafla mengangguk. "Pesan gih." Suruhnya pada Teddy.

"Samain aja."

Pak Asep lalu mempersilahkan keduanya untuk duduk. Keduanya duduk berhadapan dengan Nafla yang tersenyum kebar. Teddy melihat gadis itu yang begitu senang hanya untuk semangkuk bakso.

"Btw, Teddy pangkatnya apa?" Tanya Nafla penasaran.

"Saya? Pangkat saya Mayor." Jawabnya sambil tersenyum.

"Ha?!" Teriak Nafla tanpa sadar dan membuatnya spontan menutup mulutnya dengan cepat. "Ma-mayor?" Ulangnya berbisik pada Teddy yang diangguki pria itu.

Dia menatap lamat wajah Teddy. "Teddy kelahiran berapa?"

"1989." Balas Teddy santai membuat Nafla lagi-lagi melongo. Dia mengira selama ini Teddy ini seumuran atau lebih tua setahun darinya. "Dipanggil pak Teddy kaya biasa aja ya pak."

Si Abdi Negara Dingin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang