Angin sepoi sepoi meniup dedaunan dengan perlahan. Bulan bersinar terang pada gelapnya langit malam.
Claudine berdiri di balkon kamarnya, membiarkan angin malam meniup lembut helaian rambutnya yang terurai bebas.
Baju tidurnya yang tipis ditutupi selendang renda menjuntai sepanjang bahunya kala angin terus meniupnya kesana kemari.
Ia menatap ke atas langit dan menghirup udara malam yang segar, mencoba mengosongkan pikirannya.
Bohong jika dia sedang tidak banyak pikiran. Hanya dia yang tau sebagaimana ia mengkhawatirkan masa depannya saat itu.
Menikahi Matthias memang adalah satu satunya pilihan baginya yang tersisa, namun menjadi duchess tidak menjamin kebahagiaannya setelah ini. Terlebih menghabiskan sisa hidupnya dengan Matthias. Yang benar saja?
Cukup Claudine sudah menjadi alat bagi orang tuanya untuk mewujudkan ambisi mereka, apa dia juga akan menjadi boneka dan mainan Matthias setelah ini? Terlebih mengingat dengan berdasar pada cerita novel bahwa Matthias memiliki kecenderungan obsesi yang berlebihan, Claudine tidak ingin coba coba terlibat dengan itu.
Apalagi sekarang Layla sudah melarikan diri. Dia dengan entengnya malah menyatu dan benar benar memainkan peran sebagai Layla Llewellyn dan melupakan kenyataan bahwa sebenarnya mereka berasal dari dunia lain.
Maka sekarang mereka malah terpencar dan Layla sudah pergi merencanakan keluarga kecilnya dengan Kyle.
Jujur saja Claudine sangat ingin menampar Layla sebagai saudari tirinya. Walau mereka memang tidak akur, Layla juga harus disadarkan dengan tamparan ataupun tongkat kayu. Seperti--Apa apaan dia sudah hamil begitu? Sebenarnya Claudine pun tidak begitu yakin itu adalah anak Kyle. Karena walaupun kecelakaan, logikanya pun Layla sering tidur dengan siapa, tapi ayah anaknya malah siapa..
Tapi ya sudahlah, berurusan dengan Layla itu lebih ribet dari apapun. Claudine yakin Layla juga tidak akan mendengarkan ucapannya, jadi ya sudahlah.
Claudine menghela napas dan memijat keningnya dengan frustasi. Mengingat tadi siang setelah bicara dengan Layla, mereka sempat berkumpul kembali untuk membahas perihal pertunangannya lebih lanjut. Dan rencananya, besok mereka akan berkumpul di kediaman duke lagi untuk membahas tentang pernikahan mereka.
Itu sangat gila, Claudine hanya bisa menahan napas karena mereka bahkan tidak membuat semacam acara pertunangannya agar setidaknya lebih terhormat dan mendapatkan perhatian publik lebih banyak. Ini hanya seperti seolah olah, Matthias begitu tergesa gesa untuk menikahinya dan segala pencitraan untuk publik tidaklah penting baginya. Padahal pertunangan mereka seharusnya bisa memperkenalkan kekuatan nama besar Herhardt di mata dunia.
Claudine lalu menghela napas dan menggelengkan kepalanya.
Kenapa pula dia harus peduli? Sejak awal di sini bukanlah tempatnya.
Sejujurnya, Claudine sendiri masih ragu dengan pertunangan mereka, dia tidak dapat membayangkan kehidupan pernikahan mereka setelah ini.
Tapi, setidaknya ada satu hal yang terpikirkan di benaknya saat itu. Satu satunya cara yang setidaknya bisa dia usahakan untuk saat ini.
Claudine terdiam, menatap ke arah pembatas balkon. Kakinya bergerak naik memanjat pembatas balkon itu dengan hati hati.
Dia berdiri di atas, menatap ke bawah balkon yang memiliki jarak begitu jauh ke bawah. Setidaknya dengan jarak seperti itu cukup untuk melukainya dan tidak sampai membunuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐨𝐰 𝐭𝐨 𝐋𝐢𝐯𝐞 𝐚𝐬 𝘊𝘭𝘢𝘶𝘥𝘪𝘯𝘦
Fanfiction(Name) dan Lisa adalah sepasang saudara tiri yang selalu bersaing dalam segala hal. Keberuntungan dan kemudahan selalu berada pada pihak Lisa, saat (Name) lah yang harus menanggung bagian berjerih lelah. Namun, semua berubah sejak (Name) terbangun...