14 : The Plan (2).

177 34 1
                                    

Cassandra Lee melakukan perlawanan, dirinya mengajukan diri untuk melakukan eksekusi di ruangan khusus, lalu membiarkan Cassandra Lee untuk kabur dan melaporkan semuanya, setelah itu keluar dari rumah sebelum kedua orang tuanya menyadari semuanya.

Rencananya sih begitu.

Tapi Noah sama sekali tidak tahu kalau kini, Ayahnya siap membawa pistol.

"Akh..." Cassie mengerang kesakitan, lengannya tergores peluru. Noah tahu, Ayah sengaja meleset. Itu adalah kebiasaan Ayahnya, ia gemar mengacak-acak emosi korbannya.

Noah menghela nafasnya, ia harus tetap tenang.

"Ayah, biar aku saja yang membawanya ke ruang eksekusi."

Ayah menoleh ke arah Noah, "Baiklah."

Bagus, rencana akan-

Tuk.

Ayah melempar pistolnya ke tangan Noah, "Hah...?"

"Ayo, lakukanlah." ucap Ayah.

"Ayah... Kita tidak bisa melakukannya disini, don't make a mess-"

Ibu tiba-tiba mendekat ke arahnya dan menepuk pundaknya, "Noah, tidak usah khawatir, petugas akan melakukan tugas mereka, lagi pula, kami ingin melihat progres mu selama ini secara langsung." ujar Ibu tersenyum.

Tidak... Bukan, bukan begini seharusnya...

"Noah? Kenapa? Ayo lakukan." nada Ayah mulai tinggi.

Noah melirik ke arah Cassie, perempuan itu kini memegangi lengannya yang berdarah, tapi wajahnya tidak terlihat takut atau khawatir, malah ekspresinya itu seakan-akan mengatakan, "Ayo... Lakukan."

"Noah Han?"

Cassandra Lee harus hidup agar Noah bebas.

Sama sekali tidak ada alasan lain.

Tidak ada-

Tidak.

Cassandra Lee itu ingin mati, sehingga kini ia memasang ekspresi siap, tanpa rasa takut sama sekali, tapi kenapa? Kenapa air mata mengalir dari mata perempuan itu?

Dan kenapa hal itu membuat dirinya sangat amat sedih? Noah tidak menyukai pemandangan ini, pemandangan dimana Cassandra Lee- tidak, Cassie, Cassie pacarnya, his Cassie, tidak tersenyum dan tertawa bebas, tidak terkekeh kecil setelah mengeluarkan godaan kecil kepadanya, Noah tidak menyukainya.

Cassie yang tidak bahagia, Cassie yang ingin mati, Noah tidak menyukainya. Sejak awal Noah tidak suka melihat hal tersebut, itulah kenapa tubuhnya refleks mencegah kematian Cassie, dan sampai sekarang, perasaan itu tidak pernah hilang. Perasaan tidak suka ketika perempuan itu hendak mati.

"Noah Han ternyata benar, kau sudah jatuh cinta dengan gadis itu."

Tangan Ayah bergerak cepat, hendak mengambil kembali pistol tersebut, tapi Noah Han itu sudah terlatih maka-

"Ya, Ayah benar."

"ARGH-"

Noah menendang kaki kanan Ayah, Noah menghabiskan banyak waktu dengan orang tuanya, ia mengetahui banyak hal mengenai orang tuanya, termasuk cedera Ayahnya empat tahun lalu yang hampir menyebabkan lumpuh pada kakinya itu sehingga dirinya harus melakukan misi sendirian sebagai bocah SMP kelas dua.

DOR DOR.

"NOAH HAN?!" pekik Ibu Noah.

DOR DOR.

Dua orang jatuh tergeletak di lantai, Ayah, dan Ibu Noah. Dua tembakan masing-masing di area fatal, nafas keduanya pun tak lama berhenti.

"Aah... AAH..." Cassie terjatuh duduk di lantai.

Tidak aneh, ini pertama kalinya dalam hidupnya menonton pembunuhan secara langsung.

Noah berjalan menuju Cassie, ia melepas kemeja outer-nya itu dan dengan perlahan mengikat luka Cassie agar tidak mengeluarkan darah terlalu banyak.

Cassie tidak mengatakan apapun, tidak apa-apa, setelah melihat itu semua, perempuan itu pasti jijik terhadapnya-

grep.

"Cassie..."

"Noah... Sialan kau..." ia memeluk Noah dengan erat, seakan-akan tidak akan pernah mau melepaskannya.

"Maaf..." ucap Noah lirih.

"Bodoh!" air mata yang Cassie tahan itu pun pecah, ia sudah tidak kuat menahannya lagi.

"Cassie, tolong, lepaskan aku." Noah memegang pundak Cassie, dan melepas pelukan Cassie.

"Apa maksudmu?"

"Lepaskan aku, pergilah, cepat-"

"Tidak! Ayo pergi bersama! Aku tidak peduli kemana kita kabur asalkan aku bersamamu, karena aku sungguh-sungguh menyukaimu, berdua saja, aku tidak masalah."

Noah tersenyum kecil setelah mendengar itu, jujur saja itu membuatnya sedikit senang, tapi tetap saja, tidak boleh.

"Cassie, you have a big future ahead of you, jangan membuang waktumu bersamaku."

"Noah, you love me, don't you? You said it's true!" protes Cassie.

"Cassie, I'm incapable of love... Kau lihat, aku baru saja membunuh orang tuaku sendiri-"

"Then why did you do it?"

"Aku..."

Noah mengetahui jawabannya, ia melakukan itu bukan untuk membebaskan dirinya, tapi karena-

"Because... I love you..."

"And so do I, ingat ini selamanya Noah, ingat kalau aku mencintaimu, therefore I proved you wrong again. Kau... Tidak merasakan rasa bersalah, tidak bisa merasakan cinta, itu salah, karena aku ada disini."

Noah langsung memeluk Cassie lagi, sama eratnya dengan tadi, lebih erat mungkin,

"Tapi tetap saja, Cassie, you can't be here with me."

"But I want to stay with you! Aku tidak mau meninggalkanmu-"

"Tenang saja Cassie, karena akulah yang tidak akan meninggalkanmu, aku akan baik-baik saja, jika kau mencariku, pasti kau akan menemukanku."

Cassie yang pintar itu seketika langsung menyadari apa arti dari Noah, kalaupun Noah ditangkap oleh polisi, Noah akan tetap disini, karena begitulah undang-undang yang ditetapkan.

"Aku... tetap tidak yakin..."

Cassie benar-benar tidak mau kehilangan Noah.

"Aku tidak akan pergi kemana-mana aku janji, asalkan kau mau melakukan satu hal saja."

"Aku harus melakukan apa?"

"Teruslah hidup, Cassie."

Hidup bukanlah kata-kata yang Cassie sukai, tapi kini dirinya tersenyum setelah mendengarnya keluar dari mulut Noah.

Ya, itu adalah hal yang mudah untuk dilakukan.

Cassie mencium pipi Noah, "Aku tetap akan menemanimu! Jadi jangan pernah berpikir untuk pergi, ya!"

Wajah Noah memerah sedikit setelah aksi tiba-tiba oleh Cassie itu, tapi ia langsung tersenyum, senyum yang paling lebar yang pernah ia pasang selama hidupnya, "Baiklah, pacarku." ucapnya lalu melambaikan tangannya ke arah Cassie yang pergi keluar dari rumah suramnya ini.

Yeah, as long as she lives, as long as she's on his side, Noah tidak akan pergi.

***

bentar lagi endingg🥹

call it fate ; hanyuseo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang