Kepada Ibu Gentiana yang kurindu,
Bulan demi bulan, musim demi musim, akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengirimkan surat lagi padamu. Sesungguhnya aku cukup khawatir, sebab aku sendiri tidak menerima secarik surat pun darimu. Padahal nyaris setahun aku tidak berpulang.
Apakah rumah kita makin ramai sehingga kau terlalu sibuk untuk menulis balasan?
Namun, apa pun itu, semoga kau baik-baik saja dan menjaga kesehatan. Kau sendiri tahu, sulit menuai cinta dan kasih kepada anak-anak yang membutuhkannya kalau badan tak sehat.
Di awal musim semi ini, aku berhasil lulus mempelajari Aora tingkat pemula menuju menengah. Guru Wei berkata kalau aku memiliki satu keunikan dalam penerapan Pemisahan. Ingin sekali kutunjukkan itu padamu sekarang juga, dan lekas bercerita segala yang kutahu. Ya, siapa saja tahu kalau kau merupakan pendengar yang baik, Ibu.
Lagi-lagi kita terpaut oleh jarak, sehingga kita tidak bebas melakukan apa pun. Ditambah, barangkali aku pula harus menjejakkan langkah lebih jauh dari rumah, dan mungkin aku harus mengulur waktu sedemikian panjang untuk bisa kembali pulang menapakkan kaki di Luminesia.
Ibu Gentiana, kini aku sedang menjalani masa penebusan.
Tidak banyak kenangan yang kuingat selama lima tahun terakhir ini, tetapi tiap-tiap kenangan buruk yang terukir dan terbayang di dalam kepalaku membuatku harus melakukannya. Entah dapat dikata beruntung atau tidak, dengan masa penebusan ini pula aku bisa mewujudkan harapanku sebagai penjelajah.
Kau mungkin tidak tahu, dan pasti amat terkejut dengan cita-citaku yang sederhana. Akan tetapi, aku bersumpah aku akan baik-baik saja selama aku menyusuri petualanganku. Jadi kumohon jangan terlalu khawatir.
Apa kau ingat buku yang paling kusukai dari Perpustakaan Utara? Bahkan Tuan Evariste hafal betul, sampai aku sengaja melewatkan tenggat waktu peminjaman buku itu beberapa kali. Kupikir kau mau bertanya pada beliau, sebab buku tersebut bisa dijadikan petunjuk untukmu ke mana aku hendak pergi.
Perjalananku mungkin akan berlangsung sedemikian panjang, tetapi percayalah. Kala tiba waktunya, aku akan pulang ke dalam rengkuhanmu, dan bercerita banyak. Harap-harap kau sudi memanjatkan doa untukku, barangkali dengan begitu aku pun bisa pulang lebih awal.
Oh, tentu saja aku akan tetap mengirimkanmu pesan. Pun, aku selalu setia menunggu balasanmu.
Tertanda yang senantiasa dipenuhi oleh kasihmu,
Rin
Derasnya suara bersin mengantarkan gema memasuki lorong gua. Lenguh penuh keluh lekas keluar dari mulut sumber, sementara gadis yang menemaninya cepat-cepat mengelap hidungnya yang berlendir.
"Sungguh, maafkan aku." Entah kali kesekian ia mengutarakan maaf hingga tak sadar manik karamel itu mendelik padanya. "Aku benar-benar memeriksa tidak ada duri yang tersisa, tetapi ...."
Satu embusan napas menyita segala alasan yang hendak ia lontar. Ah, ya. Memang sudah berkali-kali Ravn mendengar untaian kata serupa, dan kali ini tampaknya ia sudah sadar kalau mengatakannya sejuta kali pun tidak dapat mengubah apa pun.
Durberi* banyak ditemukan di bagian utara Heyuan, yang mana pula diketahui tumbuh liar di wilayah beriklim subtropis dan iklim sedang. Selagi di Kuil Wei, Rin sempat membaca buku obat-obatan herbal, dan ingat kalau Durberi mampu menyembuhkan flu.
Akan tetapi jika tidak diolah dengan benar, Durberi bisa menjadi buah simalakama. Yah, Ravn salah satu korban petaka kecil itu. Oleh sebab Rin tidak teliti memisahkan duri dari sela-sela beri liar tersebut, si pria muda yang semula merasa sembuh kini malah terkapar menyedihkan dengan bintik-bintik yang menghuni kulitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seeress
Fantasía16+ for violence [Fantasy, Adventure] Lebih dari puluhan abad lamanya, seisi Dunyia damai sebagaimana semestinya. Hingga suatu kala tertulis sepintas takdir mengerikan di Pohon Kadaroak, bahwa sahabat Sang Pencipta yang pernah Dia cinta dan Dia kasi...