Anak Angkat |°39th•

4.7K 28 0
                                    

VERSI LENGKAP ADA DI PLAYSTORE & KUBACA

Anak Angkat - 39th

Dua minggu ini aku benar-benar sibuk mempersiapkan ujian akhir yang akan diadakan beberapa hari lagi. Mengikuti kelas tambahan di sekolah, les private di rumah dan kerja kelompok bersama teman-teman ku ketika weekend.

Seperti sore ini, aku dan beberapa teman sekelas ku baru saja keluar dari kelas setelah mengikuti kelas tambahan mata pelajaran Matematika. Rencananya, setelah ini aku akan langsung pulang karena ada les private bersama Miss Helena.

Aku tengah membereskan barang-barang ku ketika Putri, salah satu teman sekelas ku menepuk pundak ku. Mengajak ku untuk ke gerbang bersama.

Sepanjang koridor, kami saling bercakap-cakap mengenai pelajaran yang baru saja diberikan oleh Pak Rudi. Jika biasanya guru-guru matematika terkenal dengan sifatnya yang killer, Pak Rudi justru kebalikan dari itu. Dia dikenal akan sikapnya yang humoris dan dermawan. Dermawan dalam tanda kutip jarang memberikan tugas, tapi loyal dalam memberikan nilai.

"Eh, Luna. Itu bukannya Mama kamu ya." celetuk Putri sembari menunjuk ke arah seorang wanita yang tengah berdiri di samping gerbang.

Aku mengikuti arah yang Putri tunjuk dan seketika tertegun saat mendapati Mama Karina yang tengah tersenyum menatap ku. Wanita itu melambaikan tangannya dengan anggun dan menyuruh ku untuk menghampirinya.

"Eng, Put.. aku nyamperin Mama aku dulu ya. Nggak papa kan kalo aku tinggal?" kata ku dengan wajah meringis.

"Ya ampun, Luna. Santai aja kali. Udah gih sana." balas Putri terlihat santai.

Aku lantas berjalan menghampiri Mama Karina yang terus menampilkan senyum manisnya. Membuat ku terpaksa membalas senyuman itu dengan sedikit kikuk.

"Hal-"

Greb

"Mama kangen banget sama kamu, Sayang." seru Mama Karina.

Belum sampai aku menyapanya, Mama Karina sudah lebih dulu menarik ku ke dalam pelukannya. Dia tak henti mengatakan kerinduannya pada ku setelah hampir satu bulan tidak bertemu.

"L-Luna juga kangen sama Mama. Mama apa kabar?" balas ku sembari menanyakan kabarnya.

Mama Karina akhirnya melepaskan pelukannya, namun tidak melepaskan lengan ku. Matanya tampak berkaca-kaca saat melihat ku. Membuat aku menelan ludah dengan susah payah karena merasa sedih melihatnya.

"Mama nggak akan bisa baik-baik aja selama jauh dari kamu, Sayang." kata Mama Karina dengan suara pelan.

"Mah.. " aku mencoba untuk menghindar dari percakapannya yang aku tahu akan mengarah kemana.

Wanita itu tampak menghela napas berat sembari menepuk pundak ku pelan. Ditatapnya lagi wajah ku dengan pandangan yang sulit diartikan. Dan membuat ku lagi-lagi merasakan kesedihan yang mendalam.

"Mama nggak akan maksa kamu untuk mau tinggal sama Mama. Tapi apa kamu mau menginap di rumah Mama selama dua hari ini?" tanya Mama Karina dengan raut penuh harap.

Aku tak langsung menjawab pertanyaan Mama Karina. Bagaimana pun aku harus meminta ijin dulu pada Papa Bram.

"Tapi Luna harus ijin dulu sama Papa, Mah." balas ku dengan raut canggung.

"Kamu nggak perlu khawatir soal itu, Luna. Mama sudah meminta ijin sama Papa kamu tadi. Kalau kamu tidak percaya kamu telfon saja dia." kata Mama Karina terlihat tenang. Untung saja dia tidak marah saat aku menyebut nama Papa Bram.

Mendengar ucapan Mama Karina, aku lantas mencoba menghubungi Papa Bram. Aku sempat berbicara cukup lama dengannya, dan semua itu kebanyakan tentang kekhawatiran Papa Bram selama aku menginap di rumah Mama Karina.

Anak Angkat [AFFAIR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang