🍒Selamat membaca🍒
Aidan masih menjalani hari sebagai Nadia. Dia mulai terbiasa memakai bra dan tidak melupakannya lagi. Hanya rambut panjangnya saja yang masih mengganggu. Jadi, Aidan selalu mengucirnya dengan pita rambut. Kemarin lusa Fida terus berkomentar karena Aidan memakai karet gelang. Ditambah lagi, rasanya sakit sekali saat Aidan berusaha melepaskan karet itu.
Sedikit banyak, Aidan jadi tahu bagaimana Nadia di sekolah. Nadia memiliki banyak teman dan beberapa cowok mendekatinya. Padahal menurut Aidan, saudari kembarnya itu biasa-biasa saja. Ada cewek yang lebih menarik darinya.
Perbandingan suasana di rumah dan di sekolah sangat kontras. Rumah terlalu sepi seperti kuburan di malam hari, sedangkan sekolah lebih ramai dari pasar. Apalagi ada Fida yang sepertinya tidak pernah kehabisan tenaga untuk membicarakan ini dan itu, kecuali kalau berhadapan dengan guru. Fida berubah menjadi pendiam. Saat ditanya oleh guru, cewek itu langsung gelagapan.
Bel istirahat berdering. Satu per satu murid meninggalkan kelas setelah guru matematika keluar lebih dulu. Aidan sudah hafal tata letak di sekolah ini, termasuk kantin. Sejujurnya dia ingin ke perpustakaan saja untuk menghindari Fida. Namun, akan aneh kalau tiba-tiba Fida dijauhi oleh Nadia. Bagaimanapun, saat ini Aidan adalah Nadia. Jadi, dia pasrah saja saat Fida menyeretnya ke mana-mana.
“Nad, lo kenapa, sih?” tanya Fida yang tiba-tiba berhenti saat mereka sedang menuju ke kantin.
Aidan berbalik dan menatap Fida dengan heran. “Kenapa apanya?”
“Lo jalannya jadi aneh gitu. PMS, ya?” Fida memajukan wajah dan sedikit berbisik saat mengucapkan dua kata terakhir.
“PMS?” Aidan tidak mengerti maksud Fida.
Cewek dengan rambut bergelombang yang dibiarkan tergerai itu berdecak, lalu menjelaskan maksud pertanyaannya.
“Menstruasi, Nad. Jalannya kayak pinguin gitu. Nggak biasanya. Lo juga aneh. Sekarang demen banget rambutnya dikucir mulu,” beber Fida panjang lebar.
Aidan mengusap telinga kanannya. Bingung bagaimana harus menanggapi Fida agar tidak curiga dan banyak bertanya lagi. Soal rambut, mungkin besok di akan meminta Mbak untuk mengepang atau ganti gaya kuciran. Namun, bagaimana menyiasati cara berjalan agar terlihat seperti Nadia?
“Aaaa!!!” Pekikan beberapa murid cewek mengalihkan atensi Aidan dan Fida.
Sumber suara riuh ramai itu dari lapangan yang terdapat di tengah-tengah sekolah. Biasanya dijadikan tempat upacara setiap hari Senin pagi. Namun, kali ini ada dua gawang yang terpasang di kedua sisi pendek lapangan berbentuk persegi panjang itu.
“Dasar ya, cewek-cewek centil, lihat Jerry main bola aja langsung jerit-jerit kayak orang kesurupan,” cibir Fida.
“Jerry main bola?” tanya Aidan tiba-tiba. “Sepak bola?” imbuhnya memastikan.
“Iya lah. Masa bola bekel? Dia kan kapten tim sekolah kita. Lo lupa juga? Amnesia apa gimana, sih?” Kecurigaan Fida semakin bertumpuk.
“Lihat, yuk!” ajak Aidan bersemangat.
Ini bisa menjadi kesempatan Aidan untuk mengetahui cara bermain dan strategi yang digunakan Jerry bersama timnya. Jadi, saat pertandingan nanti, Adian bisa mengalahkan mereka. Itu juga kalau Aidan dan Nadia sudah bertukar tubuh lagi.
‘Mikir apa, sih, aku? Harus udah balik sebelum tanding,’ rutuk Aidan dalam hati atas sikap pesimisnya sendiri.
“Nad, tunggu!” Fida menyusul Aidan yang sudah berjalan lebih dulu mendekati lapangan dengan langkah terburu-buru. “Lo bener-bener aneh, deh. Sejak kapan lo demen nonton bola?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back Home
Teen FictionPada ulang tahun yang ke-17, Nadia mendapatkan kejutan yang tidak disangka-sangka. Jauh melebihi ekspektasinya. Bahkan tak masuk logika. Awalnya dia ingin pergi jauh. Sekarang dia hanya ingin semua kembali seperti semula. Akankah Nadia menemukan jal...