Kita Harus Terluka

38 3 0
                                    

Dia semakin mengeratkan pelukannya padaku dan aku sendiri semakin menenggelamkan wajahku di pundaknya. Dia memang hangat, tapi tidak sehangat pelukan seseorang yang selalu aku favoritkan. Dalam hati berulang-ulang kali aku meminta maaf padanya karena menggunakan dirinya untuk menyembunyikan diriku dari orang-orang yang saat ini tidak ingin aku temui.

"Ra, tolong jangan menangis, cerita sama aku kamu kenapa?" Suara lembut itu semakin membuatku merasa bersalah, aku tidak mungkin menceritakan keadaan sebenarnya.

"Ra, kamu kenapa?" Suara lain yang menegurku membuatku dapat bernapas lega. Aku melepaskan pelukanku dari Eka sambil berucap beribu terima kasih dalam hati karena Farrell menyelamatkanku dalam situasi ini. Aku memegang erat tangan Farrel menandakan aku ingin cepat pergi dari sini.

"Eka, makasih udah nememin Rahayu, dia lagi nggak enak badan dari kemarin makanya moodnya juga gampang berubah." Ya, aku akui Farrell memang sahabatku yang pandai membaca situasi saat ini.

"Nggak masalah kok, Rel, aku malah senang kalau Rahayu bisa tenang sama aku." Aku menatap senyum tulus Eka, kenapa bukan senyum itu yang lebih duluan mengisi hatiku supaya aku bisa mencintai orang yang benar.

"Maaf dan makasih, Eka."

"Nggak masalah, Rahayu, kapan pun kamu butuh aku jangan segan-segan buat temuin aku, ya." Aku membalas dengan senyuman tulus sebagai tanda kalau aku sangat berterima kasih ke Eka. Aku berbalik dan memandang ke sekelilingku, aku tahu kalau seharusnya mereka sudah pergi dari tadi. Ada celah dalam hatiku yang sakit karena memperlakukan mereka seperti itu, tapi biarlah ini menjadi sakit yang aku tanggung sebagai jalan untuk menjauh dari mereka.

***

"Kamu dari mana, Sakya?" Atalie mengikuti Sakya yang baru keluar dari mobilnya. Sakya betul-betul tidak mempedulikan keberadaan Atalie. "Aku ngomong sama kamu, Sakya!" Atalie meneriaki Sakya untuk menandakan bahwa dia ada di sana.

"Sepertinya aku sudah bilang sama kamu kalau ke mana pun aku pergi atau apa pun yang aku lakukan itu bukan urusan kamu!"

"Kamu pasti pergi nemuin cewek itu lagi, kan!" Sakya berbalik menatap Atalie dengan sinis.

"Cewek itu punya nama dan yang harus kamu tahu mau aku pergi menemui dia atau tidak sekali lagi itu bukan urusan kamu! Mending sekarang kamu pergi dari sini sebelum aku khilaf dan mulai kasar sama kamu!" Sakya meninggalkan Atalie yang terdiam karena kelakuan Sakya.

"Aku yakin dia pasti pergi menemui perempuan itu, tapi kenapa dia pulang dalam keadaan muka yang kusut? Aku yakin pasti ada yang tidak beres, lebih baik aku periksa mobilnya." Atalie pergi melihat mobil Sakya yang siap-siap akan dicuci oleh supir Sakya. "Pak, itu apa yang bapak keluarin dari mobil Sakya?" Supir itu memberikan bunga mawar putih yang tadinya ingin dibuang olehnya.

"Aneh, Rahayu memang suka bunga, tapi bukan mawar putih melainkan bunga edelweiss. Jadi kalau Sakya tidak bertemu dengan Rahayu kemudian bunga ini buat perempuan siapa lagi? Dasar brengsek!" Atalie malah bersungut-sungut sendiri.

"Bapak tahu tadi Sakya kemana?" Ditodong pertanyaan tiba-tiba seperti itu pastilah membuat si pak supir kaget.

"Kata pak Sakya tadi dia cuma ke rumah sakit, Non, itu pun bentaran doang." Atalie kembali bertanya-tanya.

"Siapa yang sakit? Kayaknya aku musti selidiki ini."

***

"Tammy!" Narsyitha mengagetkan Tammy yang tengah duduk sendirian di taman fakultasnya. Tammy memandang Narsyitha dan memberikan senyum seadanya.

"Kamu nungguin Elam, Tam?" Tammy kaget sendiri, untuk sepersekian detik dia setuju kalau perkataan Narsyitha ada benarnya. Dia seharusnya menunggu Elam, pacarnya, tapi nyatanya yang dia tunggu adalah Farrell berharap dia lewat di depan fakultasnya.

Singularity (Rosekook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang