26

262 22 5
                                    

Sore hari pukul empat sore lebih bel pelajaran terakhir telah usai membuat seluruh murid berhamburan keluar kelas tak terkecuali murid baru di kelas itu, Haruto.

Di sekolah baru inipun dia tetap kesulitan untuk mendapatkan teman apalagi ini sudah tahun terakhir dia di SMA yang artinya kurang dari setengah tahun lagi ia akan segera lulus. Akan sulit mendapatkan atau ada yang mau berteman dengan orang baru lagi toh nantinya akan segera berpisah.

Meskipun seperti itu bukan mencari teman yang utama saat ini. Yang terpenting adalah kini ia bisa bernapas lega karena Ibunya sudah kembali sehat seperti sedia kala. Ia juga tidak perlu repot bekerja karena dia mendapatkan uang saku yang cukup dari Ayah Jeongwoo. Setidaknya sampai hanya ia lulus SMA.

Saat melangkah keluar dari gerbang sekolah, mata tajam Haruto menangkap sosok yang amat ia kenal, sosok yang di dalam hatinya amat ia cintai. Dalam tatapannya yang penuh rasa, ia mengetahui bahwa orang itu seharusnya marah, marah karena Haruto meninggalkannya tanpa kata perpisahan yang pantas.

"Jeongwoo?" Sudah satu bulan sejak Haruto pindah sekolah dan mereka tidak bertemu.

Dalam seragamnya yang rapi, Jeongwoo tetap tegak berdiri di antara kerumunan murid yang melintasinya. Tatapan matanya menyisir setiap wajah yang ia temui, mencari-cari tanda-tanda kehadiran Haruto di antara kerumunan yang bergerak. Apakah dia berharap untuk menemukan sosok Haruto di antara mereka?

Dari kejauhan, Haruto terpancar kebingungan dan kegugupan dalam pandangan matanya saat menatap Jeongwoo. Dia bisa melihat wajah sendu Jeongwoo yang tanpa henti mencarinya sejak tadi, mencari jejak-jejak keberadaannya di antara kerumunan murid yang bergerak. Matanya yang penuh harapan seolah-olah memancarkan keinginan untuk bertemu, secercah harapan bahwa pertemuan mereka tidaklah mustahil.

Namun, meski keinginan itu begitu kuat dalam dirinya, Haruto merasa terikat pada sebuah janji dan kesepakatan untuk tidak bertemu dengan Jeongwoo. Meskipun hatinya bergetar ingin menyapa, keterikatan pada janji itu mengikatnya dalam kebisuan yang menyiksa, menghambat langkahnya untuk mendekati sosok yang begitu berarti baginya.

"Maafkan Aku, Jeongwoo."

Dengan hati yang terasa berat, Haruto menyesap getirnya di bibir saat ia berbalik dan langkahnya mengarah ke gerbang belakang sekolah. Di dalam hatinya, keinginan untuk bertemu Jeongwoo terus membara, tetapi keterikatan pada janji yang telah diucapkan mendorongnya untuk menghindari pertemuan itu. Meskipun keinginannya begitu kuat, Haruto merasa bahwa memenuhi janji itu adalah cara yang tepat untuk menghormati dan menjaga kepercayaan yang telah terjalin. Dengan langkah tegar, ia memilih jalan memutar, berharap agar tak harus bertemu dengan Jeongwoo, sambil meratapi kerinduan yang semakin mengemuka di lubuk hatinya.

•••

Jeongwoo merasakan kekecewaan yang mendalam melanda dirinya, seperti badai yang merobek keheningan hatinya. Meski telah berusaha sekuat tenaga, upayanya untuk menemukan Haruto ternyata tidak membuahkan hasil. Kegagalan itu membuatnya merasa terpukul, merenung pada setiap langkah yang telah diambil, dan berharap akan ada solusi di ujung jalan.

Meskipun telah mencoba bertanya kepada beberapa siswa, namun hasilnya nihil. Tidak ada yang mengenal atau mengetahui tempat tinggal Haruto. Situasi ini tampaknya wajar mengingat betapa Haruto selalu menjaga jarak di sekolah sebelumnya.

Jeongwoo sadar bahwa ia tidak bisa sembarangan menerobos masuk ke dalam sekolah untuk mencari Haruto, mengingat hal itu akan melanggar aturan dan etika. Dalam keheningan dan kekosongan, Jeongwoo merenung, mencari jalan keluar dari labirin perasaannya yang kacau dan kerinduan yang semakin memuncak.

Ia berjalan menjauh dari sekolah sebab hari semakin gelap juga sekolah yang sudah sepi.

Dalam perjalanannya yang tidak jauh dari sekolah, Jeongwoo tiba-tiba memperhatikan sosok tampan yang tidak asing baginya, turun dari bis dengan langkah mantap dan penuh keyakinan, seperti sebuah pencahayaan di tengah kegelapan. Entah mengapa, hatinya tiba-tiba merasakan getaran aneh, sebuah dorongan tak terungkap yang mengajaknya untuk mengikuti langkah pria tersebut, meskipun ia tidak sepenuhnya yakin akan alasan di balik keputusannya itu. Dalam kebingungannya, Jeongwoo melangkah di belakang pria tersebut, mengikuti langkah-langkahnya yang terarah, sementara pertanyaan-pertanyaan tak terjawab mengalir di dalam benaknya, mencari jawaban di tengah kegelapan dan misteri yang membayangi.

[✓] Querencia | Hajeongwoo ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang