Bab 18 : Forgive You

22.5K 935 1
                                    

Dyo menatap cermin yang ada di hadapannya. Wajah Dyo sangat kusut. Sudah 1 minggu ini Dyo kesulitan menghubungi Audrey. Dyo hanya mendapat kabar dari mas Razka atau mba Lintang. Mereka mengatakan Audrey baik-baik saja. Dyo sangat tersiksa karena selain di hantui rasa bersalah, Dyo juga sangat merindukan Audrey.
"Oh God ! Bad feeling ever" Dyo menghela nafasnya panjang saat menatap wajahnya yang butuh di kasihani Audrey. Dyo meraih sikat gigi, lalu mendapati pasta giginya habis. Dyo sibuk mencari pasta gigi di laci, biasanya Audrey menyimpan disini, gumamnya. Dyo tersenyum ketika menemukan pasta gigi yang baru.
Dyo berpikir sambil menghadap cermin, sepertinya ada hal aneh yang di lihatnya di laci tadi, sebuah benda panjang berwarna putih dan pink, seperti testpack. Setelah selesai, Dyo lalu berkumur dan meletakkan sikat giginya. Dyo kembali membuka laci dan terperanjat.
"Oh my God, ini benar-benar tespack dan menunjukkan positif...Audrey hamil?" gumam Dyo pelan. Dyo mengernyitkan dahinya. Apa ini milik Audrey? Milik siapa lagi dirumah ini selain Audrey? Jadi Audrey hamil? Dyo menahan diri untuk tidak berjingkrak pagi itu. Oh thank God !! mudah-mudahan ini benar.
Dyo membaqa testpack itu dan menatapnya lebih jelas. Benar-benar positif !! Dyo yang begitu excited meraih ponselnya dan menghubungi Audrey. Hingga percobaan ke 5 kali, Audrey tidak mengangkatnya.
"bodoh ! Audrey kan sednag marah besar !" Dyo menepuk keningnya pepan. Dyo terlalu bahagia hingga Dyo lupa Audrey sedang menghindarinya.
"oke, aku harus temui Audrey sekarang juga" Dyo bergegas menuju ruang wardrobe, meriah kemeja dan celana formalnya. Dyo bercermin sebentar sambil merapikan rambut, meraih jas dokternya lalu bergegas untuk pergi ke rumah sakit. Dyo menggenggam testpack milik Audrey smabil tersenyum simpul. Sungguh ini berita sangat membahagiakan jika benar adanya, gumam Dyo dalam hati. Dyo melajukan mobilnya santai menuju rumah sakit. Dyo harus segera menanyakan ini pada Audrey. Kebahagiaan kini begitu meluap-luap di hati Dyo.
"oh baiklah, aku akan temui Audrey setelah praktek" ucap Dyo setelah melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan 12.45. Dyo harus praktek 15 menit lagi.
                                                                                     ***
Sore itu, dari kejauhan Dyo melihat Audrey baru saja keluar dari ruangannya dan sedang berbincang dengan seorang suster. Audrey terlihat berjalan menuju delivery room. Dyo dengan segera menghampiri Audrey dan menyamakan langkahnya.
"Drey, aku mau bicara"
"aku sibuk"
"satu menit"
"aku ga ada waktu untuk mendengar kamu bicara, oke?"
"10 detik" Dyo terus mengajukan penawaran. Audrey semakin mempercepat langkahnya, Dyo lalu meraih tangan Audrey. Seketika langkah Audrey terhenti. Audrey membalikkan badannya menghadap Dyo. Audrey menatap Dyo tajam, penuh kekesalan.
"Dyo aku ga mau bertengkar disini"
"aku bukan mau mengajak kamu bertengkar Drey, please beri aku waktu untuk bicara"
"aku ga mau, kamu bicara saja dengan Rachel" Audrey melengos di hadapan Dyo, Dyo tak mau menyerah dan terus mengejar Audrey.
"Audrey, 5 detik ! Please !"
"Dyo cukup, apa kamu ga malu semua suster memperhatikan tingkah kamu?" Audrey bicara dengan suara pelan namun penuh penekanan.
"Drey beri aku waktu sebentar" Dyo menatap Audrey dalam-dalam sambil memegang tangannya. Audrey lalu melepaskan tangan Dyo.
"aku ga mau bertemu kamu apalagi bicara dengan kamu ! Paham?"
"it's oke Drey, tapi..."
"dokter..dokter Audrey, sudah stage 7" suster Nancy berkata ragu dari belakang Audrey. Audrey lalu meninggalkan Dyo tanpa kata-kata. Dyo agak kecewa dengan sikap Audrey yang sangat sulit untuk diajak bicara, sangat sulit untuk di cairkan jika sudah terlalu marah seperti ini. Memang ini kesalahan Dyo, tapi ada baiknya jika Audrey mau mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu sehingga masalahnya selesai. Jika Audrey terus menghindar seperti ini kapan masalah mereka akan selesai??
                                                                                      ***
"dokter Audrey...dokter Audrey tunggu"
Rachel memanggil Audrey di basement sambil berlari menghampirinya. Audrey yang beru saja akan naik ke dalam SUV nya diam terpaku mendengar namanya di panggil. Audrey tahu benar, siapa yang memanggilnya. Audrey memejamkan mata lalu membanting pintu mobilnya. Seketika melambatkan langkah Rachel untuk mendekatinya.
"maaf dokter, saya butuh bicara" Rachel berkata ragu, Audrey melipat kedua tangannya di dada, memalingkan pandangannya dari Rachel.
"apa?"
"masalah dokter Dyo"
"kamu mau meminta saya untuk menceraikan dia?"
"bukan dokter, bukan itu"
"lalu?" Audrey bertanya ketus. Demi Tuhan, Audrey muak melihat Rachel saat ini. Rachel terdiam, terlalu banyak hal berkelebatan di kepalanya. Sebenarnya Rachel melihat perdebatan Dyo dan Audrey tadi sore. Rachel tahu, perdebatan mereka di sebabkan oleh Rachel.
"saya tidak punya banyak waktu" Audrey membuka pintu SUV nya, namun Rachel memegang lengan Audrey untuk menahannya. Hal ini mengundang lirikan tanjam Audrey. Audrey lalu menghempaskan tangan Rachel.
"saya mau meminta maaf, dok"
"untuk?"
"untuk peristiwa sore itu"
"dengar Rachel, saya tidak mau membahas tentang apapun dengan kamu apalagi yang berhubungan dengan Dyo, paham?"
"tapi dok, saya dan dokter Dyo sudah tidak memiliki hubungan apapun. Saya takut dokter salah paham atas apa yang terjadi sore itu" suara Rachel bergetar menahan tangisnya. Rachel merasa sangat bersalah sekaligus takut pada Audrey jika Audrey sudah marah.
"saya ga peduli, kamu masih berhubungan dengan Dyo atau ngga. Saya tahu benar, kamu masih sangat menginginkan Dyo dan kamu sangat ingin kembali pada dia. Silahkan kembali pada Dyo karena saya akan menceraikan dia !!!" Audrey mendesis pada Rachel. Rachel seketika meneteskan air matanya. Audrey memandangi Rachel dengan tatapan sinis.
"apa yang kamu tangisi? Apa kamu merasa bahwa apa yang saya katakan itu benar??" Rachel terdiam, berusaha menghentikan tangisnya. Audrey memutar bola matanya melihat Rachel yang menangis.
"dengar Rachel, kamu tidak perlu terlalu drama queen di hadapan saya. Saya akan pergi dari hidup Dyo ! Saya bukan wanita yang mau berkompetisi dengan wanita lain untuk mendapatkan seorang pria, paham??" Audrey berkata sinis pada Rachel. Rachel hanya mengangguk sambil menghapus air matanya. Audrey hendak membuka pintu SUV nya namun Rachel menahannya untuk yang kedua kalinya.
"apa lagi?" Audrey menggeram kesal. Wanita ini tidak mengerti bahwa belakangan emosi Audrey mudah tersulut, sangat sensitif, dan mengalami mood swing karena kehamilannya.
"jangan pernah tinggalkan Dyo, Dyo sangat mencintai anda, dok. Jangan menceraikan Dyo karena Dyo sangat menginginkan anda untuk tetap menjadi istrinya. Dyo hanya membantu saya meminjamkan uang untuk biaya operasi ginjal Ibu saya dan Dyo menolak uangnya dikembalikan. Sore itu saya hanya mengucapkan terimakasih pada Dyo. Demi Tuhan, saya tidak pernah bermaksud menggoda Dyo untuk kembali pada saya apalagi meminta Dyo untuk menceraikan anda. Tolong dokter Audrey, jangan tinggalkan Dyo. Dyo sangat mencintai anda" Rachel berkata pelan sambil menatap Audrey nanar. Audrey lalu meliriknya sinis.
"apa saya harus percaya? kamu lupa kalau kamu pernah membohongi saya? Saya tidak pernah percaya lagi atas apa yang keluar dari mulut kamu. So, kamu tidak perlu repot-repot meyakinkan saya untuk tidak meninggalkan Dyo bahkan mengatakan kalau Dyo mencintai dan menginginkan saya, it's useless !! paham?" Audrey mendesis pada Rachel. Seketika Rachel terdiam karena ketakutan. Audrey menyeringai lalu masuk ke dalam SUV nya, melajukan mobilnya dengan cepat. Rachel menghela nafasnya. Merasa dirinya sangat bodoh sudah membohongi dokter Audrey waktu itu, hanya karena ingin membuat Dyo kembali padanya. Rachel hanya mampu berdoa agar Dyo dan Audrey tetap bersama dan tidak ada perceraian diantara mereka.
                                                                                ***
Malam itu Audrey berbaring di ranjangnya setelah makan malam. Audrey tersenyum saat melihat hasil USG nya. Tadi pagi dokter Indah yang memeriksanya. Janin Audrey sudah 6 minggu. Ini hal yang sangat membahagiakan bagi Audrey, walaupun Audrey seringkali memuntahkan makanannya tengah malam dan pagi hari saat bangun tidur. Audrey sebisa mungkin menikmatinya, demi anaknya.
Audrey tiba-tiba menangis mengingat pertemuannya kemarin siang dengan Dyo, Audrey tidak siap bicara dengan Dyo. Belum lagi perkataan Rachel kemarin terus menggelayuti pikirannya. Sudah 1 minggu ini Audrey menghindari Dyo. Sebenarnya Audrey tidak tega dan dirinya sangat membutuhkan Dyo namun Dyo terasa begitu menyebalkan bagi Audrey. Darahnya bergolak jika melihat Dyo, Audrey masih marah dan kesal karena kejadian sore itu. Bisa-bisanya Dyo mengatakan cinta pada Audrey sementara dirinya masih dekat dengan Rachel. Dyo ternyata sama kurang ajarnya dengan Radie walaupun Dyo selalu menyangkal tidak ingin disamakan dengan Radie. Audrey mendengus mengingat ini
"hai junior, kenapa Ayah kamu sangat menyebalkan. Well, someday Bunda akan katakan tentang keberadaan kamu pada Ayah, tapi nanti jika waktunya sudah tepat" Audrey berbisik sambil mengusap perutnya. Audrey belum membicarakan ini pada siapapun termasuk Bunda, Ayah, mas Razka, mba Lintang atau Kenzo. Bagaimanapun juga, Dyo lah Ayahnya dan Dyo berhak mengetahui ini lebih dulu dari siapapun, terlepas dari dokter Indah yang memeriksa Audrey tadi pagi.
"Drey.....sayang" terdengar suara Bunda sambil mengetuk pintu. Audrey memasukkan hasil USG kembali ke dalam amplop dan meletakkannya di bawah bantal.
"ya Bun, sebentar" Audrey beranjak dan bercermin sebentar. Audrey lalu berjalan pelan dan membuka pintu. Audrey menyipitkan matanya saat melihat cahaya di luar kamarnya sangat terang.
"Bunda kira kamu sudah tidur sayang, ini ada yang mau bicara" Bunda melirik ke sisi kiri, saat Audrey melihat ternyata Dyo sedang bersandar di tembok sambil menunduk. Audrey terkejut melihat Dyo.
"oh, Audrey ngantuk Bun" brakkkk...Audrey menutup pintu kamarnya. Bunda terus mengetuk pintu kamar Audrey.
"sayang, buka sebentar. Dyo hanya mau bicara"
"Audrey ngantuk Bun"
"sebentar sayang, setelah bicara Dyo janji untuk pulang"
"aku janji untuk pulang setelah selesai bicara, Drey" terdengar suara pelan Dyo di balik pintu.
"sayang, beri Dyo kesempatan untuk bicara nak. Hanya sebentar" Bunda terdengar begitu sedih. Audrey menyerah mendengar suara Bunda yang begitu memohon padanya. Audrey membuka pintu sambil mundur beberapa langkah, memberi ruang untuk Dyo masuk. Kalau bukan karena Bunda, aku tidak mau membuka pintu untuk Dyo, ucapnya dalam hati.
Kamar Audrey selalu gelap, hanya lampu di nightstand nya yang menyala. Dyo menyalakan lampunya, Audrey menyipitkan mata sambil menggosoknya pelan.
"sorry mengganggu tidur kamu" Dyo mengusap pipi Audrey yang berdiri di hadapannya. Audrey menepis tangan Dyo.
"kamu mau bicara apa?"
"semuanya Drey, aku akan bicarakan semuanya. Aku sangat tersiksa 1 minggu ini tanpa kamu"
"ada Rachel yang menemani kamu, kamu ga perlu berlebihan dengan berakting seperti ini"
"aku sudah katakan, aku dan Rachel ga ada hubungan apa-apa lagi, sayang"
"aku muak dengar kebohongan kamu, aku tahu kamu belum bisa lupakan dia, kamu masih mencintai Rachel. Untuk apa kamu membuat aku menyerahkan semuanya sama kamu kalau kamu ternyata masih terhubungan dengan dia??" mata Audrey berkaca-kaca. Perlahan air matanya menetes. Audrey menangis tersedu-sedu. Audrey sebenarnya tidak berniat untuk menangis di hadapan Dyo, namun emosinya yang tidak stabil membuat Audrey kesusahan mengendalikan dirinya. Dyo berusaha menenangkan Audrey karena akan menjadi hal yang tidak mengenakkan bagi Dyo, membuat Audrey menangis tersedu-sedu seperti ini di rumah mertuanya.
"Audrey tenang sayang, dengarkan dulu penjelasan aku"
"aku ga mau mendengarkan apapun yang keluar dari mulut kamu, lebih baik kamu pulang !!" Audrey mendorong tubuh Dyo ke pintu, namun Dyo tetap bertahan.
"Audrey, aku hanya mau membantu Rachel. Orang tua Rachel sakit dan membutuhkan dana untuk operasi. Rachel meminjam uang aku dan kemarin Rachel......"
"apa kamu selalu memegang tangan dan mengusap pipi semua orang yang kamu bantu?" Audrey berteriak frustrasi memotong pembicaraan Dyo. Audrey sangat kesal dan geram pada Dyo. Dyo berusaha sabar dan tetap tenang menghadapi Audrey yang sudah tidak bisa mengontrol emosinya.
"aku minta maaf Drey"
"Frazdyo !! Aku benci kamu !!" Audrey membentak Dyo. Dyo hanya diam menunduk. Audrey menangis lalu terduduk lemas di sofa sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. Dyo berlutut di hadapan Audrey. Dyo meraih kedua tangan Audrey yang menutupi wajah cantiknya. Dyo menggenggam tangan Audrey erat smabil mengusap punggung tangannya.
"aku merasa Rachel membutuhkan aku, Drey, maka dari itu aku mau membantu dia"
"dulu juga kamu mau membantu aku !!"
"tapi kamu dan Rachel itu berbeda sayang, aku merasa harus menjaga dan melindungi kamu waktu itu"
"lalu apa bedanya?"
"Audrey...."
"aku mau cerai Dyo"
"Drey, kenapa kamu selalu mengucapkan perceraian setiap kali kita menghadapi masalah?? Kamu pikir itu bisa menyelesaikan semuanya??" Dyo berkata keras pada Audrey, Audrey semakin menangis dan melepaskan dengan kasar tangan Dyo. Dyo menghela nafasnya mencoba menahan amarahnya. Dyo menyesali Audrey selalu mengatakan ini setiap kali memiliki masalah dengannya.
Mereka saling diam, Audrey sudah tidak bisa berpikir apalagi mencerna kata-kata Dyo. Dyo lalu duduk di samping Audrey, memegang bahu Audrey namun Audrey menepisnya dengan cepat.
"jangan sentuh aku !!"
"apa yang kamu inginkan dari aku selain perceraian?" Dyo bertanya dengan sungguh-sungguh. Sepertinya Audrey sudah tidak bisa di ajak bicara lagi. Audrey terdiam. Suasana menjadi hening. Hanya isakan Audrey yang terdengar. Dyo memandangi Audrey yang melamun melemparkan pandangannya lurus.
"hanya perceraian yang kamu inginkan?" Dyo mencoba memancing Audrey, at least Audrey mau mengucapkan sepatah kata pada Dyo. Namun Audrey masih membisu, tidak mau mengatakan apapun lagi pada Dyo. Sejujurnya, Audrey amat sangat lelah sekarang.
"kamu benar-benar tidak mau menyelesaikan masalah kita dan memilih pisah selamanya dengan aku?" Dyo bertanya pelan. Audrey masih diam tidak meresponnya sama sekali.
"aku hanya mau mengikuti keinginan kamu, Drey. Jika memang kamu ingin memilih pisah dengan aku, aku akan mempermudah semuanya" Audrey masih diam, Dyo masih ingin meyakinkan Audrey agar Audrey mau mengubah keputusannya. Namun nihil, Audrey masih diam !
"say something Audrey" Dyo berbisik, Audrey hanya menggelengkan kepalanya sambil sesekali mengusap air matanya yang berjatuhan. Dyo mengusap kepala Audrey dengan ragu. Audrey terdiam, tidak menghindar seperti tadi.
"oke, aku tahu kamu sangat marah sama aku bahkan mungkin kamu membenci aku sekarang. Aku tahu mungkin kamu menilai aku sebagai pria bajingan yang masih berhubungan dengan mantan pacarnya setelah berusaha memantapkan hati istrinya untuk tetap bersama dia. Tapi aku bukan pria seperti itu Drey, aku hanya mencintai satu orang dalam hidup aku......dan itu kamu" Dyo berkata pelan. Audrey semakin terisak mendengar perkataan Dyo. Benarkah seperti itu? Audrey masih belum percaya dengan kata-kata Dyo.
"dan aku ga menyangka kamu menganggap semua ini mudah dengan menawarkan sebuah perpisahan setiap kali ada masalah yang mengganggu kita. Ini bukan sebuah permainan yang ketika kamu menghadapi tantangan berat, kamu bisa mengakhiri permainan ini begitu saja. Kecuali jika kamu menganggap pemikahan kita ini memang sebuah permainan"
"aku ga pernah menganggap pernikahan kita sebuah permainan, Dyo"
"atau kamu menanggap perasaan aku hanya main-main, tidak menganggap serius?" Dyo tersenyum getir. Sebenarnya Audrey tidak pernah menganggap perasaan Dyo main-main padanya. Audrey mampu merasakan dalamnya cinta Dyo pada Audrey. Dyo bahkan melakukan berbagai cara untuk membuktikan ini hingga membuat Audrey mau mengakui perasaan yang sebenarnya dia rasakan pada Dyo. Audrey merasa tersentuh, Dyo benar-benar menusuk hatinya. Air mata menggenang di pelupuk mata Audrey lalu perlahan kembali berjatuhan membasahi bajunya. Menolak menyentuh pipinya. Audrey mengurut pelipisnya. Audrey merasa sangat pusing karena air mata yang terlalu banyak di keluarkannya malam ini. Kepalanya sangat berat, perutnya sangat mual.
Dyo merasa sedikit kesal dengan Audrey yang lebih banyak diam. Dyo beranjak dari samping Audrey. Audrey baru melirik Dyo, berharap Dyo tidak pergi.
"aku ga pernah menganggap perasaan kamu main-main Dyo. Aku sangat bisa merasakan keseriusan kamu" Audrey berkata datar lalu beranjak dan berdiri di hadapan Dyo. Menatap mata Dyo dalam-dalam. Audreymenaikkan tangannya dan menyentuh pipi Dyo ragu. Dyo memejamkan matanya, menyerap sentuhan Audrey pada dirinya. Air mata Dyo mengalir dari ujung matanya. Ini pertama kalinya Audrey melihat Dyo meneteskan air matanya.
"jangan pernah merasa seperti itu, Dyo. Aku tahu kamu mencintai aku, bagaimana bisa aku menganggap semua yang kamu lakukan selama ini hanya main-main. You're my everything Dyo, you're my hero" Audrey berbisik, air matanya mengalir tak terkendali. Dyo mengangguk lalu mengecup kening Audrey. Dyo langsung merengkuh tubuh Audrey ke dadanya. Mendekap erat tubuh Audrey, Audrey kembali terisak di bahu Dyo. Audrey menumpahkan segala kegundahannya selama 1 minggu ini. Audrey menangis sesegukan sambil meremas bahu Dyo. Audrey sebenarnya merasa bersalah karena telah menuduh Dyo dan berprasangka buruk pada Dyo.
"jangan tinggalkan aku lagi Audrey, 1 minggu ini aku merasa kacau tanpa kamu"
"maaf, aku membuat kamu susah, aku menghindari kamu, aku bertindak childish"
"no sayang, aku yang salah. Aku yang membuat kamu marah. Tidak seharusnya aku memberikan bantuan pada Rachel tanpa izin kamu, seharusnya aku bicarakan ini. Aku hanya kasihan pada Rachel. Trust me please, Audrey"
"I'll trying to understand"
"thanks, maaf atas ketidak jujuran aku. Ini yang pertama dan terakhir. Aku janji"
"apa kamu akan kembali pada dia dan......."
"aku tidak akan pernah kembali pada siapa-siapa selain kamu"
"really?"
"ya sayang, apa aku harus terus memeluk kamu seperti ini agar kamu tidak lagi mengucapkan kata-kata perpisahan?"
"ya, jika kamu pikir itu cara terakhir yang harus kamu lakukan agar bisa meyakinkan aku bahwa kamu tidak akan meninggalkan aku" Audrey lalu mengangkat tubuhnya dari pelukan Dyo, matanya sangat sembab namun kini bibirnya menyunggingkan senyum. Dyo memeluk pinggang Audrey. Dyo menempelkan keningnya pada kening Audrey.
"hanya Tuhan yang bisa memisahkan kita Drey, tidak akan pernah ada manusia yang bisa melakukan ini pada kita"
"sure"
"janji untuk tidak mengucapkan kata cerai lagi saat kita memiliki masalah"
"janji"
"sekarang kamu tahu, betapa tidak sempurnanya Frazdyo kan?"
"kamu tetap sempurna di mata aku"
"thank you sayang, dan hanya kamu yang mampu menyempurnakan hidup aku" Dyo melumat pelan bibir Audrey. Menggigit bibir bawahnya dengan tidak sabar. Audrey meremas bahu Dyo karena tubuhnya sangat gemetaran. Dyo mengeratkan dekapannya pada Audrey sehingga Dyo mampu mencium Audrey lebih dalam. Dyo mengangkat Audrey ke ranjangnya. Berlutut di hadapan Audrey sambil menikmati kehangatan bibirnya. Dyo mulai menyentuh tubuh Audrey dan membuat Audrey mengerang. Audrey memegang wajah Dyo yang tidak memberikannya kesempatan untuk menarik nafas. Dyo seolah tak rela melepas bibir Audrey. Dyo baru melepaskan bibirnya saat Audrey menarik wajahnya perlahan. Dyo tersenyum. Audrey menghela nafas panjang. Dyo berbaring miring di samping Audrey. Dyo mengusap pipi Audrey.
"apa kamu mau memaafkan aku?"
"of course, aku juga minta maaf karena aku berprasangka buruk sama kamu. Kamu tahu sendiri, aku begitu trauma menjalin sebuah hubungan jika masih berkaitan dengan mantan"
"I know Drey, sorry"
"ya" Audrey menggosokkan hidungnya pada hidung Dyo. Dyo lalu mengecup bibir Audrey dengan lembut. Dyo mengecup bibirnya berkali-kali hingga Audrey tertawa geli.
"sayang...."
"ehm?"
"apa benar kamu hamil?"
"apa kamu sudah mengetahui ini?"
"kamu.....meninggalkan testpack di laci washtafel" Audrey melirik Dyo sambil tersenyum. Audrey meraih tangan Dyo dan meletakkan di atas perutnya.
"6 weeks"
"really?"
"ya"
"oh thank God" Dyo beranjak lalu mengecup perut Audrey berkali-kali hingga Audrey merasa sangat geli. Audrey tertawa melihat tingkah Dyo.
"what do you feel, dear?"
"pusing, kepala aku berat, mual, aku selalu muntah tengah malam dan pagi saat aku bangun"
"sayang, aku harap kamu kuat menjalani ini. Aku akan menjaga kamu dan akan selalu available untuk kamu"
"apa kamu mau melihat dia?"
"sure" Audrey beranjak lalu meraih amplop di bawah bantalnya. Audrey membuka sebuah amplop dan menunjukkan foto USG nya pada Dyo. Mata Dyo berkaca-kaca melihat ini. Audrey melirik Dyo yang tidak bisa mengatakan apa-apa saat melihat ini.
"ini...yang ini adalah Farzdyo junior. Dia masih sangat kecil, mungkin lebih kecil dari satu buah anggur"
"kita harus menjaga dia dengan baik, sayang"
"Frazdyo junior akan sangat kuat" Audrey tersenyum, Dyo menarik hidung Audrey pelan. Dyo kembali mengecup bibir Audrey berkali-kali. Membuat Audrey tersenyum simpul.
"I love you both"
"we love you too" Dyo tersenyum simpul lalu memeluk Audrey dan mengusap punggungnya. Membiarkan lengannya membantali Audrey. Dyo mendekap Audrey erat sambil mengusap pungungnya. Audrey, satu-satunya wanita yang bisa menaik turunkan moodnya, memberinya kesedihan dan kebahagiaan dalam waktu yang bersamaan. Dyo berjanji akan terus menjaga dan melindungi Audrey sampai kapanpun...
"you're my hero Frazdyo"
"you're my real love" Dyo mengusap pipi Audrey, menatap matanya yang berbinar. Audrey memegang wajah Dyo, merasakan kesejukan yang Dyo kirim lewat senyumannya. Dyo mengecup kening Audrey, menahannya beberapa detik. Audrey memejamkan matanya, hatinya kini diselimuti kehangatan.
"I need you, Audrey"
"for?"
"for....ever"
                                                                                 ***

My Real HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang