Setelah Allah SWT menyeru seluruh manusia pada awal bab 1 dari Al-Quran yaitu pada ayat 21 surat Al-Baqarah dan menyeru Adam as dua kali di ayat 33 dan 35 surat Al-Baqarah, pada seruan ketiga Allah SWT menyeru Bani Israil. Mengapa Bani Israil? Tentu karena Bani Israil adalah pemegang panji kebenaran sebelum datangnya Muhammad SAW dan diturunkan Al-Quran padanya. Bahkan Bani Israil adalah satu-satunya pemegang panji kebenaran saat itu karena dua agama besar turun pada mereka, Yahudi dan Nasrani.
Allah SWT menyeru mereka tentu agar mereka mau mendukung 'agama baru' yaitu Islam walaupun seperti yang telah kita bahas di awal, Islam jelas bukan agama baru karena semua nabi dan rasul sejak Adam as 'beragama' Islam. Al-Quran diposisikan sebagai kitab yang menjujurkan atau meluruskan kitab-kitab sebelumnya yaitu Taurat dan Injil. Fakta-fakta terkait posisi Al-Quran terhadap Taurat dan Injil dibahas dengan detil dalam Al-Quran terutama di juz 1 ini. Tentu saja kita sudah lama meninggalkan keragu-raguan akan kebenaran Al-Quran maka pembahasan selanjutnya tentang fakta-fakta kebenaran tak perlu lagi kita pertanyakan. Mereka yang tidak mau menerima fungsi Al-Quran terhadap dua kitab itu tidaklah lagi perlu dibahas. Kita akan meninggalkan perdebatan yang tak perlu dan opini-opini manusia yang tidak ada dasarnya. Ke depannya kita fokus pada kebenaran versi Allah SWT yang Dia paparkan dalam Al-Quran.
Begitu pentingnya Bani Israil sampai Allah SWT langsung menempatkan pembahasan tentang mereka setelah pembahasan tentang keadaan awal penciptaan Adam as. Al-Quran bukanlah kitab sejarah yang menceritakan tentang kehidupan berdasarkan urutan waktu. Ada hal yang lebih besar dari sekadar memaparkan fakta. Al-Quran adalah sebuah kitab yang berisikan arahan manusia berpikir. Allah SWT ingin manusia merangkai pikiran sesuai arahan-Nya dari awal surat Al-Fatihah dan terus berlanjut pada ayat-ayat selanjutnya. Tugas kita bukan mempertanyakan kurikulum Tuhan tapi mengikuti kurikulum-Nya sambil mencerna. Pemahaman yang benar akan melahirkan amal sholih.
Manusia yang tak beriman selalu mempertanyakan apalah artinya keimanan karena toh manusia bisa beramal 'sholih' atau melakukan hal yang baik tanpa keimanan. Seseorang memang bisa melakukan suatu perbuatan baik tanpa keimanan, mereka melakukannya didasarkan penghormatan dan penghargaan pada manusia lain. Tapi di titik-titik persimpangan kita tidak bisa menegakkan kebenaran karena akan ada silang pendapat dan keberpihakan. Maka nilai mana yang akan kita pilih jika tidak ada yang menetapkan mana yang jadi sebuah kebenaran? Manusia tidak akan pernah bisa benar-benar obyektif. Itulah nilai kebenaran harus ditetapkan oleh bukan manusia, Tuhan yang tidak punya kepentingan apapun. Barulah suatu nilai bisa dikatakan memiliki keadilan. Tapi ya begitulah manusia, selalu merasa paling tahu akan dirinya sendiri. Padahal manusia selalu punya kepentingan untuk membela dirinya dan golongannya.
Marilah kita kembali pada pembahasan tentang Bani Israil. Kita ikuti saja alur pembelajaran Tuhan pada kita melalui Al-Quran dan kita akan menemukan rahasia-rahasia kehidupan yang seringkali tak terduga.
Pada zaman Muhammad SAW di madinah masih banyak Bani Israil walaupun lebih banyak pengikut Yahudi daripada Nasrani. Pada saat ayat ini diturunkan tentu Bani Israil merasa terpanggil dengan seruan ini. Tapi bagi kita manusia di zaman ini cukuplah kita memandangnya seperti sebuah kisah yang mengkisahkan suatu kaum. Apa yang pertama kali Allah SWT seru dari Bani Israil? Kita akan bahas di bab selanjutnya.
YOU ARE READING
Perjalanan Menapaki Al-Quran 3
SpiritualBuku ini adalah lanjutan dari Buku Perjalanan Menapaki Al-Quran 2. Pada bagian ini dibahas ayat 40 sampai 61 surat Al-Baqarah yang mengisahkan tentang Bani Israil di zaman Musa as. Buku ini juga membahas mengapa kisah Bani Israil ditempatkan setelah...