Anak Angkat | °28th•

7.7K 43 0
                                    

VERSI LENGKAP ADA DI PLAYSTORE & KUBACA

Anak Angkat - 28th

Perang dingin antara Mama Karina dan Papa Bram masih terus berlanjut hingga hari ini. Terhitung sudah empat hari mereka tidak saling berbicara atau sekedar saling sapa.

Jujur saja aku merasa tidak nyaman berada di dalam situasi seperti ini. Terlepas dari hubungan gelap ku bersama Papa Bram yang terus berlanjut sampai sekarang. Bahkan jika boleh dibilang, kami menjadi semakin dekat setelah saling jujur dengan perasaan masing-masing.

Walau pun aku mencintai Papa Bram, aku tidak pernah menghasutnya untuk membenci Mama Karina, atau mengatakan hal-hal buruk tentangnya. Bahkan aku juga tidak berharap mereka bercerai.

Bukan karena aku bodoh dan naif. Setiap orang pasti ingin menjadi satu-satunya di hati pujaannya. Tapi aku sadar diri jika aku hanyalah seorang anak angkat yang beruntung diadopsi oleh pasangan suami istri yang kaya raya. Bahkan sampai sekarang asal usul ku saja aku tidak tahu. Memangnya ada yang menginginkan ku setelah tahu siapa aku?

"Kita berangkat sekarang, Luna." ujar Papa Bram memecah keheningan di antara kami bertiga.

Aku yang tengah menyantap sarapan ku dengan malas lantas menaikkan pandangan ku ke arah Papa Bram. Sepertinya pria itu sudah selesai dengan sarapannya.

Aku hanya bergumam pelan sembari mengangguk. Diam-diam melirik ke arah Mama Karina yang tampak tenang menyesap teh hangatnya. Wanita itu tengah sibuk dengan ponselnya tanpa ingin repot-repot melirik Papa Bram.

Setelah meneguk susu putih hingga sisa setengah, aku kemudian beranjak dari kursi ku. Menyampirkan tas sekolah di pundak dan merapikan penampilan ku sejenak.

"Mama.. Luna berangkat sekolah dulu ya sama Papa." pamit ku mendekati Mama Karina yang masih belum melepaskan pandangannya dari benda persegi miliknya.

Mama Karina lantas menoleh dan menatap ku dengan senyum hangatnya. Aku mengulum senyum, merasa aneh dengan sikapnya yang berbeda 180 derajat dari beberapa detik lalu.

"Hati-hati ya, Sayang. Bilang sama Papa kamu jangan ngebut." kata Mama Karina menyambut uluran tangan ku.

Kedua alis ku hampir menyatu mendengar ucapannya barusan. Kenapa Mama Karina tidak langsung mengatakannya pada Papa Bram? Sial, aku benar-benar tidak suka dengan situasi ini.

"Ayo, Luna kita berangkat sekarang." seru Papa Bram dengan suara tegas.

Aku menghembuskan napas berat dan segera menghampiri Papa Bram. Hampir saja aku memutar bola mata ku karena jengah.

Aku dan Papa Bram berjalan beriringan keluar dari rumah. Biasanya Mama Karina akan ikut mengantar kami sampai di teras. Dan melambaikan tangannya dengan senyum hangat. Namun seperti beberapa hari lalu, wanita itu memilih untuk tetap diam di dalam rumah.

Aku memilih tetap bungkam sesaat setelah Papa Bram menyalakan mesin mobilnya. Aku tidak berani bersuara karena melihat wajah Papa Bram yang tampak mengeras. Sepertinya pria itu sedang dalam suasana hati yang buruk.

Papa Bram lantas mulai menjalankan mobilnya meninggalkan pelataran rumah. Aku sedikit melirik ke arah teras dan menghembuskan napas berat setelah tidak melihat sosok Mama Karina yang biasa berdiri di sana.

Walau pun Mama Karina sering sibuk dengan pekerjaannya, dia masih tetap meluangkan waktunya untuk kami jika di rumah. Tapi setelah pertengkarannya dengan Papa Bram waktu itu, dia tampak tidak peduli dengan suaminya.

Aku menoleh ke arah Papa Bram yang tengah fokus dengan kemudinya. Wajahnya masih terlihat keras dengan raut masam. Kedua alis tebalnya masih menukik tajam dengan kerutan menghiasi dahinya.

Anak Angkat [AFFAIR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang