Underground

81 9 1
                                    

Amerika Serikat
pukul 08.45
Condominiums of Underground

"huft, am i sure doing this? again and again?" Tanyanya pada sang Ayah.

Pramu Nizar Atmaja, lelaki berusia 24 tahun yang akan pulang ke Jakarta setelah menetap di Amerika kurang lebih 2,5 tahun lamanya.

"untung hari ini pulang, udah lama ga makan ketoprak" Batinnya.

Underground.
sudah pasti tidak asing lagi ditelinga orang orang. Tempat jual-beli barang illegal, perdagangan manusia, perjudian dan lain semacamnya. Tempat ini tidak memiliki norma, hukum atau etika sekalipun.

"hey what's up bro? you're doing great in here?" Ucap salah satu client asing dari sang Ayah.

"yes, i am" Balasnya.

"I heard your father just k*lled an entire family with one bullet?" Tanyanya.

"hahaha, you can ask him." Ia tidak tahu menahu tentang hal itu.

"Anthony? stop ask my son a question that shouldn't him heard it" Sang Ayah datang.

Sebenernya ia malas menghadapi client client Ayah yang bisa saja mengkhianati mereka. Bukan hanya client yang kaya tapi juga mereka adalah penguasa yang bisa menjatuhkan rakyat kecil atau besar sekaligus.

"Pram jangan pergi ke bandara dulu, bicara dulu dengan Om Alex" Pesan Ayahnya beberapa menit yang lalu.

----

Jarak antara Nizar dengan Alex tidak terlalu jauh tetapi Ayahnya memberi perintah pada dua anak buahnya untuk mengikuti dia.

Nizar : Om Alex!
Alex : Eh sini zar, ada yang mau om omongin
Nizar : ada apa om?
Alex : kamu kan mau pulang ke jakarta, tolong tagihin sekali lagi hutangnya Wiliam. Dia masih nunggak 10 juta sama om.
Nizar : om, bukannya Nizar gak mau tapi William kalo ditagihin tuh pasti ada aja rencananya dan setiap kali kita nagih, dia pasti ngelukain dirinya sendiri.

Pembicaraan keduanya mendatangkan banyak mata yang tertuju ke keduanya. Ayahnya datang menghampiri anaknya dan sahabat dekatnya itu.

"huft, am i sure doing this? again and again?" Tanyanya pada Ayah.

Sang Ayah tau betapa konyolnya hal ini bagi putra tunggalnya.

"you can do this right? ayah percaya sama kamu, om Alex juga percaya sama kamu" Ucapnya disambung dengan senyuman dari Alex.

"okey, i'll do that" Ucapnya.

➷➹

Amerika Serikat
pukul 10.40
International Los Angeles Airport

"apa yang terjadi barusan?" Batinnya.

Sekarang beberapa jarinya terluka akibat passenger disebelahnya. Ia mengenalkan diri sebagai Sahen, doktor yang bekerja di salah satu rumah sakit yang ada di Indonesia.

Disaat ini, Nizar akan memanfaatkan waktu untuk berpikir 'bagaimana cara menghadapi William nanti'.

"William suka banget ngelukain diri sendiri setelag dia nyoba serang gue atau ga temen temen gue. nah terakhir kali dia cuman luka baret karena Aksa berhasil halang dia. Should i just shoot him? tapi dokter mana yang bakalan ngobatin dia?" Pikirnya.

Dokter? yang sekarang muncul dibenaknya adalah dokter disebelahnya. Mungkin ia bisa meminta tolong pada Sahen untuk kali ini.

Nizar akan menggunakan orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini. Tidak seharusnya ia memanfaatkan Sahen untuk membantu rencananya.

Setibanya di Bandara. Sahen mencari cari letak Nizar berada. Ia lupa untuk memberikan kartu tanda pengenalnya. Setelah 10 menit mencari, ia menemukan Nizar yang sedang membeli minuman.

Melihat Sahen menghampirinya, ia menyuruh kedua anak buah ayahnya untuk bersembunyi.

"Maaf Pak, Saya lupa ngasih kartu nama saya, ini udah include sama nomor kerja saya ya. Dihubungi aja Pak semisalnya ada apa apa." Ucapnya.

"Kayaknya kita seumuran, jangan pake kata Pak, panggil nama aja." Balasnya dengan senyuman. Jarang sekali dirinya tersenyum.

Melihat Sahen tampak lelah, mungkin dirinya berlari kesana sini hanya untuk mencari dirinya. Nizar membelikan satu lagi minuman lalu memberikannya kepada Sahen.

"minum dulu, pulang sama siapa dok?" Tanyanya sembari menyodorkan minuman lalu mengajaknya untuk mencari tempat duduk.

Nizar menyuruh untuk Sahen berjalan duluan.

"diem situ dulu, nanti gue balik lagi" Isyaratnya kepada kedua bodyguardnya.

"nanti saya dijemput sama temen saya, btw makasih minumannya"

"iya sama sama, nanti gue minta tolong bantuan dokter bisa ga?" Tanyanya karena perihal rencana tadi.

"boleh kok boleh, kabarin aja nanti mau minta tolong" Ucapnya sebelum dering teleponnya berbunyi.

*dringg-! dringg-!

📞 "Sahen, lu dimana? gue udh di depan nih?"

"Saya duluan dulu ya, temen saya udah di depan, sekali lagi makasih." Sahen berjalan cepat kearah exit bandara.

Melihat Sahen sudah pergi, kedua bodyguardnya menghampiri. Bersiap siap untuk kembali ke apart.

"kenapa lu senyam senyum?" Tanyanya setelah melihat bodyguardnya.

"tumben banget senyum, biasanya muka datar cemberut aja" Ucap salah satu bodyguardnya.

"gak, gue ga senyum." Denial Nizar.

"udah jujur aja sih boss" Ucap bodyguardnya dengan nada jengkel.

"lu demen banget ye iseng sama gue, jangan ampe di peluru mendarat di kepala lu." Nizar juga merasa jengkel.

Kedua bodyguardnya hanya tertawa kecil melihat Nizar yang mendadak memerah pipinya.

"yaa Sahen sedikit lucu sih tadi. Apasih yang lu pikirin zar. gak! gue ga senyum!" Batinnya.

kebiasaan, Nizar selalu saja denial dengan perasaan dirinya sendiri.

Partner In CrimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang