Anak Angkat | °22th•

10.1K 50 0
                                    

VERSI LENGKAP ADA DI PLAYSTORE & KUBACA

Anak Angkat - 22th

Ketika sampai di lantai atas, kami kembali bersikap layaknya seorang ayah dan anak. Om Aldi yang kebetulan berada di pantry menoleh saat mendengar percakapan kami.

"Hai, Luna. Lama tidak bertemu." sapa pria itu dengan senyuman kecil.

Aku sontak menoleh dan mendapati Om Aldi yang tengah menyeduh kopi. Dengan senyum misterius aku mendekatinya.

"Om Aldi cuma buat kopi satu?" tanya ku melirik gelas yang berada di genggaman tangannya.

"Bilang saja kalau kamu minta dibuatkan juga." cibir Om Aldi yang sepertinya sudah tahu maksud ku.

Aku terkekeh karena apa yang dia ucapkan benar. Aku sudah sering memintanya untuk membuatkan ku kopi. Bukan karena aku yang manja, tapi kopi buatan Om Aldi memang terasa enak dan pas di lidah ku.

"Buatin buat Luna juga ya, Om." pinta ku dengan puppy eyes andalan ku.

Om Aldi tampak mendecih, namun tak urung juga mengambil satu gelas kosong yang ada di rak. Aku bersorak senang dan mencium pipinya sebagai ucapan terima kasih. Sedangkan pria itu hanya tersenyum tipis menerimanya.

Kami memang sudah dekat sejak Papa Bram mengangkat ku menjadi anaknya dua tahun lalu. Dibandingkan dengan karyawan Papa Bram yang lain, hanya Om Aldi yang menurut ku tulus mendekati ku. Bukan semata ingin mencari muka di depan Papa Bram.

"Om Aldi sekarang kenapa jarang bawa Ghema? Luna udah lama loh nggak main sama dia." celetuk ku ketika menanti kopi ku dibuat.

Om Aldi yang tengah menyeduh kopi untuk ku lantas menoleh. Dia sempat membetulkan kacamatanya yang melorot.

"Ghema sekarang sudah masuk sekolah. Mungkin kalau libur, Om akan bawa dia ke sini lagi." kata Om Aldi menjawab pertanyaan ku.

Ghema adalah putri satu-satunya Om Aldi dan Tante Wina. Istri Om Aldi dulunya juga bekerja di kantor Papa Bram sebagai resepsionis. Namun setelah menikah, Om Aldi melarangnya untuk bekerja lagi.

Hubungan papa angkat ku dan Om Aldi memang sangat dekat. Sehingga Papa Bram kadang memperbolehkan Om Aldi membawa Ghema ke kantor.

"Ini kopi kamu." Om Aldi menyongsong kan segelas kopi yang masih mengepul ke arah ku.

Aku tersenyum lebar saat mencium aroma wangi yang memenuhi indra penciuman ku. Aku kemudian membawa segelas kopi itu ke ruangan Papa Bram. Setelah sebelumnya kembali mengucapkan terimakasih pada Om Aldi.

"Kenapa lama sekali?" tanya Papa Bram saat aku baru saja mendudukkan ku di atas pangkuannya. Aku lalu meletakkan segelas kopi yang masih panas di meja kerja Papa Bram.

"Luna ngobrol bentar sama Om Aldi, Pah." jawab ku jujur sembari berpindah menghadap ke arahnya.

Aku melingkarkan kedua lengan ku di leher kokohnya. Dan menatap teduh pada wajah tampan yang saat ini bisa leluasa aku perhatikan.

Kapan lagi aku bisa memandang Papa Bram sedekat ini. Kami terlalu sibuk bermain-main setiap bertemu. Sehingga aku jarang sekali bisa melihat wajahnya yang teduh tanpa sorot menggelap seperti biasanya.

"Lusa Papa ada perjalanan bisnis ke Pontianak. Kamu mau tidak ikut Papa?" tanya Papa Bram.

Aku yang selama ini selalu ditinggal sendirian di rumah tentu saja merasa heran.

"Tumben Papa ajak Luna? Biasanya Papa berangkat sendiri." tanya ku heran.

Papa Bram mengelus rambut panjang yang menutupi sebagian wajah ku. Lalu menyelipkannya di belakang telinga ku. Perlakuan manisnya ini lah yang sering membuat ku salah tingkah.

"Sekarang sudah berbeda, Sayang. Lagi pula kita jadi bisa menghabiskan waktu berdua dengan bebas di sana." tutur Papa Bram.

Benar juga kata Papa. Jika di sini kami tidak pernah bisa secara bebas memperlihatkan kemesraan kami karena tidak ingin orang lain curiga. Tapi..

"Om Aldi bukannya ikut?" tanya ku dengan raut muram.

Gelengan kecil dari Papa Bram membuat ku sukses bersorak.

"Papa sengaja pergi sendiri agar bisa menghabiskan waktu bersama kamu." balas Papa Bram yang membuat ku tersenyum senang.

"Terus Pa, Luna harus bilang apa sama Mama?" tanya ku saat mengingat Mama Karina.

Papa Bram menarik sudut bibirnya ke atas. Tangannya terulur mengelus bibir ku dengan ibu jarinya.

"Itu biar jadi urusan Papa." jawabnya yang membuat ku lega.

Setelah percakapan kami selesai, aku lalu meraih kopi buatan Om Aldi yang sejak tadi belum tersentuh. Hampir saja aku melupakan kopi senikmat ini.

"Papa mau kopi?" tanya ku saat Papa Bram terus menatap ku ketika aku tengah meminum kopi.

Papa Bram terdiam sejenak sebelum menyeringai. Entah apa yang tengah pria itu pikirkan sekarang ini.

"Boleh." katanya setelah lama diam.

Aku lantas mengarahkan gelas kopi ku ke arah Papa Bram dan langsung diterimanya. Setelah meneguk beberapa kali, aku lalu menjauhkannya dari Papa Bram.

Aku kemudian kembali meletakkan gelas yang berisi setengah kopi itu ke tempatnya semula. Dan ketika aku berbalik menghadap Papa Bram, saat itulah aku dibuat terkesiap dengan apa yang pria itu lakukan.



Tbc.

Kira² apa ya yang dilakuin sama Bram??🤔

Anak Angkat [AFFAIR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang