22 [Stuck Together]

1.6K 249 18
                                    

Claudine baru saja selesai mengobati kepala Matthias serta membalutnya dengan menggunakan perban yang tersedia di mobil dan keduanya pun segera pergi meninggalkan mobil yang hancur itu.

Langit semakin mendung dan terlihat dua orang itu duduk di bawah pohon yang besar dan rindang.

".. Sepertinya akan hujan." Gumam Claudine, menatap ke atas langit yang mulai gelap.

Ia menghela napas, menyadari kenyataan bahwa mereka sudah setengah perjalanan keluar daerah dan malah mengalami kecelakaan ini. Bahkan hutan inipun sudah cukup jauh dari Arvis, dan tidak memungkinkan mereka untuk terhubung pada bantuan. Jelas ini akan menyulitkan mereka.

Claudine membayangkan, jika seandainya dia menggunakan gaun  sebelumnya itu, maka di situasi ini jelas dia akan sekarat saking ribetnya gaun itu.

"Apa udaranya dingin?" Tanya Matthias, memecah keheningan.

".. Yah, sedikit" Jawab Claudine.

Mendengar jawaban Claudine membuat Matthias melepas setelan jas-nya dan menyelipkan itu di punggung Claudine. Menyisahkan Matthias dengan kemeja putihnya.

"... Oh, Terimakasih"  

Setelah berucap demikian, Claudine terdiam dan mengalihkan pandangannya. Baginya Matthias-- akhir akhir ini menjadi lebih lunak padanya. Sikapnya bisa dibilang menjadi lebih lembut, seakan mencoba menunjukkan perhatiannya pada Claudine. Ini sangat berbeda sejak awal awal pertemuan mereka.

Sejak kepulangannya dari perang, sikap Matthias menjadi berbeda, seakan mulai bertingkah sebagai sosok tunangan yang baik. Bahkan beberapa kali Matthias merayunya seperti kala sebelum mereka berangkat.


Jika dipikir pikir, daripada merasa senang, Claudine justru merasa aneh dengan sikap Matthias. Bahkan setelah sosok aneh yang berteriak tentang kematian Riette beberapa waktu lalu, malah membuat Claudine semakin menaruh curiga pada Matthias.

Semanis apapun pria di sampingnya itu, tapi Matthias tetaplah Matthias. Dan sulit bagi Claudine untuk percaya padanya.



Hanya saat Claudine tenggelam dalam pikirannya, Matthias mengeluarkan sebuah bungkus roti dari tas kertas, merobek bungkusnya dan memberikan roti itu pada Claudine. Terlihat pula banyak makanan dan minuman di dalam tas itu.

"Makanlah ini jika anda lapar"

Claudine terdiam sejenak dan menerima roti itu.

".. Terimakasih duke. " Ucapnya. Meski dalam batinnya, dia bingung dari mana Matthias mendapatkan roti roti itu.

Seakan bisa membaca pikiran dari tatapan Claudine, Matthias pun angkat bicara.

"Saya selalu punya persediaan makanan di mobil untuk hal mendesak. Dan kebetulan sepertinya roti ini masih layak untuk dimakan dan tidak sepenuhnya hancur" Tambahnya.

Claudine hanya terdiam sambil mengambil satu gigitan pada roti itu.

'Dia serius? Dia tidak merencanakan ini, kan?' Batinnya. Rasanya tidak beres jika tiba tiba semua makanan ini tersedia. Tapi, baginya alasan yang Matthias berikan juga cukup masuk akal.

Claudine juga sebisa mungkin tidak ingin menaruh curiga pada tunangannya. Tapi sangat disayangkan, tunangannya adalah Matthias. Jadi mau tidak mau dia harus over thinking setiap saat.

Dia mengunyah roti, sambil terus tenggelam dalam pikirannya. Rasa curiganya pada Matthias semakin berkembang semenjak ia mendengar penuturan sosok asing beberapa waktu lalu.

𝐇𝐨𝐰 𝐭𝐨 𝐋𝐢𝐯𝐞 𝐚𝐬 𝘊𝘭𝘢𝘶𝘥𝘪𝘯𝘦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang