01 : Not secure.

407 56 2
                                    

"Ah..."

Perlahan mata Cassie terbuka, memperlihatkannya sebuah ruangan yang tidak familiar. Kasurnya empuk dan nyaman, seperti di hotel, ruangannya sangat luas, ada televisi di hadapannya, di kanan ada meja belajar dan lemari buku yang tertata rapi, dan juga ada sebuah sofa, yang kini sedang diduduki oleh Noah Han.

Lelaki itu pun berdiri, tanpa aba-aba ia langsung menyentuh dahi Cassie.

"Eh-"

"Sudah baikan, sekarang kau bisa pulang."

Cassie mengernyitkan dahinya, bingung kenapa dia tiba-tiba diusir, "Tunggu... Ini dimana, sih?" tanyanya.

"Kamarku."

"HAH?"

Cassie langsung berdiri dari kasur, langsung saja rasa pusing di kepalanya pun kembali muncul. Otomatis tubuhnya kembali terduduk.

"Akh..."

“Apa?”

"Kepalaku... Sakit."

Noah berjalan kembali ke sofa, mengambil sebuah nampan yang sudah berada di situ sejak Cassie bangun tadi.

"Apa?"

"Makan. Tubuhmu seringan kertas." ucap Noah.

"Tahu darimana?"

"Kau kira bagaimana caranya aku membawamu kesini?"

Oh, ia benar-benar menggendongnya sampai kesini. Aneh, kenapa Noah Han bersedia melakukan hal se-merepotkan itu?

Di atas piring terdapat dua potong bread toast yang masih hangat, yang jelas terlihat menggoda di mata Cassie yang melewatkan sarapan dan makan siang.

"Why are you helping me?

Tapi ini Noah Han. Cassie tetap harus waspada. Bagaimana bisa Cassie merasa tidak aneh?

'Noah Han itu tidak waras.'

'Dia serius mendorong anak malang itu.'

'Lihat saja gerak-geriknya di kelas. Ngeri.'

'Wajah tampannya itu pada akhirnya hanya terlihat seperti monster.’

Kalau memang begitu, kenapa ia membantunya sampai seperti ini? Dia bisa saja meninggalkannya di jalanan dan melanjutkan harinya.

Noah mengambil piring tersebut, "Kalau tidak mau ya sudah-"

"Eh jangan!"

Langsung saja Cassie melahap roti tersebut, persetan jika memang diberikan racun, mati sudah bukan apa-apa lagi menurutnya.

"Aku tumbang ya..." gumamnya, teringat kejadian semalam, malam dimana ia mencoba untuk membunuh dirinya, dan diselamatkan oleh laki-laki yang dijuluki pembunuh psiko di sekolahnya. Ya tidak heran juga sih kalau dirinya pingsan, ia tidak makan seharian dan begadang di malam sebelumnya. Jelas kondisinya jauh dari kata sehat.

"Ya." jawab Noah.

"Makasih." ujar Cassie setelah selesai meneguk air mineral dari Noah.

Noah hanya diam, ia hanya menatap Cassie dengan ekspresi yang tidak bisa di baca. Bukan, bukan ekspresi datar yang biasa ia pasang. Kesal? Kecewa? Sedih?

Bukan.

Itu adalah ekspresi seseorang yang sedang kebingungan.

"Kenapa?"

Tok Tok Tok.

"Noah Han!"

Suara muncul dari luar kamar.

Noah masih tidak menjawab, dan entah kenapa, Cassie merasa terancam, baik dari suara dari luar, dan juga tatapan Noah yang membuatnya tidak nyaman.

Ia memundurkan langkah kakinya. Tapi Noah mengikuti langkahnya. Cassie dapat melihat tangan Noah mulai terangkat.

"Noah-"

Mulut Cassie ditutup olehnya,

"Shh."

"Mph-"

"Sembunyi di balik lemari."

"Untuk apa-"

"Turuti saja!"

Baru pertama kali Cassie mendengar Noah menaikkan nada suaranya seperti ini.

"NOAH BUKA PINTUNYA!"

Cassie takut.

Ia pun berlari ke belakang lemari, entahlah, rasanya wajah Noah seperti mengatakan kalau dirinya akan sangat menyesal kalau tidak menurutinya.

"Keep your voice as low as possible." ucap Noah lalu ia berjalan ke arah pintu.

Pintu kamar pun Noah buka, Cassie bisa melihat sekilas, di depan pintu ada seorang wanita dewasa, yang ia asumsikan adalah Ibu Noah.

Tapi untuk apa ia bersembunyi begini.

Mereka mengobrol, namun Cassie tidak terlalu bisa jelas mendengarnya.

"....  sudah selesai? Kemana ... Itu?"

"Belum. Aku kehilangan jejaknya."

"Apa maksudmu? ... Jangan seenaknya!"

"Aku sedang tidak ingin membicarakannya sekarang."

"NOAH HAN-"

Pintu Noah tutup secara sepihak. Ia langsung mengunci pintunya dan kembali berlari ke arah Cassie.

"Kamu harus pulang, sekarang!"

"Hah?"

Noah menggenggam tangan Cassie, dan mengarahkannya ke jendela.

"Noah apa maksudmu?"

Noah membuka jendelanya, "Sudah aku pasang tangga, cepat!"

"Aku tidak mengerti-"

"Percaya kataku!"

Mendengar suara panik Noah, Cassie tidak bisa diam saja.

Ia menuju keluar dari jendela dan perlahan menurunkan kakinya.

"Begitu keluar jalan ke kiri, itu akan tembus ke jalan raya. Jalan sedikit ada halte bus, kalau lari pasti cepat ketemu." ujar Noah lalu menutup jendelanya.

Cassie bingung, sekaligus takut. Ia tidak tahu kenapa Noah menyuruhnya untuk berburu-buru dan juga kenapa Ibu Noah tiba-tiba membentak anaknya sendiri setelah obrolan aneh mereka itu.

Cassie berlari dan sempat melirik ke rumah Noah di belakangnya.

Besar, megah, dan... tidak aman.

Ia pun mempercepat langkahnya menuju halte, untung saja hanya butuh beberapa detik sampai bus datang. Ia ingin cepat-cepat pergi dari sini.

Sebenarnya apa yang terjadi tadi? Kenapa Ibunya tampak sangat marah kepadanya? Berdasarkan observasi singkatnya, rumah Noah berada di perumahan elite. Cassie familiar dengan perumahan ini, ia sempat mengikuti house party teman bisnis ayahnya di perumahan itu.

Jelas, keluarga Noah bukan sembarang keluarga. Itu rahasia umum, alasan kenapa Han Noah dapat langsung bebas dari pengadilan, apalagi kalau bukan karena latar belakang keluarga kaya raya?

Tetapi yang membuat Cassie paling penasaran adalah, kenapa, Noah Han membantunya?

Apa ini kebetulan semata? Apa Han Noah memang sebenarnya orang baik? Atau, apa ini takdir kalau dirinya dan Han Noah harus bertemu pada momen saat itu juga?

Dari dua pilihan, hindari Noah Han sepertinya ia ada niat tersembunyi, atau bertemanlah dengan Noah Han, tunjukan rasa terima kasihmu, Cassie, harus memilih yang mana?

tbc.

call it fate ; hanyuseo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang