Bab 2

123 12 0
                                    

✾ Gardenia  ✾

Nadira mengembuskan napasnya yang kesekian kalinya hari ini. Kiara sebagai sang sahabat hanya bisa menggelengkan kepalanya karena ia paham benar bagaimana sahabatnya ini kalau sudah berhubungan dengan sang pujaan hati. Selalu memandang penuh puja, tapi giliran disuruh mendekati malah menolak. Katanya dirinya takkan sebanding kalau bersanding di samping sang pujaan hati.

“Kalau ibarat kata tuh ya, Ki. Dia Langit dan gue tuh kubangan air. Jauh banget. Enggak bisa digapai.” Itulah kira-kira jawaban Nadira ketika Kiara selalu menyuruhnya untuk mendekati Arjuna.

Kiara menatap sahabatnya dengan tatapan kasihan. Saat ini netra Nadira terarah ke meja ujung yang mana ada sosok Arjuna bersama beberapa anak OSIS lainnya yang sedang makan bersama sambil berdiskusi entah apa. Kiara memutar bola matanya jengah saat mendapati seorang gadis yang memang duduk di samping Arjuna malah berpura-pura tersedak sampai membuat anak-anak OSIS di sana—termasuk Arjuna panik dan mencoba menenangkannya.

Kalau kata Kiara, perempuan itu cari perhatian saja. Terlihat jelas bagaimana rona merah menghiasi pipi gadis itu dan bahkan ia semakin mendekatkan badannya ke arah Arjuna yang bodohnya juga tak sadar.

“Dia keliatan baik banget, ya? Sampe perhatian banget sama orang yang keselek gitu,” ucap Nadira tiba-tiba dengan nada sendu.

Oh, tolong! Kiara rasanya ingin menjedotkan kepala sahabatnya ini dan berteriak mengatakan kalau bagian mananya dari tingkah perempuan itu yang terlihat seperti tersedak? Malah Kiara melihatnya seperti sengaja sekali.

“Beruntung banget deh jadi Dara. Udah jadi wakil ketua yang bisa tiap hari bareng Juna, eh diperlukan kayak tuan putri begitu lagi sama anak-anak OSIS lainnya.” Lagi, Nadira mengungkapkan ketidakpercayaan dirinya.

Kiara mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Bagian mana dari muka caper kayak pantat onta begitu yang lo bilang kayak tuan putri? Putri Dugong sih iya.” Kiara menghina.

Nadira terkekeh kecil dan kembali menatap interaksi Arjuna dengan anak-anak OSIS tersebut. “Juna tuh baik banget tau. Lo inget ’kan? Waktu MPLS dul—”

“Oke-oke! Gue udah denger cerita lo itu ratusan kali, Ra. Mau sampe kapan lo cuma mandang dari jauh kagak berani nyamperin? Keburu ketempelan pantat onta kayak si Dara yang ada ntar. Rabies!” ucap Kiara menyela ucapan Nadira.

“Dara lumayan cantik kok,” ucap Nadira tak nyambung. Kiara mendatarkan tatapannya dan bertanya, “trus lo mau ngerelain si Juna pacaran sama dia?”

Nadira langsung menggeleng cepat. “Enggak boleh!” ucapnya panik. Kiara yang gemas pun berkata, “ya lo gerak dong! Deketin si Juna! Jangan diem natap dari jauh doang. Dikira tatapan lo ada peletnya, nunggu dia nyamperin lo duluan.”

Nadira menatap sahabatnya dengan tatapan ragu. “Emang gue pantes buat dia? Dia keliatannya keren begitu mana cocok sama gue yang kurang pergaulan begini?” ucap Nadira.

“Lo maunya gimana sih, Ra? Dia diambil orang kagak mau. Disuruh deketin dia juga kagak mau. Mau lo gimana? Natap dia doang seumur hidup trus kalian sama-sama jomblo sampe masuk liang lahat?” balas Kiara.

Nadira baru saja akan menyahut sampai sosok Arjuna yang beranjak pergi mengalihkan pandangannya. Kiara yang sudah paham kalau sahabatnya itu malah teralihkan perhatiannya langsung saja menyeringai lebar. Ia ada rencana. Kiara langsung menyerahkan selembar uang sepuluh ribu dan membuat Nadira menatapnya bingung.

“Beliin gue basreng sono. Nih uangnya. Pantat gue udah terlalu sayang sama nih kursi jadi enggak bisa bangun.” Kiara dengan seenak jidat menyuruhnya. Nadira awalnya mengomel kesal, tapi tetap ia lakukan.

Saat akan mengambil satu bungkus basreng yang ada di rak makanan, tiba-tiba saja seseorang juga ikut mengambil bungkus yang di pegang oleh Nadira. Sontak saja Nadira menoleh dan betapa terkejutnya dia ketika mendapati sosok Arjuna yang juga menatapnya kaget.

“Eh, lo mau basreng juga?” tanya Arjuna sambil melepaskan tangannya dari bungkus basreng yang telah dipegang oleh Nadira.

Nadira diam-diam mendesah kecewa karena tak lagi mendapati tangan Arjuna di atas tangannya padahal tangan pemuda itu hangat dan lembut. Nadira merasa nyaman dibuatnya.

“Eum, halo?” Arjuna melambaikan tangannya di hadapan wajah Nadira hingga membuat gadis itu tersentak kaget. “Lo kenapa ngelamun? Nanti kesambet setan lho,” ucap Arjuna mencoba bercanda. Nyatanya Nadira malah memucat yang Arjuna kira gadis itu benar-benar takut.

Terdorong oleh rasa bersalah dan khawatir, Arjuna mencoba menepuk pelan pundak Nadira. Hanya saja baru sebentar ia meletakkan tangannya di pundak Nadira, gadis itu langsung tersentak kaget dan berjalan mundur menjauhi Arjuna yang mana membuat pemuda itu kebingungan.

“Maaf kalo gue ngagetin. Gue bercanda kok. Melamun enggak bakal kesambet setan,” ucap Arjuna mencoba mencairkan suasana. Nadira yang memang sudah gugup menahan degup jantungnya dan juga pesona Arjuna malah semakin pucat. Rasanya ia kesulitan bernapas dan berhadapan terlalu lama dengan Arjuna mungkin akan membuatnya pingsan dalam waktu dekat.

“Lo oke, ’kan?” tanya Arjuna yang benar-benar mulai khawatir. Bagaimana tidak khawatir? Seseorang di hadapannya berwajah pucat dan bahkan Arjuna melihat ia seperti menahan napasnya. Apa wajah Arjuna semenakutkan itu?

“Weh, ada apa nih?”

Arjuna dan Nadira menoleh hanya untuk mendapati seorang pemuda tampan lainnya yang mendekati mereka sambil meminum teh kotak kemasan. Dia adalah sahabat Arjuna, Gilang.

“Ada apa nih?” tanya Gilang sambil merangkul pundak Arjuna.

Arjuna mengangkat bahunya tanda tak tahu. Ia benar-benar tak tahu kenapa Nadira bersikap begitu. Gilang pun bertanya, “lo kenap—”

“Ra, lama bener deh beli basreng doang. Enggak beli ke Hongkong juga lho,” ucap Kiara yang datang untuk menyelamatkan sahabatnya. Sedari tadi ia sudah memperhatikan bagaimana Nadira sahabatnya itu malah terdiam seperti patung di hadapan Arjuna. Kiara yang kasihan pun mendekati temannya untuk membantu apalagi Arjuna ditemani Gilang sekarang.

“Temen lo kenapa, Ki?” tanya Arjuna. Ia jujur khawatir sekali dengan Nadira.

Kiara yang mendengar itu malah terkekeh geli dan langsung merangkul pundak Nadira. “Emang lo tanyain tadi dia jawab apa?” balas Kiara iseng.

Arjuna menggeleng bingung. “Diem aja. Gue takut kesambet setan. Sampe pucet gitu lagi. Masih pusing gara-gara pingsan pas upacara tadi, ya? Mau dianter ke UKS enggak?” tanya Arjuna.

Nadira langsung menggeleng panik. Hei, berhadapan dengan Arjuna begini saja rasanya Nadira tidak bisa bernapas, apalagi kalau diantarkan ke UKS oleh pemuda itu? Bisa-bisa mungkin dia takkan bernapas lagi untuk selamanya. Apalagi ini dia dalam keadaan sadar. Tolonglah! Bisa merah seperti tomat wajahnya.

“Ide bagus tuh, Jun.” Kiara malah semakin jahil. Nadira langsung menatap sahabatnya dan kemudian menarik Kiara pergi meninggalkan Arjuna juga Gilang yang kebingungan.

“Lo apain anak orang, Jun?” tanya Gilang.

Arjuna menggeleng. “Kagak gue apa-apain. Sumpah! Gue juga bingung. Emang muka gue semenakutkan itu, ya? Sampe dia pucet ngeliatnya?” tanya Arjuna.

Gilang menautkan alisnya heran. “Biasanya sih orang muji muka lo ganteng. Baru kali ini gue liat ada yang takut sama muka lo. Ya, emang sih. Muka lo ’kan mirip tai sapi.”

Arjuna mendelik tajam dan memukul pelan lengan sahabatnya itu. “Sialan,” decih Arjuna yang mana membuat Gilang tertawa.

✾ Gardenia  ✾

✾ Bab 2
✾ ditulis oleh girlRin

[02] Gardenia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang