Bab 12

7 2 0
                                    

🍒Selamat membaca🍒

Aidan tidak pernah sekali pun berpikir akan menggunakan lipbalm, krim pagi, dan sunscreen sebelum berangkat sekolah. Pagi tadi Nadia menelepon, mengingatkan Aidan tentang apa saja yang perlu digunakan agar kesehatan kulitnya terjaga. Bukan hanya wajah, Aidan juga mengoleskan lotion ke seluruh permukaan kulit tangan dan kaki. Padahal sebelum ini dia hanya perlu menyisir rambutnya yang pendek. Persiapannya ke sekolah tidak pernah lebih dari lima belas menit. 

Sebelum usianya berganti jadi tujuh belas pada tanggal 12 April kemarin, Aidan juga tidak pernah membayangkan akan memakai rok, memiliki rambut panjang yang harus diperlakukan dengan ekstra kesabaran. Lebih dari itu, Aidan mana pernah menginginkan agar bisa merasakan nyeri haid dan memakai pembalut yang mengganggu kenyamanan. 

“Ini nggak bisa dibiarin,” celetuk Aidan sambil berjalan menyusuri koridor. Dia bertekad segera kembali ke tubuhnya meski masih belum menemukan cara. 

“Apanya yang nggak bisa dibiarin?” Suara berat menarik atensi Aidan. 

Cowok tinggi pemilik lesung pada kedua pipi itu sudah berdiri di samping Aidan, menjejeri langkahnya. Aidan memaksakan senyuman karena Jerry tersenyum begitu lebar. Rambut Jerry yang sedikit bergelombang seperti sarang burung tak berpenghuni itu bergerak-gerak mengikuti ritme langkah kakinya. 

“Mikirin apa, sih?” tanya Jerry lagi, “sepagi ini udah bengong aja.”

Jerry banyak tanya, mengingatkan Aidan pada Gamal. Namun, mereka berdua masih kalah cerewet dari Fida. 

“Hei!” Jerry menyenggol bahu Aidan, membuatnya nyaris terpental karena perbedaan ukuran tubuh mereka, “kok malah diam?”

Aidan mendelik tajam. Jerry justru terkekeh, seolah ekspresi kesal yang Aidan tampilkan dengan wajah merengut Nadia adalah hal paling menggemaskan. 

“Nggak usah senggol-senggol bisa, kan? Badan kamu gede, bisa bikin orang kepental sampai Neputunus,” protes Aidan. 

Senyuman Jerry semakin lebar, cekungan di pipinya menjadi lebih dalam. Hampir seluruh siswa di Guna Bangsa menggunakan sapaan “lo-gue”, sedangkan cewek di sampingnya itu belakangan ini selalu berbicara dengan “aku-kamu”, Jerry jadi merasa diistimewakan. 

“Kamu lucu banget, sih, jadi pengen kukantongin, deh,” celetuk Jerry. 

Aidan bergidik ngeri. Dia tahu Jerry sedang menggoda Nadia, tapi mendengarnya saja sudah bikin merinding jijik. 

“Kamu pikir aku minion?” tandas Aidan kesal, ingin segera menjauh dari Jerry. 

“Bukan dong. Kamu Barbie dan aku Ken,” timpal Jerry makin menjadi-jadi. 

Aidan mengerising sebal mendengarnya. Kok bisa sih ada cowok yang mendekati cewek dengan cara seaneh ini? Apa cewek-cewek tidak merasa muak? 

“Btw, besok sepulang sekolah, aku ada latihan sepak bola buat tanding sama Budhi Dharma. Kamu bisa temenin aku?” Pertanyaan Jerry kedengaran seperti permintaan, “biar aku jadi semangat latihannya.”

Mata bulat Aidan membelalak. Dia tertarik. Bukan pada Jerry, tetapi latihan bolanya. Dia bisa mengetahui cara bermain tim Jerry dengan menonton mereka latihan. Itu akan menguntungkannya dalam membuat strategi. 

“Oke!” timpal Aidan singkat. 

Jerry semakin girang. Dia merasa peluangnya mendekati Nadia semakin terbuka lebar. Kalau terus begini, Jerry yakin mereka bisa jadian. Berarti Jerry akan menjadi pemecah rekor sebagai pacar pertama Nadia. 

“Hanna!” seru Aidan saat melihat cewek dengan rambut dikucir mirip ekor kuda itu melewatinya. 

Aidan mengambil kesempatan menjauhkan diri dari Jerry secepatnya. Dia berlari menghampiri Hanna tanpa mengucapkan apa-apa pada Jerry yang mendumel sendiri karena ditinggal begitu saja. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Way Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang