13.Putus asa

916 74 6
                                        

Semburat cahaya matahari berhasil masuk melalui celah jendela kamar Dewa, hangatnya sinar matahari pagi mengenai wajah Dewa yang sepenuhnya belum sadar dari tidurnya.
Ditambah embun pagi dan suara ayam berkokok yang melengkapi hari dengan mentari dan langit cerah pagi ini.
Jam menunjukkan pukul 06.00, Dewa mengucek matanya dan duduk di ranjang miliknya, tenggorokan Dewa terasa kering saat bangun pagi hari ini. ia meraih segelas air putih di meja belajarnya dan langsung meminum air putih tersebut untuk menghilangkan rasa dahaganya.
Hari ini adalah jadwal Dewa untuk cuci darah, akan tetapi Dewa sangat malas untuk pergi ke rumah sakit, Dewa menata kamarnya dan keluar dari kamarnya untuk mencuci muka dan sarapan.

Selesai cuci muka ia berjalan menuju dapur dan duduk di meja makan sembari menunggu makanan siap disajikan.

"Masak apa hari ini bi?" Tanya Dewa kepada bi Ratna.

"Bibi masak sayur sama ikan goreng kesukaan tuan muda" Jawab bi Ratna dengan senyuman manis.

"Wanginya enak banget nih bi, pasti rasanya ga kalah enak nih masakan bibi" Puji Dewa sambil memperhatikan bi Ratna yang sedang memasak.

Bi Ratna tersipu malu dengan pujian itu.
"Ah tuan muda bisa aja, nih makanannya udah jadi bibi ambilin ya"

Dewa mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.
Dewa menyantap makanan itu dengan lahap, ikan goreng memang menu kesukaannya sehingga membuat nafsu makan Dewa bertambah.

PRANGG!

"AH! PUSINGG BANGET SAMA KERJAAN, KLIEN GAADA YANG MAU KERJASAMA SAMA PERUSAHAAN KU!" Teriak Ranjani yang terlihat sangat kesal karna perusahaannya tidak ada kemajuan sama sekali.

Sontak Dewa terkejut karna suara benda pecah dan teriakan dari mamahnya, tanpa pikir panjang Dewa mendekati mamahnya dengan maksud untuk menenangkannya.

"Mamah kenapa?" Ucap Dewa terdengar sangat pelan.

"DASAR ANAK PEMBAWA SIAL! PERUSAHAAN MAMAH HAMPIR BANGKRUT KARENA KAMU SADEWAAA!"

"Tapi Dewa gatau apa-apa mah, kenapa mamah jadi nyalahin Dewa?" Mata Dewa berkaca-kaca mendengar jawaban mamahnya itu.

"Semenjak kamu lahir hidup mamah jadi sengsara, karna apa? karna kamu Dewa!"
Ranjani menggenggam tangan Dewa sangat kuat hingga membuat Dewa kesakitan.

Ranjani melepaskan genggaman itu dan mendorong tubuh Dewa hingga membuat tubuh Dewa terbentur ke tembok.

"Kalau aja mamah bisa milih, mamah gabakal mau ngelahirin anak seperti kamu!"
Ranjani pergi dari hadapan Dewa. Ucapannya barusan membuat membuat hati Dewa sangat sakit, ia tidak menyangka mamahnya akan mengatakan hal yang menyakitkan seperti itu.

Bi Ratna yang melihat Dewa menangis segera menghampirinya dan memeluknya erat sambil mengusap kepalanya.
"Gausah dengerin kata mamah ya? mamah lagi capek aja mungkin" Ucap bi Ratna sambil mengusap air mata Dewa yang mengalir ke pipinya.

"Dewa anak yang ga diinginkan kan bi? kalau mamah ga pengen Dewa ada kenapa mamah lahirin Dewa bi? KENAPA?" Ucap Dewa terisak-isak.

"Gaboleh ngomong gitu, tuhan nitipin Dewa di rahim mamah karna tuhan tau Dewa anak yang kuat nak, percaya sama bibi kan?" Bi Ratna memegang pipi Dewa untuk meyakinkan dan mengusap air matanya kembali.

"Jangan lepasin pelukan bibi, Dewa nyaman ada di pelukan bibi" Bisik Dewa.

"Iya ga bibi lepasin"

Bi Ratna kembali mengusap rambut hitam Dewa, saat sedang mengusap-usap rambut bi Ratna merasakan suhu panas dari badan Dewa.

"Tuan muda gapapa? suhu tuan muda kok panas banget gini?"
Ucap Bi Ratna sambil memegang dahi Dewa.

"Ke kamar aja ya tuan, bibi takut tuan muda kenapa-napa" Bi Ratna yang panik akhirnya merangkul Dewa dan berjalan perlahan menuju kamar Dewa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEPARATED TWINS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang