"Taka? Apa kalian benar-benar peduli dengan kematian pemuda menyedihkan itu?" Misaki tertawa, "Melihat satu saudaraku saja ia sudah histeris sampai hampir menjadi gila seperti itu. Dia jauh lebih lemah daripada perempuan yang baru saja mati itu, siapa namanya? Yuka?"
"Jangan sebut namanya dengan mulut kotormu itu!"
Miki berusaha mengeluarkan kekuatannya lagi, namun tak ada apapun yang terjadi.
Misaki tertawa kembali, "Kenapa? Tak tahu cara mengendalikan kekuatanmu? Oh nona manis, bagiku kau hanyalah bocah ingusan. Jika sejak awal kau sudah menyadari kemampuanmu, tentu saja teman-temanmu takkan mati konyol seperti itu, bukan?"
"Namun kami melihatmu mati, di resort!" seru Masa-kun.
"Aku tak bisa mati, Tampan." Misaki menatap pemuda itu dengan matanya yang menyala, "Karena aku sudah pernah mati."
"Kau adalah salah satu dari makhluk-makhluk itu." Akhirnya Miki mengerti.
Misaki kembali tertawa, "Jangan samakan aku dengan makhluk-makhluk merayap yang menyedihkan itu. Aku jauh berbeda dengan mereka. Aku adalah yang pertama."
"Kau adalah salah satu yang sempurna." ujar Masa-kun.
"Ah, kau tahu juga." kata Misaki, "Sekarang kalian tahu kan mengapa aku menjadi yang terkuat di antara mereka? Aku menjadi pemimpin mereka untuk menghukum warga desa ini, atas perlakuan nenek moyang mereka kepadaku."
"Tapi mengapa? Aku tak mengerti!" seru Miki.
"Kurasa tak ada salahnya memuaskan rasa ingin tahu kalian. Toh sebentar lagi kalian juga akan binasa." Misaki tersenyum, "Dahulu aku dan ibuku tinggal di gubuk ini, berdua saja. Ayahku sudah lama meninggal dan walaupun janda, ibuku tak pernah memohon belas kasihan orang lain. Ia selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kami. Aku ingat dulu sering membantu ibuku membawa kayu. Sesekali aku pergi ke pantai untuk bermain dan di sanalah semua itu terjadi."
"Kau tenggelam?"
"Dewa pemilik laut meminta tumbal. Ia menarikku ke bawah. Beruntung saat itu aku memakai jimat pemberian ibuku."
"Plasentamu."
Misaki kembali tersenyum, "Aku terkesan, Tampan. Kau sepertinya tahu banyak tentang sejarah desa ini. Ya, aku memang mati saat itu, namun ibuku berhasil membangkitkanku kembali. Kau tahu, ibuku menyimpan rahasia bahwa ia menguasai sedikit ilmu sihir."
"Penyihir yang tinggal tersembunyi di dalam hutan, itu semua masuk akal sekarang."
"Ibuku bukan penyihir!" Misaki tampak marah, "Masyarakat selalu menghakiminya seperti itu, namun ia bukan penyihir! Ia hanya berusaha menyelamatkannya anaknya, seperti yang semua ibu lakukan. Namun ketika mereka melihatku, semua masih terlalu awal. Bentukku masih belum menyerupai manusia sehingga mereka langsung membenciku dan berusaha memisahkanku dengan ibuku ..."
"Karena kau tidak normal! Bukan kodratmu untuk kembali hidup setelah mati sekian lama!"
"Tak normal?" Misaki tertawa sambil menatap Miki, "Bagaimana dengan kau sendiri? Kau dengan kekuatanmu itu? Aku yakin orang-orang memandangmu dengan tatapan aneh, walaupun kau sekalipun tak pernah menyakiti mereka."
Miki terdiam. Matanya nampak berkaca-kaca. Masa-kun merasa iba melihatnya. Ia tahu apa yang Misaki katakan mengena di hatinya.
"Mereka ... penduduk desa ... dibantu biksu-biksu itu ... mereka menaburkan garam, melemparkan kertas mantra, mengucapkan ayat-ayat kitab suci ... semua untuk memisahkan aku dari ibuku. Hal-hal itu memang bisa melukaiku, namun tak bisa membunuhku. Aku bersembunyi, menyempurnakan diriku, kemudian masuk kembali ke desa tanpa sedikitpun mereka curigai. Dengan sisa-sisa kekuatan kuil pertama ini, aku berhasil menciptakan kutukan. Apabila darah tertetes di hutan terkutuk ini, maka saudara-saudaraku akan bangkit, menuntut balas bagi keturunan mereka yang telah menyengsarakanku."