Bab 17

64 8 1
                                    

✾ Gardenia ✾

Kiara masuk ke dalam UKS hanya untuk menemukan sahabatnya yang malah termenung dengan senyuman tipis di wajah ayu Nadira. Tadi Arjuna mengatakan padanya kalau Nadira sendirian di UKS dan pemuda itu meminta Kiara untuk menjaga Nadira, sementara dirinya pergi ke Kantin membelikan minuman untuk Nadira. Kiara yang mendengar itu tentu saja senang bukan main dan bahkan menyuruh Gilang untuk menemani Arjuna sambil berbisik kepada rekan sesama basketnya itu untuk menjaga agar Arjuna tidak didekati oleh Aldara. Gilang yang mendengar itu tentu saja memutar bola matanya jengah, tapi tak ayal menurut juga pada ucapan Kiara sebab ia juga tak menyukai Aldara yang terkesan sekali menyukai Arjuna dan ingin menjauhkan Arjuna dengan semua orang dan hanya ingin agar Arjuna dekat dirinya saja. Egois kalau kata Gilang.

“Nadira, sayangku! Gimana keadaan lo? Pusing? Mual? Gejala positif?” cerocos Kiara sambil duduk di samping Nadira.

“Positif mata lo! Sakit nih!” balas Nadira langsung menatap Kiara dengan tatapan tajam. Kiara yang ditatap begitu hanya bisa menunjukkan senyum tanpa dosa dan langsung menatap luka Nadira yang sudah ditangani.

“Juna, ya?” tanya Kiara mengacu kepada bagaimana telatennya luka Nadira telah diobati. Nadira yang melihat itu tentu saja mengangguk malu-malu karena mengingat betapa lembutnya Arjuna mengobatinya.

Kiara yang melihat respon malu-malu sahabatnya itu langsung menyeringai lebar. “Trus? Ngapain aja sama dia? Diobatin doang gitu?” tanya Kiara penasaran.

“Ya, menurut lo ngapain aja? Diobatin doang dong, masa lo ngira kita ngapain selain itu?” balas Nadira dengan nada ketus, padahal menutupi perasaannya yang berdebar-debar.

“Masa sih? Enggak ada adegan lain gitu? Ciuman mungkin?” ejek Kiara yang mana membuat Nadira merona malu.

“KIARA! LO—”

Pintu UKS terbuka dan masuklah sosok Arjuna dengan membawa satu botol air mineral dan sebungkus roti cokelat diikuti Gilang di belakangnya. Kiara menyeringai dan kemudian menyuruh Arjuna untuk duduk di tempatnya agar dekat dengan Nadira.

“Nih, gue udah izin ke Pak Wawan buat jagain lo. Katanya gapapa trus juga kebetulan gue nanyain anak-anak UKS yang lain, katanya memang jam sekarang tuh enggak ada yang jaga soalnya mereka lagi ada kelas. Makanya gue bakal jagain lo sampe petugas yang jaga dateng. Gapapa ’kan?” ucap Arjuna sambil menyerahkan botol minuman kepada Nadira yang diterima baik-baik oleh gadis itu.

“Gapapa kok,” jawab Nadira dengan nada lirih, ia malu.

“Ah, bener! Kita kagak ada izin ke Pak Wawan, Lang! Yuk, balik. Kita belum ambil nilai!” ucap Kiara langsung menyeret Gilang pergi.

“Eh! Eh! Gue—tapi eh! Ki, bentaran ngapa? Jangan narik-narik kerah gue. Kecekek, njir!” seru Gilang yang masih bisa Arjuna dan Nadira dengar dari balik pintu.

“Buruan!” seru Kiara.

Arjuna menatap Nadira dan kemudian tersenyum kecil. “Masih perih enggak?” tanya pemuda itu dengan lembut.

Nadira menggeleng kecil. “Enggak kok. Lo jago ngobatinnya. Pernah ikut PMR, ya?” tanya Nadira. Arjuna menggeleng dan menjawab, “enggak kok. Cuma udah biasa aja ngurus luka kalo di rumah. Nyokap gue gampang luka.” Tiba-tiba saja raut wajah Arjuna terlihat mendung. Nadira merasa tak nyaman. Ia bertanya-tanya apakah ia sudah menyinggung sesuatu yang membuat Arjuna merasa tak nyaman secara tak langsung?

Nadira goblok! Batinnya mengumpati dirinya sendiri.

“Oh, ya. Gimana progres naskah lo?” tanya Arjuna mengalihkan pembicaraan. Nadira menjawab, “hampir rampung sih. Belum gue selesaikan bagian ending aja. Setelah itu selesai dan bakal gue tunjukin ke anak-anak di kelas biar denger pendapat mereka.”

Arjuna tersenyum dan berkata, “syukur deh. Gue enggak sabar ngeliat penampilan kelas kalian. Pasti keren.”

Nadira tersenyum tipis. “Jangan berharap lebih, Jun. Bisa aja enggak sesuai sama ekspektasi lo. Gue enggak mau lo kecewa.”

Arjuna menepuk lembut pundak Nadira dan berkata dengan nada menyemangati, “lo enggak harus memenuhi ekspektasi semua orang, Nad. Cukup berusaha sekuat lo dan hasilnya bakal bicara sendiri. Entah itu bagus atau enggak, lo enggak berkewajiban memenuhi ekspektasi semua orang. Mereka minta sama lo buat bikin naskahnya, jadi apapun hasilnya mereka harus puas. Kalo mereka enggak ngerasa puas dan menuntut lebih, harusnya mereka kerjain sendiri. Jangan membebani diri lo sendiri buat sesuatu yang harusnya lo nikmati. Kalo lo terlalu menuntut diri lo sendiri yang ada kegiatan yang biasanya lo senengin ini malah bikin lo tertekan.”

Nadira mengangguk kecil. “Makasih, ya.”

“Anytime for a friend. Itulah gunanya temen, 'kan? Always be there for each other, tapi serius luka lo udah gapapa?” tanya Arjuna kembali khawatir dengan luka Nadira.

Nadira menggeleng kecil. “Gapapa kok. Serius. Ini udah mendingan. Nanti paling sembuh sendiri,” jawabnya.

Tak lama pintu UKS terbuka dan masuklah seorang murid perempuan yang sepertinya adalah petugas UKS yang bertanggungjawab di jam jaga. “Eh, Kak Juna. Udah lama, Kak?” tanya murid itu. Mungkin dia murid kelas 10.

“Enggak kok. Boleh minta tolong enggak? Luka temen gue takutnya butuh penanganan lebih serius. Gue enggak terlalu bagus kayaknya nanganinnya,” ucap Arjuna dengan nada khawatir.

Murid itu mengangguk dan mendekati Nadira. “Gue cek sebentar ya, Kak. Kalo sakit, bilang aja.” Nadira mengangguk pada kesopanan murid itu.

Arjuna, di sisi lain menatap dengan seksama dan cemas. Entah kenapa, gadis yang mulai dekat dengannya itu membuatnya selalu cemas apalagi beberapa kali ia mendengar dari Kiara bahwa Nadira ini tipe yang selalu merasa rendah diri. Arjuna jadi was-was kalau-kalau Nadira punya banyak masalah dan malah memilih memendam sendiri.

“Gimana?” tanya Arjuna kepada murid itu. Nada suaranya tak ayal terdengar begitu khawatir. Bolehkah Nadira merasa bahagia?

“Gapapa kok, Kak. Lukanya ditangani dengan bagus. Selanjutnya lukanya jangan sampe kena air aja biar cepet kering trus kalo abis mandi nanti oleh obat luka sama kasih plester luka biar lebih luas geraknya,” jawab murid itu.

“Syukur deh, makasih ya!” ucap Arjuna kepada murid itu.

“Sama-sama, Kak.”

Arjuna menatap Nadira dan kemudian menawarkan apakah gadis itu mau pergi ke Kantin karena kebetulan sudah jam istirahat juga.

“Boleh. Pasti Kiara udah ngantin duluan juga,” jawab Nadira. Arjuna terkekeh kecil dan menyahut, “pastinya tuh. Kayaknya dia nyeret Gilang juga deh. Yuk, susulin.”

Nadira mengangguk dan mengikuti Arjuna menuju Kantin. Saat setengah jalan menuju Kantin, Arjuna menarik lembut lengan Nadira agar gadis itu tak berjalan di belakangnya dan berjalan di sampingnya.

“Jangan jalan di belakang, nanti gue enggak bisa ngejagain.” Oke, sekarang Nadira rasanya mau pingsan saja. Arjuna terlalu mempesona untuk dirinya yang gampang terpana.

✾ Gardenia ✾

✾ Bab 17
✾ ditulis oleh girlRin

[02] Gardenia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang