II. Runtuhnya Alam Damai [1/3]

137 28 23
                                    

Hai. Dari sini, sampai bagian ketiga masihlah serumpun (satu bab). Jadi memohon dibaca sampai habis, tetapi perlahan-lahan saja juga tidak apa-apa. Selamat menikmati!

Telah ia dengar apa-apa yang diutarakan Wrenyasa selama pertemuan di ambang pintu gereja, pula tidak sedikit pun ia lewatkan percakapan kedua saudaranya dengan Gentiana melalui Mutiara Bayangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Telah ia dengar apa-apa yang diutarakan Wrenyasa selama pertemuan di ambang pintu gereja, pula tidak sedikit pun ia lewatkan percakapan kedua saudaranya dengan Gentiana melalui Mutiara Bayangan.

Kelegaannya kain mengembang di dalam dada mengetahui saudara-saudarinya itu pulang dengan selamat. Jelas bahwa memanglah Alam Khayal selalu terjaga begitu baik di bawah pengawasan Navarra. Agaknya, hari ini ia hanya tinggal melengkapi kenyamanan bagi alam yang telah ia ciptakan itu.

Ya, seperti yang sudah-sudah.

Navarra bergerak dengan hati-hati memilah jutaan helai bulu penuh warna yang memenuhi ruangannya; representasi para pemimpi. Ada yang berserak di lantai, ada pula yang melayang. Di antara mereka terdapat tabir yang berkilauan, sebuah pertanda itu merupakan mimpi indah.

Kali ini, ia mengumpulkan bulu-bulu pemimpi yang ia perlukan; orang-orang yang memiliki peran penting hari ini di wilayah utara Luminesia. Lekas Navarra mengembuskan semuanya mendekati Mutiara Bayangan, membiarkan mereka beterbangan mengelilinginya.

Demikian ia menggunakan kemampuannya Navarra mendatangkan sebuah buku, lalu ia serap setiap katanya tanpa sisa. Lantas ia embuskan pula seisi buku di tangannya itu ke dalam Mutiara Bayangan.

Sementara manik senada batu kecubungnya kembali mengawasi Alam Khayal, tepat di lantai teratas Kerajaan Langit, Pohon Kadaroak menumbuhkan ranting baru yang mewakili takdir si Benih Harapan ....

Ranting yang memiliki sejentik warna gelap di ujungnya.

~*~

Langkah kakinya menyiprat genangan air tanpa sengaja, tetapi tampaknya Rin enggan mengindahkan. Lalu ia melewati setiap kelompok teman-temannya yang tengah bermain, saling bertegur sapa sebelum utuh berakhir ia memantapkan diri lurus menuju gedung besar yang tak begitu jauh dari panti asuhan.

Padahal nyaris habis napasnya, tapi ia sempatkan pula berlari kecil menaiki tangga. Menetes peluhnya tepat ia mendorong pintu besar nan berat itu sekuat tenaga.

Beruntung sekali semua lelah itu terbayar dengan pemandangan yang tersuguh di dalam gedung; yang paling ia senangi di tempat ini.

Buku.

Buku, dan ....

Buku yang memenuhi setiap rak-rak tinggi yang membentuk banyak lorong, juga rak yang dibangun menyatu dengan tembok, menjulang hingga menyentuh langit-langit menyebarkan bermacam bau kertas. Bahkan jika Rin tumbuh dewasa, agaknya ia masih harus membutuhkan bantuan tangga untuk meraih buku-buku di atas sana.

Suasananya sangat hangat meski dingin mengigit kulit di luar sana. Api di dalam lampu yang terpatri di dinding dan pilar memberikan warna dan penglihatan lebih jelas. Pun, lampu gantung agaknya dinyalakan lebih awal akibat cuaca yang kurang menyenangkan.

SeeressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang