Four

188 17 28
                                    

♪Malam pertama♪

♪Malam pertama♪

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ramaikan oke😚

Dengar! Kalian boleh kok komen banyak² semau kalian, no limit, malah aku seneng dengan itu. Jangan sungkan² oke. Nikmati cerita ini selagi aku berikan gratis untuk kalian semua😉

°°°

"Apa kita akan melakukannya?" Tak henti-hentinya Jina gugup, berdebar-debar jantungnya.

Membuang muka, Jina rasa tidak sanggup menatap wajah suaminya sendiri.

Sementara dengan Jimin yang mendengar pertanyaan istrinya, hanya menyungging senyum, lalu menggenggam kedua tangan Jina. Mengangkat dagu istrinya sehingga keduanya saling menatap lagi.

"Aku tidak akan memaksa jika kau belum siap," terang Jimin. Perkataannya cukup membuat Jina sedikit merasa lega.

"Maafkan aku." Jina menyesali. Tetapi juga tidak bisa memaksakan diri untuk memberi hak Jimin sepenuhnya.

Dosakah? Tentu Jina merasa bahwa hal itu tidak seharusnya ia lakukan. Egois, ya, Jina akui itu. Tapi jika dipaksa, pun, Jina yang belum merasa siap memberikannya akan berakhir tidak baik juga, kan?

Mengelus lembut pipi kanan Jina, sedikit menunduk Jimin melihat paras cantik sang istri yang tampak malu.

"Sana, pergilah mandi lalu istirahat." Menyuruh pun dengan amat sangat lembut pula. Sungguh, suami yang begitu pengertian.

Sendu. Jina memandang suaminya tidak habis pikir dengan dirinya sendiri, menyesali ketidakbisaannya.

"Maafkan aku sekali lagi. Aku hanya belum siap untuk malam ini," ungkit Jina lagi. Lalu menunduk, menggigit bibir dalamnya sehingga bibirnya tampak maju ke depan.

"Sudah jangan terlalu di pikirkan." Jimin menyahut.

"Pergilah mandi, aku akan membereskan ini semua. Jangan menungguku jika kau sudah mengantuk, aku akan pergi ke luar sebentar setelah ini," sambungnya.

Mengangguk menuruti. Jina berlalu ke kamar mandi. Setelah pintu tertutup rapat, Jina berdiri di depan cermin yang hanya berukuran setengah badannya.

Helaan nafas dalam berhembus. Melihat presensinya di cermin, lalu melepas satu persatu hiasan yang ada di kepalanya.

"Istri macam apa kau ini, Jina?" tanyanya. "Tapi, kan, Jimin tidak juga memaksa. Beruntunglah aku malam ini," monolognya.

Usai melepaskan veil dan tiara mahkota, Jina mengambil tissue di sampingnya, kemudian membasahinya dengan air. Menggosokkannya secara pelan nan lembut ke wajahnya.

Married to a DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang