Bab 10

93 8 0
                                    

✾ Gardenia  ✾

Semenjak pulang sekolah, bibir Nadira tiada henti-hentinya tersungging. Bayangan saat dirinya diantar pulang oleh Arjuna tadi sore, terus memenuhi isi kepalanya. Nadira sungguh tak menyangka, bisa mendapatkan kesempatan seperti itu.

Apakah ini sebuah pertanda, jika cintanya tidak akan bertepuk sebelah tangan lagi?

Kepala Nadira refleks menepuk pipinya sendiri, tatkala pikiran-pikiran optimis itu datang. "Gak, gak. Lo gak boleh terlalu percaya diri gitu. Arjuna kan emang baik orangnya," gumamnya menyadarkan diri.

Meskipun rasa sukanya terhitung sangat besar terhadap Arjuna, tapi sejak awal Nadira sudah berkomitmen, bahwa ia tidak akan berharap lebih pada perasaannya ini. Bagi Nadira, berharap berarti sama dengan menjerumuskan diri ke dalam jurang kesakitan. Meskipun ia tau, jika rasa sakit merupakan risiko orang jatuh cinta. Namun, setidaknya ia bisa meminimalisir kemungkinan buruk itu.

Semoga saja.

"Kak, ayo makan malam dulu!"

Suara teriakan yang begitu melengking itu, sukses memecah pikiran Nadira. Gadis itu pun beranjak dari duduknya dan bergegas menuju ruang makan.

"Gak nunggu ayah pulang dulu, Bu?" tanya Nadira pada ibunya yang sedang menyajikan makanan di meja makan.

"Ayah pulang agak malam katanya. Kamu makan duluan aja," jawab Ayu-Ibu Nadira.

Nadira hanya mengangguk dan duduk di tempatnya. Diambilnya secentong nasi dari bakul, juga ayam kecap kesukaannya.

"Ibu gak makan?" tanyanya lagi, sebelum menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Ibu nanti aja, bareng sama ayah."

Bibir Nadira sontak tersungging. Ia berikan tatapan menggoda pada ibunya. "So sweet banget sih, Bu."

"Namanya juga suami istri. Harus bisa menjaga keharmonisan. Sekecil apapun momennya, tapi itu bisa jadi pupuk untuk sebuah hubungan, biar tetep awet sampai maut memisahkan. Kamu nanti juga harus gitu, Kak."

UHUK!

Nadira yang kala itu tengah mengunyah makanannya pun tersedak setelah mendengar ending dari ucapan ibunya.

"Dih, kenapa jadi Kakak?" protesnya.

"Loh, ya bener dong. Kan nanti Kakak juga bakal punya pasangan. Gak mungkin Kakak jomblo terus kan?" Ayu memberi jeda pada kalimatnya. "Lagian, Ibu lihat Kakak kayaknya udah ada pacar, nih?" sambungnya dengan tatapan menggoda.

"Ih, Ibu ngarang. Kakak mana ada pacar."

Entah dari mana ibunya mendapatkan informasi ngawur seperti itu. Ini niatnya emang pengen ngedoain anaknya atau ngejek, ya? Udah tau Nadira jomblo ngenes gini, masa dibilang udah ada pacar.

“Lah, yang tadi nganterin Kakak pulang? Bukan pacarnya Kakak? Ibu kira itu pacar Kakak,” ungkap Ayu yang ternyata salah sangka.

“Bukan, Ibu. Itu mah temen Nadira,” balas Nadira meluruskan.

Meskipun di dalam hatinya juga mengaminkan ucapan ibunya. Siapa tau, dari salah sangka jadi pacar beneran, kan?

“Temen apa temen?” timpal Ayu kembali menggoda putri semata wayangnya.

“Apaan sih, Ibu. Kok malah godain Nadira.” Bibir Nadira mengerucut, membuat sang ibu tertawa kecil.

“Ibu cuma bercanda, Kak. Kan mana tau kamu punya pacar, tapi gak mau ayah sama Ibu tau.”

Nadira hanya menggelengkan kepalanya, lelah menanggapi keisengan ibunya. Tidak tau saja, bagaimana berdebarnya jantung Nadira jika harus membicarakan tentang Arjuna. Ibunya mana tau.

[02] Gardenia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang