Bab 6

18 5 0
                                    

🍒Selamat membaca🍒

Nadia dan Aidan terpaksa harus menerima keadaan dengan bertukar peran untuk sementara waktu. Ya, mereka berharap ini tidak akan lama, apalagi selamanya. Nadia tidak mau menjadi Aidan seumur hidup. Aidan pun sama, ingin segera kembali ke raganya sendiri.

Seharian ini, Nadia dan Aidan membicarakan banyak hal. Bukannya melepas rindu karena lama tidak bertemu, mereka malah membahas tentang bagaimana kehidupan di sekolah. Ini penting agar mereka melakoni peran dengan lumrah.

Sayangnya, Nadia dan Aidan sama-sama lupa dengan hal paling krusial yang harus mereka lakukan. Bahkan akan sering dilakukan. Mandi. 

Nadia yang tadinya sudah berniat untuk mengguyur badan karena kegerahan, mendadak uring-uringan di kamar. Dia malah mondar-mandir tidak karuan sambil berdecak sesekali. Handuk biru muda tersampir di pundaknya. Nadia semakin frustrasi karena tidak ada helaian rambut panjang yang bisa dia pilin seperti biasanya. 

“Argh!!!” jerit Nadia kesal. 

Nadia terbiasa mandi pagi. Sepertinya Aidan juga sama. Dia merasa badannya lengket karena pagi ini melewatkan ritual itu. Apalagi setelah seharian berada di luar rumah, rasanya ingin berendam di bak mandi selama berjam-jam. Masalahnya, Nadia takut membuka celana. 

Bagian atas tubuh masih bisa diterima oleh penglihatan Nadia, sedangkan yang bawah…. 

“Ya Tuhan, aku harus gimana?!” erang Nadia, sambil menggaruk bagian belakang telinganya dengan cepat. Frustrasi. 

Nadia masih memakai kaus yang sama. Tentunya milik Aidan. Dia mengangkat kedua lengan, lalu mengendus ketiaknya bergantian. Meski tidak bau, Nadia tetap saja merasa gerah. Aidan patut diacungi jempol karena menjaga kebersihan. Bahkan tidak ada bulu-bulu halus di ketiaknya. Kamar cowok itu juga tidak berantakan. Semua barang tersusun dengan rapi.

“Mandi. Nggak. Mandi. Nggak. Mandi—” Nadia masih mempertimbangkan apa yang akan dilakukan beserta risikonya. 

Kalau memilih tidak mandi, Nadia harus siap menahan gerah, entah sampai kapan. Dia bisa saja terus menerus mengurung diri di kamar dan menyalakan pendingin ruangan dengan suhu paling rendah, tetapi gerahnya tidak akan hilang. Kalau memilih mandi, berarti Nadia harus menanggalkan seluruh pakaian, melihat bentuk tubuh Aidan, lalu membersihkannya. 

“Iyuh….” Nadia merinding. 

Apa sebaiknya Nadia tetap memakai celana dalam saat mandi? Namun, tetap saja dia perlu menggantinya dengan yang kering. Tidak mungkin Nadia memakai pakaian yang sama hingga berhari-hari. Apalagi dia tidak tahu keadaan seperti ini akan berlangsung sampai kapan.

“Argh! Nyebelin!”

Nadia semakin uring-uringan mengingat Aidan juga berada di posisi yang sama. Saat mandi, cowok itu akan melihat badannya, lalu…. Duh! Nadia tidak sanggup membayangkan bagaimana kelanjutannya. Meskipun saudara kembar, tetap saja bagian tubuh adalah privasi masing-masing. 

Beberapa menit lamanya bergelut dengan pemikiran sendiri, Nadia akhirnya kalah oleh rasa gerah. Dia tidak betah, ingin segera membasahi tubuhnya. Siapa tahu dengan begitu pikirannya ikut segar dan dia menemukan solusi untuk keluar dari situasi yang rumit ini.

Nadia beranjak ke kamar mandi yang ada di lantai atas. Aidan bilang, kamar mandi itu biasa digunakan asisten rumah tangganya untuk mencuci pakaian. Letaknya sengaja lebih dekat dengan jemuran. Di bawah juga ada kamar mandi. Namun, Aidan lebih sering menggunakan yang di atas.

Setelah menutup pintu kamar mandi, Nadia menyampirkan handuk ke sebuah tiang yang dipasang melintang di bawah plafon, dekat lampu bohlam yang sesekali berkedip. Dia lalu mulai melepas kaus lengan pendek yang dikenakan. Helaan Panjang terembus dari hidung Nadia saat dirinya harus melepaskan celana.

Way Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang