Miki ingin menanyakan, apakah salah satu temannya sengaja membawa cangkang kerang itu. Namun ia pikir itu pertanyaan bodoh. Siapa yang peduli dengan sebuah cangkang kerang? Mungkin saja Yuka atau Haruna memungut cangkang ini dari pantai karena indah. Miki hanya tak ingin begitu memikirkannya.
"Ah sial! Hari sudah gelap begini! Padahal aku berencana meninggalkan desa ini sebelum matahari terbenam, tapi gara-gara insiden tadi ..."
Miki merasa bersalah mendengar perkataan Taka tersebut.
"Hei! Hei! Tunggu! Berhenti!" seru Haruna tiba-tiba.
"Ada apa sih?"
"Lihat di sana! Itu pemuda yang tadi!"
"Apa?" bisik Miki dalam hati.
Lampu mobil mereka menyorot tubuh seorang pemuda yang berjalan membelakangi mereka. Ia berjalan di pinggir hutan sambil memunggungi sebuah ransel.
Taka menyalakan klakson dan pemuda itu menoleh. Ia meletakkan tangannya di depan matanya, mencoba menghalau silaunya lampu mobil.
Miki bisa melihat wajahnya dengan jelas. Haruna memang tidak melebih-lebihkan. Ia memang tampan dengan sepasang mata cokelat yang gelap dan amat misterius.
"Hei, benar! Itu dia!" seru Haruna girang. Dia langsung membuka jendela dan segera menyapanya.
"Hei! Kamu pemuda yang tadi kan?"
Mata Miki dan pemuda itu saling bertatapan dari sela jendela yang terbuka itu.
"Kau mau kemana?" tanya Haruna lagi.
"Saya hendak ke desa." jawabnya pelan, di tengah deru mesin mobil yang masih menyala. Mata mereka berdua masih saling memandang.
"Ikut saja dengan kami. Kami juga mau kesana kok!"
"Hei!" seru Seiji. Ia memang nampak keberatan, terutama karena mobil sudah penuh terisi dengan enam orang. "Apa ibumu pernah mengatakan sesuatu tentang mengangkut orang asing di tengah malam?"
"Ah, kau berisik!" protes Haruna. "Ia jelas-jelas orang baik sudah menolong Miki tadi. Justru kau di sini yang moralnya dipertanyakan, dasar tukang intip mesum!"
Seiji cemberut karena tidak mampu membalas Haruna.
"Sudahlah," kata Taka. "Toh kita juga lewat desa kan? Tak ada salahnya, hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih."
"Ayo masuklah!" kata Haruna dengan girang.
Pemuda itu tak menolak sedikitpun dan masuk ke dalam, walaupun harus berimpitan dengan empat orang lainnya yang sudah berada di kursi belakang mobil. Entah mengapa, namun Miki berpikir bahwa mungkin ini karena dirinya.
Pemuda itu masih menatap Miki, membuat gadis itu merasa canggung. Tatapannya kemudian beralih ke depan, ke arah hutan.
"Apa kau backpacker? Ranselmu besar sekali?" tanya Haruna, yang kini jelas-jelas ingin merebut perhatian pemuda itu.
"Ah iya, saya sedang berlibur di daerah ini."
"Sini ranselmu biar aku simpan." Haruna lalu mengangkat ransel itu dan menjatuhkannya ke arah pangkuan Seiji yang duduk di depan.
"Hei!"
"Sudah jangan protes! Di sini sudah penuh! Tempatmu kan masih lega."
Miki hanya tersenyum melihat tingkah teman-temannya.
"By the way, siapa namamu?" tanya Haruna lagi tanpa bisa melepaskan pandangannya dari pemuda itu.
"Ehm ... namaku Masahiro."