twelve

194 18 29
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°


Menyesal. Jina merasa bodoh karena sudah cemburu buta terhadap potret suaminya dan seorang wanita berambut blonde. Yang tak lain itu sebenarnya Katrina, sahabat suaminya sendiri.

Tahu jika Katrina berbeda, Jina benar-benar merutuki dirinya sendiri karena sempat berpikir yang tidak-tidak terhadap hubungan mereka.

Jimin yang sedang mengemudi menoleh pada sang istri yang hanya diam. Tergerak tangan kiri Jimin menyentuh paha Jina dan mengelusnya.

“Apa yang sedari tadi kau pikirkan?”

Menoleh Jina lalu tersenyum.

“Sedari tadi aku memikirkan Katrina,” sahutnya.

“Aku tahu kau hampir saja salah paham pada hubungan kami berdua.” Lagi Jimin menoleh pada Jina sebentar. “Bahkan aku tahu kau sudah melihat foto yang ada di lipatan bajuku,” ungkitnya.

Tercengang, Jina melihat suaminya penuh tanya.

“Maksudmu ... kau tahu jika aku pernah melihat fotomu dan Katrina?” Jina bertanya mengulangi.

“Aku tahu semuanya.”

Jina menggigit bibirnya beberapa detik. “Maaf, tapi aku sama sekali tidak sengaja menemukannya.”

“Itu sama sekali tidak masalah ... tadinya aku takut kau marah dan menuduhku macam-macam, tapi aku salah, kau justru hanya diam seolah menungguku menjelaskan semuanya.”

“Kau benar, aku memang sempat berpikir jika itu adalah wanita yang begitu spesial bagimu.”

Terkekeh Jimin mendengarnya. Namun Jimin suka terhadap Jina yang menyikapi masalah tidak langsung tersulut emosi. Maksudnya, bisa saja kan Jina langsung menuduh jika wanita itu memang begitu istimewa.

“Aku sengaja tidak menjelaskan Katrina padamu di saat aku tahu kau melihat foto kami.”

“Pasti karena kau ingin tahu seberapa lama aku bertahan untuk tidak bertanya, kan?” sahut Jina.

“Tidak juga. Aku hanya menunggu waktu yang paling tepat, seperti malam ini. Benar-benar tepat, kan? Semuanya terjawab tanpa harus aku jelaskan secara rinci padamu.”

Kemudian Jimin membanting stir ke kanan, kini mobilnya memasuki basemant apartemen.

“Beruntung jika aku tidak memarahimu dan salah paham.”

“Aku tidak akan biarkan itu terjadi,” sahut Jimin cepat.

Jina terpaku, diam membeku saat Jimin mengikis jarak dan memagut bibirnya tanpa aba-aba. Bahkan mata Jina membulat sempurna karena terkejut.

Married to a DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang