Bab 3 : The Big Problem

14K 809 2
                                    

"lo terlihat pucat akhir-akhir ini Drey?"
Dyo menatap Audrey yang memilih mengedarkan pandangannya ke jalanan. Mereka berniat akan menonton film di bioskop malam itu. Dyo tidak bisa mengajak Rachel karena Rachel harus berjaga malam, sehingga Dyo mengajak Audrey untuk menemaninya. Untung saja, sahabat cantiknya ini mau menemani.
"oh ya?"
"hmmmmm" Dyo mengangguk sambil sesekali melirik Audrey.
"gue sering merasa pusing dan lemas akhir-akhir ini"
"apa karena tekanan darah lo yang rendah?"
"maybe, padahal gue teratur minum vitamin" Audrey mengangkat bahunya, Dyo mengusap kepala Audrey.
"apa karena lo masih memikirkan Radie?"
"no ! Gue ga mau memikirkan orang yang sudah menyakiti hati gue"
"good girl" Dyo tersenyum manis pada Audrey. Senyuman yang mampu menenangkan dan menghangatkan Audrey. Audrey selalu menyukai senyum Dyo yang seolah memamerkan ketampanannya.
"anyway, lo ga masalah kan gue ajak nonton film malam ini?"
"no problem, lagi pula gue penat di apartement sendirian. Sometimes gue merasa homesick, gue rindu Ayah, Bunda, Kenzo" Audrey menghela nafasnya. Audrey tinggal terpisah dengan orang tuanya semenjak praktek di The Ritz Hospital. Audrey sengaja membeli sebuah apartement yang jaraknya tidak jauh dari rumah sakit atas persetujuan Ayah dan mas Razka.
"mas Razka?" Dyo menggoda Audrey sambil menaik turunkan alisnya. Audrey terkadang sering berdebat dengan mas Razka karena mas Razka sangat protektif pada Audrey. Berbeda dengan Kenzo yang selalu mau mendengarkan Audrey dan mengerti apa yang Audrey inginkan. Meskipun tidak bisa di pungkiri, Audrey sangat menyayangi Kakak laki-lakinya ini.
"yaaaa, mas Razka" Audrey bergumam pelan, Dyo terkekeh.
"kenapa lo terlihat malas menyebut nama mas Razka?"
"karena mas Razka selalu mendebat gue dan sangat protektif. Memperlakukan gue seperti anak SD. Ya, sama dengan sikap lo sama gue" Audrey mendorong pipi Dyo, Dyo mengernyitkan keningnya.
"gue?"
"ya !!"
"Drey, gue dan mas Razka melakukan itu karena sangat menyayangi lo. Ingin menjaga dan melindungi lo. Mas Razka itu takut terjadi apa-apa sama lo, Drey. Gue juga"
"really?"
"sure, tapi gue ga separah mas Razka kan?" Dyo menilik Audrey, Audrey perlahan tersenyum.
"no, lo itu perpaduan antara mas Razka dan Kenzo, at least di satu sisi gue merasa nyaman sama lo. Gue bisa menceritakan apapun sama lo termasuk semua rahasia gue. Lo selalu bersedia mendengarkan dan mengerti apa yang gue inginkan seperti Kenzo, meskipun pada akhirnya lo akan berkomentar seperti mas Razka" Audrey melirik Dyo, Dyo tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan Audrey.
"well, gue melakukan itu karena gue menyayangi lo, Drey. Lo itu seperti adik, sahabat, keluarga, sometimes lo menjadi kakak bagi gue. So, lo jangan pernah komplain lagi dengan sikap protektif gue"
"ya, sure Mr. Frazdyo"
"anyway, lo mau gue kenalkan sama salah satu teman gue saat kuliah? Namanya Bryan. Dia oke, pintar, baik, ramah. Ya gue pikir dia cocok dengan lo" Dyo sesekali melirik Audrey, mencoba menangkap ekspresinya.
"apa dia mau dikenalkan sama gue?"
"sure Drey, dia lihat foto lo di handphone gue dan gue rasa dia tertarik sama lo"
"tapi gue masih ingin menetralkan hati gue. Gue masih butuh waktu untuk sendiri" Audrey terlihat kurang tertarik membicarakan ini. Dyo mencoba mengerti, memang mungkin butuh waktu yang lama untuk Audrey melupakan Radie.
"oke, anything for you. Gue berharap lo bisa membuka hati lo untuk orang lain dan melupakan Radie, secepatnya"
"pasti Dyo. By the way, di depan belok kanan, sepertinya jalanan di depan sangat macet. Lo ga mau terlambat nonton kan?"
"ya sure" Dyo membelokkan arah SUV nya ke kanan sesuai perintah Audrey. Mereka menghabiskan malam dengan menonton film dan berbincang banyak hal. Mereka memang sering menghabiskan waktu bersama. Dyo melakukan ini karena ingin membantu Audrey melupakan Radie. Dyo tahu, meskipun Audrey mengatakan bahwa dirinya sudah melupakan Radie, namun Dyo mampu melihat Audrey sangat merasa kehilangan kekasih yang sudah 3 tahun di pacarinya. Maka dari itu, Dyo bertekad untuk membantu Audrey untuk move on dan mencarikan pria yang cocok untuk Audrey.
***
Pagi itu Audrey terbangun. Perutnya bergolak parah. Audrey berlari menuju washtafel di toilet dan memuntahkan cairan pahit dari lambungnya. Kepalanya berputar-putar seperti habis menaiki roller coaster.
"oh my God !! Jangan sampai sakit" Audrey berkata sambil meringis, mengurut pelipisnya.
Audrey terduduk di toilet tertutup sambil menunggu air di bathtub nya penuh. Jika sakit seperti ini, dia selalu ingin kembali tinggal bersama Bunda dan Ayahnya. Audrey pun berendam untuk meregangkan otot-otot nya, membuat tubuhnya rileks dan sekedar menghilangkan rasa mualnya.
Ada apa dengan dirinya pagi ini? Semalam Audrey tidak makan makanan yang memicu asam lambungnya naik. Semalam Audrey hanya makan pizza dan minum soft drink bersama Dyo seusai menonton film. Apa karena soft drink itu? Ah mungkin iya !! Audrey memutuskan untuk mengangkat tubuhnya dari bathtub dan melangkah ke shower room. Audrey berniat untuk membeli obat lambungnya yang sepertinya sudah habis. Selesai mandi, Audrey bersiap menuju rumah sakit.
***
Audrey termenung diruangannya sambil mengurut kepalanya yang masih sangat pening. Audrey melihat ponselnya yang memunculkan pop up. Peringatan bahwa next period Audrey delay 10 hari. Audrey mengernyitkan dahinya. Oh my God, apa ini? Audrey tidak pernah lupa memasukkan tanggal periode di ponselnya. Audrey terkesiap karena dirinya baru menyadari bahwa sudah terlambat 10 hari !!! Lebih dari 1 minggu !!! Audrey agak panik karena terakhir, dia memang melakukan hubungan intim dengan Radie tanpa pengaman. Oh my God !! Disaster !!
"ya Tuhan, jangan sampai hal buruk terjadi..." Audrey bergumam pelan smabil menggigit bibir bawahnya. Seketika Audrey merasa panas dingin mengingat ini. Tiba-tiba Audrey di kejutkan oleh suster Nancy yang mengetuk pintu ruangannya.
"dokter Audrey, ada 15 pasien hari ini" suster Nancy berkata ramah, Audrey hanya mengangguk sambil memaksakan senyumnya.
"dokter baik-baik saja?"
"saya hanya merasa kurang sehat"
"saya akan minta pantry siapkan teh manis hangat untuk dokter"
"terimakasih" Audrey membuang jauh-jauh pikiran buruknya dan fokus pada semua pasien-pasiennya. Sejak pukul 11 siang hingga pukul 3 sore Audrey bertemu dengan pasiennya. Audrey sesekali mengurut pelipisnya karena pusingnya belum hilang dari tadi pagi.
Setelah urusan dengan pasien-pasiennya selesai, Audrey bergegas pulang. Audrey tidka lua mengecek pasiennya yang sepertinya akan melahirkan sore ini. Audrey menginstruksikan bahwa dirinya ada keperluan sehingga Audrey minta di hubungi jika sudah saatnya proses melahirkan. Suster Nancy mengiyakan instruksi Audrey.
"Drey, mau kemana?" Audrey tidak sengaja yang berpapasan dengan Dyo di lorong obgyn center. Dyo terlihat heran melihat sahabatnya ini begitu tergesa-gesa menuju lift.
"gue lupa sesuatu Dyo. Gue harus kembali ke apartement" Audrey berkata cepat sambil melirik pintu lift, menunggunya terbuka. Audrey sama sekali tidak menatap Dyo yang bicara di hadapannya.
"oh, tumben lo lupa sesuatu"
"iya...." Audrey mengetuk-ngetukkan stilleto nya tak sabar menunggu lift terbuka.
"memang apa yang lupa?"
"bye Dyo, see ya" Audrey segera masuk ke dalam lift sambil melambaikan tangannya pada Dyo. Dyo tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. Tidak biasanya Audrey melupakan sesuatu, Audrey itu wanita yang selalu prepare, pikir Dyo.
***
Audrey membuka cepat pintu apartementnya setelah tadi membeli barang yang membuat Audrey gemetaran. Testpack !! Audrey melempar tas nya ke ranjang dan segera menuju toilet. Audrey menampung urine nya, mencelupkan 3 testpack sekaligus ke tabung dan menunggu 30 detik. 30 detik yang menentukan hidupnya. Jika Audrey hamil anak Radie, lebih baik Audrey terjun dari jendela apartemennya atau meminum racun tikus dan mati sekarang dari pada harus mengakui ini dihadapan Ayah, Bunda, mas Razka dan Kenzo. Bisa-bisa mereka membakar Audrey hidup-hidup.
Setelah menunggu tak tenang, Audrey di hadapkan dengan kenyataan pahit. Ternyata dari ke tiga testpack masing-masing menunjukkan tanda plus dan 2 garis. Oh my God ! Audrey merenung di toiletnya. Hamil bukan rencana kehidupannya saat ini, apalagi hamil anak Radie. Mantan pacar yang meninggalkannya begitu saja.
"ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan???" Audrey berkata lirih dan mulai menangis sesegukan. Audrey keluar dari toiletnya, terduduk lemas di atas karpet sambil bersandar ke ranjangnya. Menutup wajah dengan kedua tangannya. Audrey kalut, bingung, entah apa yang harus dilakukannya. Audrey memegangi testpacknya dan menatapnya berkali-kali. Ini sebuah kebodohan. Mungkin sekarang janinnya sudah 3 atau 4 minggu. Apa Audrey harus menggugurkannya? Oh Audrey tidak diajarkan menjadi pembunuh.
"Oh God, kenapa ini harus terjadi????" Audrey menangis sekencang-kencangnya sambil meremas karpet di kamarnya. Dada Audrey saat ini disesakkan oleh berbagai ketakutan. Ketakutan mendalam. Rasanya Audrey ingin benar-benar melancarkan niatnya untuk terjun dari lantai 18 apartement nya. Audrey yang sedang menangisi nasibnya tiba-tiba saja di kagetkan oleh dering ponsel. Suster Nancy. Audrey mengangkatnya sambil bercermin. Matanya begitu sembab karena terlalu lama menangis.
"dokter Audrey, ibu Desi sudah pembukaan 6 menuju 7, apa dokter akan segera kesini?"
"ya, saya segera kesana" Audrey menjawab serak sambil beranjak menuju toilet. Audrey membasuh wajahnya, mata nya sembab dan hidung nya sangat merah. Setelah merasa cukup tenang, Audrey langsung meraih tasnya dan kembali menuju rumah sakit.
***
Audrey setengah berlari menuju delivery room. Audrey berpapasan dengan Dyo. Dyo terkejut melihat mata Audrey yang sembab dan wajahnya yang merah. Audrey tidak menghiraukan Dyo dan langsung menyapa pasiennya ramah. Dyo khawatir melihat Audrey. Pasti ini masalah Radie !! Dyo harus tahu tentang ini. Dyo kembali masuk ke delivery room. Audrey terlihat sedang berkonsenterasi penuh pada pasiennya. Proses yang agak lama membuat Dyo agak kesal. Dyo ingin tahu apa yang terjadi pada Audrey.
30 menit kemudian, bayi itu lahir. Audrey langsung keluar ruangan setelah menyelesaikan tugasnya. Dyo masih berkutat menghadapi pasien ciliknya. Setelah selesai, Dyo langsung keluar ruangan mencari Audrey. Audrey tidak ada dimanapun. Dyo menanyakan pada Nancy, namun nihil. Dyo mencoba menghubungi Audrey namun Audrey tidak mengangkatnya. Dyo merasa amat sangat khawatir. Ada apa dengan Audrey?
***

My Real HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang