S-E-P-U-L-U-H

66 12 2
                                    

"Kareeeeeennnn! Abis mantap-mantap dicuci bersih ya, biar nggak jamuran dan bernanah, " olok Erwin pada Karen yang berjalan keluar kelas bersama Nirina.

"Heh, jangan lo samain gue sama sempak lo yang nggak pernah lo cuci itu, ya!" Karen sudah tak merasa rendah diri lagi. Ia kembali garang setelah Nirina tanpa henti memberi dukungan. "Berani asal bacot lagi, gue tampol juga lo!"

Erwin langsung kabur begitu disembur sedemikian rupa oleh Karen. Nirina tersenyum melihat Karen sudah kembali seperti semula.

"Abis ini kamu ke dokter kan, Ren?"

"Iya, Na. Sebenarnya udah nggak ada gejala, sih. Soalnya gue baru tahap awal. Yang pas gue periksa kedua itu udah langsung disuntik antibiotik, terus dikasih obat. Dua hari setelah itu, udah langsung nggak terasa sakit, terus sekarang udah bener-bener fit. Cuma gue harus periksa lagi buat memastikan gue udah sembuh total atau belum."

"Yakin nggak mau aku anterin?"

"Enggak usah, Na. Kamu kan ada janji sama Mas Rama." Sejurus kemudian, jari telunjuk Karen terangkat, senyumnya tersungging. "Eh, itu cowok lo nungguin, Na."

Pas sekali trio gosip yang terdiri dari Nani, Desi, Yuni sedang nongkrong di gazebo dekat Karen dan Nirina berbincang. Mereka langsung menyambar ke dalam obrolan begitu Karen menunjuk cowok ganteng di samping gapura—yang dari tadi mereka puja-puja—sebagai kekasih Nirina.

"Serius yang bawa Mercy itu cowoknya Nirina?" Yuni mencolekl bahu Nirina.

Nani ikut mepet-mepet. "Kenal di mana kamu, Na?"

"Kamu pake dukun mana, Na? Kuat banget jampi-jampinya." Desi justru mencela.

Nirina yang tak bisa menjawab hanya senyum-senyum saja sambil berlalu. Karen cepat-cepat membentangkan tangan untuk mengusir tiga orang kepo tadi jauh-jauh.

"Udah, ya. Nirina lagi ditungguin, tuh. Jadi no comment. Makasih buat pertanyaan Mbak-Mbak Wartawan sekalian."

Diam-diam, Nirina geli sendiri. Bisa banget Karen tuh ngadepin gituan.

Nirina dan Karen menghampiri Rama. "Mas Rama udah lama di sini?" tanya Karen kali ini sikapnya tidak kecentilan seperti sebelumnya.

"Hmmm, lumayan. Hampir tiga puluh menit lah."

Nirina mengangguk-angguk kepala. "Iya, lumayan banget buat tebar-tebar pesona," nyinyirnya ceplas-ceplos.

"Astaga, tuduhan kamu bikin aku merasa ganteng, deh. Aku nggak tebar pesona aja cewek-cewek udah terpesona sama aku, Love. Gimana kalau aku tebar? Bisa-bisa rumahku diserbu gerombolan cewek minta dilamar."

Karen terbahak. "Ciyeeee, Nirina lagi cembokur tuh, Mas. Ya udah, gue balik duluan. Kalian berdua have fun, ya." Usai mengejek sahabatnya, Karen pun pergi ke parkiran menuju mobilnya.

Rama mendekat untuk berbisik sambil senyum-senyum tidak jelas. "Beneran kamu lagi cemburu?"

"Fitnaaaaah!" Nirina mengelak dengan pipi merah. "Mas Rama katanya capek, kenapa repot-repot ke sini, sih?"

"Kamu nggak suka aku jemput?"

"Ya bukan nggak suka. Saya bisa ke tempat Mas Rama, jadi Mas nggak usah repot-repot—"

"Ssst, aku nggak repot. Kayaknya hari ini kita jalan-jalan aja, deh. Ngemal atau nonton gimana?"

Nirina tampak kurang bersemangat. "Yah, tugas saya lagi banyak-banyaknya, Mas. Mana minggu depan ujian blok. Kita tetap ke apartemen Mas Rama aja gimana?"

Ujian blok merupakan ujian di setiap akhir blok. Berbasis komputer, jadi mahasiswa akan diberikan sekitar 100 soal yang harus dikerjakan dalam waktu 1 jam 30 menit. Di kampus Nirina, tidak ada remedial untuk ujian blok. Jadi jika nilai Nirina sampai anjlok, ia otomatis gagal blok. Nah, gagal blok sama dengan terancam kehilangan beasiswa. Nirina harus fokus belajar. Maka dari itu, ia setuju-setuju saja saat Rama memintanya datang ke apartemen. Minimal di sana Nirina bisa ngapel sambil belajar. Syukur-syukur kalau Rama mau memberi les gratis.

Dikerjain Mas DokterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang