BLUE NEIGHBOURHOOD

53 9 0
                                    

Pria dari rumah nomor 61 itu memikatku.

Suaranya yang dalam dan senyumannya yang hangat seakan mengatakan bahwa dirinya sempurna. Sapaannya yang selalu menggema di telinga siapapun yang bersemuka dengannya membuatnya terlihat semakin seksi. Tubuh atletis dan wajah tampan itu tidak akan ada artinya jika tabiatnya buruk.

Pria itu baru saja pindah ke lingkunganku sekitar dua bulan yang lalu. Jangan tanyakan bagaimana kondisi depan rumahnya yang selalu dipenuhi para perempuan haus kasih sayang yang berharap untuk menikahi seorang pangeran dari negeri dongeng. Dedaunan kering di jalanan itu turut menertawakan kekonyolan mereka.

Aku tidak tahu siapa namanya dan dia tidak tahu siapa namaku. Kami hanya pernah beberapa kali dan secara tidak sengaja. Kami tidak pernah berbicara tatap muka, hanya sekedar menyapa dan pergi. Namun secara ajaib, hari ini, dia menghampiriku yang sedang duduk di bangku taman di bawah pohon pinus yang rindang. Sejenak aku merasa membeku. Mata itu menatapku hangat meski aku merasakan sesuatu yang lain disana. Sesuatu seperti sebuah kekosongan.

“Aku sangat sering berpapasan denganmu tapi aku bahkan tidak tahu namamu. Aku Park Chanyeol. Aku tinggal di rumah nomor 61.” Katanya menyapa.

“A-aku Do Kyungsoo, dari rumah nomor 12.”

“Senang bertemu denganmu, Kyungsoo-ssi. Aku tidak mengira bahwa kita berdua akan mengobrol sedekat ini. Ngomong-ngomong, apa kau tahu toko perkakas di sekitar sini?” Tanyanya sopan.

“Ada satu di ujung jalan sana. Tidak terlalu besar tapi jika kau membutuhkan sesuatu, mereka punya.” balasku.

“Terima kasih. Aku akan kesana sekarang. Tapi bisakah aku menitipkan anjingku padamu? Aku akan kesana sebentar saja dan akan kembali untuk menjemputnya.” Pintanya.

“Tentu!” Jawabku penuh keyakinan.

“Namanya Zzar. Dia tidak suka makanan kering jika tidak dicampur air. Aku pergi!” Katanya setelah menyerahkan tali kekang anjingnya dan pergi.

Waktu sudah berjalan dan sekarang sudah hampir tiga jam. Jarak dari taman menuju toko perkakas itu hanya sekitar lima menit jalan kaki. Apa dia melupakan anjing kecil ini? Aku juga tidak bisa berlama-lama ada di taman. Aku memutuskan untuk menghampiri rumahnya untuk mengantar anjing manis ini pulang.

Aku menyadari pagar rumahnya terbuka. Bukan bermaksud untuk tidak sopan tapi aku benar-benar harus memastikan bahwa Zzar pulang dengan selamat. Aku hendak mengetuk pintu rumahnya namun terhenti karena suara benda jatuh dari dalam. Aku mengetuk pintu sekeras-kerasnya, takut sesuatu yang buruk terjadi. Sama sekali tidak ada yang menyahut. Aku mencoba membuka knop pintu namun terkunci rapat.

Tidak mungkin ada orang seceroboh itu, meninggalkan pagar rumahnya tak terkunci. Aku yakin ada orang di dalam. Aku mengintip dari jendela yang tirainya sedikit terbuka. Sama aku melihat seseorang sedang berdiri disana. Seksama aku melihat apa yang dilakukan dan betapa terkejutnya aku. Ia memasang sebuah tali yang telah disimpan ke lehernya. Aku yang panik langsung masuk melalui jendela yang ternyata tidak terkunci, memasukan Zzar lebih dulu kemudian melompat melalui jendela untuk mencegah hal konyol terjadi.

“YA! Apa yang kau lakukan?!” Bentakku sambil menahan tangannya.

“Urus saja urusanmu sendiri. Pulanglah! Bawa Zzar bersamamu.” Katanya santai.

“Apa kau gila?! Untuk apa mengakhiri hidup jika masih banyak hal yang bisa kau nikmati selama hidup?!” Kataku lagi.

Chanyeol diam kemudian turun. Ia memberiku tatapan kesal, seperti tak terima dengan perkataanku.
“Apa katamu? Tidak ada yang lebih baik di dunia ini selain mati, Kyungsoo-ssi!”

“Kau pikir dengan mati semua masalahmu akan pergi begitu saja?” Zzar menggonggong keras, seperti memahami konteks yang terjadi. “Mati bukan hal yang sesederhana itu. Apa kau pikir kau tidak akan menyusahkan orang lain setelah kau mati?”

Pada akhirnya ia menyerah. Tubuhnya tersungkur dan menangis. Ini adalah pengalaman pertamaku menghadapi situasi semacam ini. Tidak banyak yang bisa kulakukan selain mendengarkannya. “Ingin bercerita?”

“Sesaat setelah ibuku tiada, aku menjadi sebatang kara. Tidak ada yang tahu dimana keberadaan ayahku. Motivasiku untuk hidup hilang. Tujuanku hidup di dunia ini adalah ibuku. Sekarang dia pergi dan tidak ada gunanya lagi aku tetap di dunia ini.”

“Kau ini bicara apa? Kau masih punya banyak orang yang peduli denganmu. Ada aku yang siap kapanpun untuk mendengarkan keluh kesahmu. Tolong jangan pernah berpikir kau seorang diri.” Kataku mencoba menenangkan. “Aku tidak akan pergi dari sini sampai kau benar-benar merasa lebih baik. Dan jika kau tidak memintaku untuk pergi setelah kau pulih, aku tidak keberatan.

“Mengapa kau begitu baik? Aku tidak layak mendapat semua perlakuan itu darimu, Kyungsoo-ssi. Aku berhutang banyak padamu.”

“Tidak, tidak. Jangan menganggap bantuanku ini sebagai hutang. Anggap saja sebagai rasa peduliku padamu.” Kataku tanpa menyinggung masalah perasaan satu arah ini padanya.

“Aku lapar.” Katanya tiba-tiba.

“Kau mau jjampong? Atau Tangsuyuk? Atau jajangmyeon? Sebutkan saja, aku akan membelinya untukmu.”

“Jjampong. Aku mau jjampong.”

THE END

LITTLE THINGS THEY DO - SHORT STORY COMPILATION OF CHANSOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang